Monday, 23 May 2011

BUDIDAYA KOLAM TERPAL

BUDIDAYA LELE DI KOLAM TERPAL



Kolam terpal adalah kolam yang dasarnya maupun sisi-sisi dindingnya dibuat dari terpal. Kolam terpal dapat mengatasi resiko-resiko yang terjadi pada kolam tanah maupun kolam beton. Terpal yang dibutuhkan untuk membuat kolam ini adalah jenis terpal yang dibuat oleh pabrik dimana setiap sambungan terpal dipres sehingga tidak terjadi kebocoran. Ukuran terpal yang di sediakan oleh pabrik bermacam ukuran sesuai dengan besar kolam yang kita inginkan. Pembuatan kolam terpal dapat dilakukan di pekarangan ataupun di halaman rumah. Lahan yang digunakan untuk kegiatan ini dapat berupa lahan yang belum dimanfaatkan atau lahan yang telah dimanfaatkan, tetapi kurang produktif.
1. Keuntungan dari kolam terpal adalah :
a. Terhindar dari pemangsaan ikan liar.
b. Dilengkapi pengatur volume air yang bermanfaat untuk memudahkan pergantian air maupun panen. Selain itu untuk mempermudah penyesuaian ketinggian air sesuai dengan usia ikan.
c. Dapat dijadikan peluang usaha skala mikro dan makro.
d. Lele yang dihasilkan lebih berkualitas, lele terlihat tampak bersih, dan tidak berbau dibandingkan pemeliharaan di wadah lainnya


Gambar 2. Kolam terpal pemeliharaan lele
Langkah-langkah pembuatan kolam terpal adalah sebagai berikut :
1. Usahakan lahan yang sedikit rindang, tapi jangan langsung di bawah pohon.
2. Terpal, ukuran 4x3 meter (terpal jenis A3 lebih tebal), saat pemasangan sebaiknya ukuran terpal agak dilebihkan agar dapat dibentuk sesuai rangka/patok.
3. Bambu, diperlukan bambu yang dibelah besar, dengan ukuran 2,2 meter sebanyak kurang lebih 10 belahan, dan ukuran 3,2 meter sebanyak kurang lebih 10 belahan.
4. Tiang patok, diperlukan kayu yang nantinya bakal tumbuh agar bisa bertahan lama, seperti tanaman hanjuang atau apa saja yang kuat. Jangan menggunakan bambu karena masa pakainya terbatas.
5. Paku, digunakan untuk memaku belahan bambu ke patoknya.
6. Kawat, digunakan untuk mengikat terpal ke patok/bambu.

Setelah semua bahan tersedia, terlebih dulu ratakan tanah yang akan di pakai untuk mendirikan kolam terpal, jangan sampai ada benda tajam di atasnya. Lalu dirikanlah patok di empat sudut berbeda dengan ukuran panjang 4 meter dan lebar 3 meter. Kemudian pasang belahan bambu 4,2 meter untuk panjangnya dengan menggunakan paku, dan belahan bambu 3,2 meter untuk lebarnya. Pasang agak merapat agar rangka kolam kuat. Setelah semua terpasang, maka terpal dapat dipasang membentuk segi empat di dalam rangka tersebut. Ujung terpal di ikat kuat-kuat dengan kawat ke patok. Karena nantinya terpal akan diisi air, maka pastikan rangka kolam terpasang dengan kuat.

4.1 Peralatan Penunjang
Beberapa jenis alat yang diperlukan diantaranya adalah timbangan, alat tangkap (serok/lambit), ember dan lain-lain. Alat-alat tersebut biasanya dipakai untuk memanen ikan atau pada saat kegiatan sampling pertumbuhan bobot tubuh ikan

Gambar 3. Timbangan, serok dan ember (kiri ke kanan)

4.2 Persiapan Kolam
Sebelum digunakan, sebaiknya kolam dipupuk terlebih dahulu. Pemupukan bermaksud untuk menumbuhkan plankton hewani dan nabati yang menjadi makanan alami bagi benih lele. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang (kotoran ayam) dengan dosis 500-700 gram/m2. Dapat pula ditambahkan urea 15 gram/m2, TSP 20 gram/m2, dan amonium nitrat 15 gram/m2. Tahapan pemupukannya adalah mula-mula kolam diisi air setinggi 30-50 cm dan dibiarkan selama satu minggu sampai warna air kolam berubah menjadi cokelat atau kehijauan, yang menunjukkan mulai banyak jasad-jasad renik yang tumbuh sebagai makanan alami lele. Kemudian secara bertahap ketinggian air ditambah, sebelum benih lele ditebar.
Pertumbuhan pakan alami pada media pemeliharaan (fitoplankton dan zooplankton) juga dapat dibantu dengan penggunaan probiotik/bakteri organik yang telah banyak tersedia. Penggunaan probiotik yang berlebihan (baik yang dicampur dalam pakan maupun ditebar langsung pada badan air/kolam) bukanlah tindakan yang bijak. Idealnya jenis dan takaran probiotik untuk setiap kolam berbeda-beda, tergantung dari kondisi masing-masing kolam berdasarkan hasil pemantauan berkala terhadap nilai pH (derajat keasaman), DO (oksigen terlarut), salinitas, suhu serta tingkat kejernihan air kolam, dan lainnya. Jenis dan kepadatan/konsentrasi kandungan bakteri pada setiap merk produk probiotik berbeda-beda. Dengan demikian penggunaannya pun hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan. Pemakaian probiotik yang berlebihan justru tidak tepat sasaran.


4.3 PENEBARAN BENIH
Sebelum benih ditebar, sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KMNO4 (Kalium Permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit.
Penebaran benih hendaknya dilakukan pada pagi/sore hari. Pada kedua kondisi ini umumnya perbedaan nilai suhu air pada permukaan dan dasar kolam tidak terlalu besar. Jika perbedaan suhu air wadah benih dan air kolam tebar cukup signifikan, maka perlu dilakukan upaya penyamaan suhu air wadah benih secara bertahap terlebih dahulu agar benih tidak stres saat ditebarkan.
Kedalaman air kolam tebar pun hendaknya disesuaikan dengan jumlah dan ukuran benih. Sedapat mungkin hindari penebaran benih pada kondisi terik matahari secara langsung. Sebaiknya benih ikan tidak ditebar langsung dari wadah ke kolam. Cara yang sering dilakukan adalah menenggelamkan sekaligus wadah dan benih ikan ke dalam kolam tebar secara hati-hati, perlahan dan bertahap. Benih ikan akan mendapat kesempatan beradaptasi (walau sebentar) dengan lingkungan air kolam tebar sedini mungkin meskipun masih berada dalam wadahnya. Kemudian benih ikan dibiarkan keluar sendiri-sendiri dari wadahnya secara bertahap menuju lingkungan air kolam tebar yang sesungguhnya.
Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan yang baru. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 100-150 ekor/m2 yang berukuran 8-10 cm

Gambar 4. Benih ikan lele

4.4 PEMBERIAN PAKAN
Pakan yang diberikan berupa pelet dengan kandungan protein berkisar antara 26-28 %. Pemberian pakan ini dilakukan secara berkala dengan dosis 3-5 % dari bobot total ikan dan frekuensi pemberiannya sebanyak tiga kali sehari (pagi, siang dan sore).
Pemberian pakan buatan (pelet) diberikan sejak benih berumur 2 minggu yaitu pakan berupa bentuk serbuk halus. Penghalusan butiran lebih praktis dengan menggunakan alat blender atau dengan cara digerus/ ditumbuk. Kemudian setelah itu berangsur-angsur gunakan pelet diameter 1 milimeter barulah kemudian beralih ke pelet ukuran 2 milimeter (sesuai dengan umur ikan lele). Hal ini dimaksudkan agar pelet dapat dicerna lebih baik dan lebih merata oleh seluruh ikan sehingga meminimalisir terjadinya variasi ukuran ikan lele selama pertumbuhannya.


sumber : http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id

pakan alami


1. SEJARAH SINGKAT

PENGEMBANGAN MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP

Pengembangan Minapolitan Perikanan Tangkap




Pembangunan perikanan tangkap diarahkan pada keterpaduan antara basis produksi dengan unit pengolahan dan pemasaran produk perikanan. Dalam sasaran strategis Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2010-2014, keterpaduan usaha penangkapan ikan tersebut merupakan bentuk pelaksanaan pengembangan suatu kawasan minapolitan dengan usaha yang bankable, memiliki komoditas unggulan dengan mutu terjamin,diproduksi dan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan dilaksanakan secara terintegrasi. Pembangunan suatu kawasan minapolitan perikanan tangkap juga diharapkan bisa membantu pemecahan permasalahan pembangunan perikanan tangkap dan meningkatkan kesejahteraan nelayan dan penduduk wilayah pesisir yang berada dalam lingkup kawasan minapolitan.


Berdasarkan hal tersebut, maka Minapolitan Perikanan Tangkap didefenisikan sebagai kawasan pengembangan ekonomi wilayah berbasis usaha penangkapan ikan yang dikembangkan secara bersama oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah.


Konsep manajemen pengelolaan minapolitan perikanan tangkap didasarkan pada konsep membangun sistem manajemen perikanan tangkap yang berbasis pada kemudahan nelayan bekerja dan memotivasi mereka untuk meningkatkan pendapatan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Disamping itu, juga memberikan kemudahan nelayan dalam bekerja dengan penyediaan sarana dan prasarana (pelabuhan perikanan, galangan kapal, bengkel, SPDN/SPBN, Unit Pengolahan Ikan, Pabrik Es dan Unit Pemasaran) di sentra-sentra nelayan, penyederhanaan perijinan dan penyediaan permodalan.

ASAL-USULNYA NAMA PULAU – PULAU BESAR DI INDONESIA

Pernahkah kalian bertanya asal usul dari nama pulau2 besar Indonesia? Inilah hal2 menarik di balik sejarah pemberian nama2 pulau tersebut.
Ini asal usul dan arti nama2 pulau tersebut :
Nama asli Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah “Pulau Emas”. Istilah pulau ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau.



Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera. Seorang musafir dari Cina yang bernama I-tsing (634-713), yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dgn nama chin-chou yang berarti “negeri emas”.


Dalam berbagai prasasti, Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa.

Para musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Namun ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilangka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa.
Lalu dari mana nama “Sumatera” yang kini umum digunakan baik secara nasional maupun oleh dunia internasional? Ternyata nama Sumatera berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau.


Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk ditelusuri. Odorico da Pardenone dlm kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.

Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis pulau Samatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama Samatara, sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra. Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak ‘benar’: Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya: Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora.


Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatra. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah kita: Sumatera

Asal-usul nama ‘Jawa’ tidak jelas. Salah satu kemungkinan adalah bahwa para musafir dari India menamakan pulau ini berdasarkan tanaman jáwa-wut, yang sering dijumpai . Ada kemungkinan lain sumber: kata Jau dan variasinya berarti “di luar” atau “jauh”. Dan, dalam bahasa Sansekerta yava berarti barley atau Jelai atau Jawawut, tanaman yang terkenal pulau itu. Sumber lain menyatakan bahwa kata “Jawa” berasal dari Proto-Austronesia yang berarti ‘rumah’


•Pertama.
Borneo dari kata Kesultanan Brunei Darussalam yang sebelumnya merupakan kerajaan besar dan luas (mencakup Serawak dan sebagian Sabah krn sebagian Sabah ini milik kesultanan Sulu-Mindanao. Para pedagang Portugis menyebutnya Borneo dan digunakan oleh orang-orang Eropa. Di dalam Kakimpoi Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 Kerajaan Brunei kuno disebut “Barune”, sehingga ada pula yg menyebutnya “Waruna Pura”. Namun penduduk asli menyebutnya sebagai pulo Klemantan.

•Kedua.
Menurut Crowfurd dalam Descriptive Dictionary of the Indian Island (1856), kata Kalimantan adalah nama sejenis mangga sehingga pulau Kalimantan adalah pulau mangga namun dia menambahkan bahwa kata itu berbau dongeng dan tidak populer.


•Ketiga.
Menurut Dr. B. Ch. Chhabra dalam jurnal M.B.R.A.S vol XV part 3 hlm 79 Menyebutkan kebiasaan bangsa India kuno menyebutkan nama tempat sesuai hasil bumi seperti jewawut dalam bahasa sanksekerta yawa sehingga pulau itu disebut yawadwipa yang dikenal sebagai pulau Jawa sehingga berdasarkan analogi itu pulau itu yang dgn nama Sansekerta Amra-dwipa atau pulau mangga.


•Keempat.
Menurut dari C.Hose dan Mac Dougall menyebutkan bahwa kata Kalimantan berasal dari 6 golongan suku-suku setempat yakni Dayak Laut (Iban), Kayan, Kenya, Klemantan,



Munut, dan Punan. Dalam karangannya, Natural Man, a Record from Borneo (1926), C Hose menjelaskan bahwa Klemantan adalah nama baru yang digunakan oleh bangsa Melayu.

•Kelima.
Menurut W.H Treacher dalam British Borneo dalam jurnal M.B.R.A.S (1889), mangga liar tidak dikenal di Kalimantan utara. Lagi pula Borneo tidak pernah dikenal sebagai pulau yang menghasilkan mangga malah mungkin sekali dari sebutan Sago Island (pulau Sagu) karena kata Lamantah adalah nama asli sagu mentah.
•Keenam.
Menurut Prof. Dr. Slamet Muljana dlm bukunya Sriwijaya (LKIS 2006), kata Kalimantan bukan kata melayu asli tp kata pinjaman sebagai halnya kata malaya, melayu yang berasal dari India (malaya yang berarti gunung). Kalimantan atau Klemantan berasal dari Sanksekerta, Kalamanthana yaitu pulau yang udaranya sangat panas atau membakar (kal[a]: musim, waktu dan manthan[a]: membakar). Karena vokal a pada kala dan manthana menurut kebiasaan tidak diucapkan, maka Kalamanthana diucap Kalmantan yang kemudian disebut penduduk asli Klemantan atau Quallamontan yang akhirnya diturunkan menjadi Kalimantan.

Orang Portugis adalah yang pertama merujuk ke Sulawesi sebagai ‘Celebes’. Arti nama ini tidak jelas. Satu teori mengklaim kl itu berarti “sulit untuk dicapai” karena pulau tersebut dikelilingi arus laut dan air dan sungai yang deras. Nama modern ‘Sulawesi’ mungkin berasal dari kata-kata sula ( ‘pulau’) dan besi ( ‘besi’) dan dapat merujuk kepada sejarah ekspor besi dari Danau Matano yang kaya akan deposit bijih besi.

Nama Maluku diperkirakan berasal dari bahasa yang digunakan oleh pedagang Arab untuk menamai daerah tsbt yaitu Jazirat al-Muluk (’Pulau Raja-raja’).
Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea).

Setelah berada di bawah penguasaan Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002. Irian sendiri merupakan kependekan dari Ikut Republik Indonesia, Anti Nederland (join/follow the Republic of Indonesia, rejecting the Netherlands)


Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pada 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini.

Kata Papua sendiri berasal dari bahasa melayu yang berarti rambut keriting, sebuah gambaran yang mengacu pada penampilan fisik suku-suku asl

Friday, 20 May 2011

MODIFIKASI

Pemimpin.
Ketika kita mendengar kata pemimpin, apa yang terbayang di benak kita? Apakah itu sebuah kata yang tidak perlu untuk dikaji lagi artinya, sedangkal paham bahwa pemimpin adalah elitis yang berkuasa dan senantiasa dipuja, atau sebenarnya kata pemimpin memiliki arti yang lebih dalam lagi maknanya? Lalu, bagaimana pandangan islam akan seorang pemimpin sejati?

Agar kita dapat mengetahui kriteria pemimpin sejati menurut Islam, tentunya kita harus tahu terlsebih dahulu mengetahui, apa itu arti seorang pemimpin. Pemimpin adalah orang yang melakukan atau menjalankan roda kepemimpinan, dimana kepemimpinan itu sendiri adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.[1]Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah “melakukannya dalam kerja” dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi.[2]Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari perannya memberikan pengajaran/instruksi.[2]

Saat ini, pada umumnya kita secara psikologis memiliki empat pola pikir dalam menentukan kelayakan seseorang menjadi pemimpin, yaitu:
wibawa kepemimpinan yang tercermin dalam pembawaan keseharian
Jaringan/link yang luas
Menjadi inspirasi banyak orang atas kerja-kerja yang ia lakukan
Memiliki basis massa yang kuat untuk mendukungnya dalam menjalankan kepemimpinan
Namun, pertanyaannya, apakah hanya dengan alur berpikir di atas saja, hanya dengan melihat yang tampak oleh mata saja, lantas kita sudah cukup untuk menentukan kelayakan seseorang menjadi pemimpin?Lantas seperti apa kriteria pemimpin yang baik menurut kita sebagai orang islam?
Untuk figur pemimpin sejati, tentunya tidak ada contoh yang lebih sempurna lagi akan seorang pemimpin selain sosok sang uswah hasanah (suri tauladan yang baik), Rasulullah SAW, yang memiliki sifat sidiq, amanah, fathonah, dan tabligh. Sidiq berarti memiliki integritas, amanah berarti dapat bergerak bersama dan menjalankan tugasnya serta dapat dipercaya, fathonah berarti cerdas sehingga dapat mengarahkan apa yang ia pimpin, dan tabligh adalah pemimpin dapat menyampaikan visinya dengan baik. Pemimpin itu tentunya juga harus bisa menjadi teladan bagi yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang baik juga tidak lagi memikirkan manfaat atau keuntungan apa yang dia dapat eksplorasi dari apa yang ia pimpin untuk kepentingan pribadi, namun ia akan berusaha segenap untuk mencontoh dan memenuhi gambaran pemimpin ideal menurut kriteria yang diajarkan Rasulullah SAW.
Prof. Kuntowijoyo juga mengemukakan tiga prinsip yang harus dimiliki oleh pemimpin yang ideal, yaitu :
1. Ta’muruna bil ma’ruf, memanusiakan manusia-humanisme (menggali potensi yang dimiliki orang-orang yang dipimpinnya.
2. Tan hauna anil munkar, mempunyai misi untuk terbebas dari keterpurukan mental maupun sosial (misalnya ekonomi, dll).
3. dan Tu’minuna billah, punya misi untuk lebih dekat kepada Allah – transedensi
Kita sebagai umat Islam memiliki Al-quran sebagai petunjuk hidup kita. Dalam memilih pemimpin yang baik dan benar, tentunya petunjuk yang benar adalah yang Allah beri tahukan lewat Al-Quran. Di dalam Al-Quran sendiri terdapat parameter-parameter pemimpin yang baik, diantaranya termaktub di surat Ali-Imron ayat 110 yang artinya
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah yang mungkar, dan beriman kepada Allah… “
Kemudian, syarat pemimpin yang baik menurut Al-Quran yang lainnya terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 247 dimana pemimpin haruslah tak hanya memiliki kekuatan jasmani tapi juga rohani, surat Yusuf ayat 55 bahwa pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menjaga dan berilmu, surat Al-Qashash ayat 27-28 bahwa pemimpin harus kuat dan dapat dipercaya, serta surat Al-Baqarah ayat 224 dimana pemimpin harus berkemampuan untuk mengkader dan memiliki orang kepercayaan yang dapat diandalkan.
Lalu, bagaimana dengan pemimpin yang tidak mencerminkan sifat yang diajarkan dalam Al-Quran, khususnya surat Ali-imron ayat 110, yang tidak menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah yang mungkar? Atau mungkin seorang pemimpin yang idealismenya hanya terbatas pada konsep prematur buatan manusia, namun tidak lagi mengindahkan apa yang telah diajarkan oleh Islam? Kemudian, yang menjadi pertanyaan, bagaimana sikap kita akan hal tersebut?
Tentunya bila dikembalikan lagi pada idealisme keislaman yang kita punya, dengan membandingkannya kembali pada Al-Quran dan Sunnah, tentu bukan hal yang sulit untuk menjawab, apakah seorang itu layak menjadi pemimpin atau tidaknya. Tanggung jawab pemimpin dalam menegakkan yang benar dan menyingkirkan yang batil, tak akan terlaksana bila pemimpin itu sendiri tak punya pijakan konsep yang kuat, mana yang benar, dan mana yang batil. Amanah seorang pemimpin untuk mencontohkan yang makruf dan melarang dari yang mungkar kepada siapa yang ia pimpin, sulit terlaksana bila pemimpin itu sendiri tak memiliki ilmu yang cukup untuk menjadi dasar ia menentukan, mana sebenarnya yang makruf, dan mana sebenarnya yang munkar. Visi besar umat untuk bangkit dari keterpurukan, merangkak, berdiri, lalu ikut berlari menyongsong kemenangan, tak akan tercapai bila pemimpinnya sendiri terkukung oleh berbagai kesibukan jangka pendek, tujuan-tujuan parsial, namun buta akan visi yang lebih besar, namun tak memiliki mimpi akan kembalinya kejayaan.
Ya, kejayaan kita memang telah dijanjikan, dikatakan langsung oleh Rasul sang utusan. Kemenangan kita tak dapat dipungkiri lagi, pasti ia akan datang. Rombongan figur pemimpin yang dirindukan akan segera kembali memimpin dunia, bekerja semata demi ridha, kemaslahatan, dan kejayaan. Pertanyaannya, apakah kita akan termasuk menjadi bagian golongan penjemput kejayaan itu, para pemimpin yang kuat kerja, tekad, dan mimpinya? Atau kita hanya akan menjadi penonton, yang duduk termangu tanpa banyak berlaku, atau bahkan kita lebih memilih berada di golongan penghalang yang akan terlibas oleh jawaban zaman?

Kita sendirilah yang menentukan hal tersebut. pemimpin bukanlah sebutan bagi seseorang yang menduduki suatu jabatan tertentu, lalu ia bekerja tanpa arah. Pemimpin adalah ia yang teguh dalam mengemban amanah, baik itu ringan maupun amat berat, sebuah tanggung jawab yang tidak akan pernah dibebankan kepada orang lemah yang tidak mampu memikulnya. Seorang pemimpin yang sedari awal telah menyiapkan banyak perbekalan, jasad dan ruhiyah yang kuat, sosok yang amanah, ilmu yang dalam, jiwa kader yang kokoh, lingkungan manusia terbaik yang akan terus saling menyokong dan bekerja sama, serta tujuan, visi, dan mimpi, yang akan menjadi pedoman, ke arah mana ia akan mengajak orang untuk mengikutinya berjalan.
Jadi, apa kata kita tentang seorang pemimpin?


silahkan kunjungi disini

[1] Nurkolis, “Manajeman Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi”, Grasindo, 2003
[2] John Adair, “Cara Menumbuhkan Pemimpin”, Gramedia Pustaka Utama
Notulensi ITB Fresh Time tanggal 20 Maret 2013

Thursday, 19 May 2011

JARING INSANG TIGA LEMBAR (TRAMMEL NET)

Jaring insang tiga lembar atau disebut juga dengan trammel net adalah jaring yang konstruksinya terdiri dari tiga lembar jaring. Jaring ini umumnya dipergunakan untuk menangkap ikan dasar termasuk jenis udang.


PENANGKAPAN IKAN KAKAP MERAH
Salah satu dari alat tangkap yang cocok untuk menangkap ikan kakap merah dan ikan di perairan pantai adalah alat tangkap yang disebut dengan jaring insang tiga lembar atau dalam bahasa asingnya disebut dengan “trammel net.

KONSTRUKSI JARING
Konstruksi dari trammel net terdiri dari tiga lembar jaring, satu lembar jaring dengan ukuran mata yang kecil (jaring bagian dalam) dan dua lembar jaring dengan ukuran mata yang besar (jaring bagian luar). Jaring yang ukuran matanya kecil diapit dengan jaring yang ukuran matanya besar.

Jaring bagian luar
Bahan Amilan No.210D/6, besar mata jaring (mesh size) 8.89 cm (3 inci), jumlah mata ke arah tinggi jaring 4.5 mata. Jumlah mata ke arah panjang 21 mata/m.


Jaring bagian dalam
Bahan Amilan No.210D/3-210D/6, besar mata jaring (mesh size) 5.08 (2 inci)-6.35 cm (2.5 inci) dan jumlah mata ke arah tinggi jaring 50 mata. Jumlah mata ke arah panjang 32 mata/m.

Panjang jarring
Panjang jaring dalam satu tingting (piece) yang terbaik adalah 40.5 m.


METODE PENGOPERASIAN
Jumlah piece yang harus dipakai disesuaikan dengan kondisi modal yang ada atau disesuaikan denagn kondisi daerah penangkapan. Jaring diset menetap di dasar perairan, pemasangan jaring sebaiknya dilakukan 30-60 menit sebelum mata hari terbit dengan lama perendaman selama 2-3 jam.

DAERAH PENANGKAPAN
Daerah penangkapan terbaik adalah di daerah penangkapan yang sebelumnya sudah diketahui adanya keberadaan ikan kakap merah, biasanya di perairan berkarang kemudian jaring dipasang melingkari karang atau dipasang di dekat karang. Jaring ini bisa dioperasikan sampai kedalaman 80-120 m.
MUSIM PENANGKAPAN
Musim penangkapan sepanjang tahun.

PEMELIHARAAN ALAT
Pemeliharaan alat tangkap sebaiknya setelah alat dipakai dicuci dengan air tawar, bagian yang rusak diperbaiki, dikeringkan di tempat yang tidak kena sinar matahari secara langsung dan disimpan ditempat yang bersih.

PENGADAAN ALAT DAN BAHAN JARING
Alat dan bahan jaring bisa diperoleh di semua toko perlengkapan nelayan di lokasi terdekat atau bisa dipesan dari pabrik jaring “PT. Arida” di Cirebon atau “PT Indoneptun” di Ranca ekek Bandung
Sumber : Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Ditjen KP3K

Tuesday, 17 May 2011

LANGKAH MAJU PENGELOLAAN PERIKANAN

Dalam upaya mencapai pemanfaatan perikana secara optimal dan berkelanjutan dalam pengelolaan perikanan yang menjamin kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan di seluruh Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan keluarkan Peraturan Menteri nomor PER.01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI). Peraturan ini sebagai penyempurnaan dan mengganti Keputusan Menteri Pertanian No.996/Kpts/IK.210/9/1999 tentang Potensi Sumber Daya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan.


Upaya ini adalah merupakan langkah maju dalam menerapkan ketentuan internasional Code of Conduct for Responsible Fisheries, atau Tatanan Pengelolaan Perikanan yang Bertanggungjawab atau Berkelanjutan. Sebagaimana kita ketahui sumberdaya perikanan adalah termasuk sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources). Akan tetapi, bila jumlah yang dieksploitasi lebih besar daripada kemampuan alami untuk kembali, maka sumberdaya tersebut akan berkurang, bahkan bisa habis.


Sederhananya, bila penangkapan ikan lebih banyak dibanding dengan kemampuan ikan memijah, maka wilayah laut tersebut akan miskin. Itulah yang dikenal sebagai kondisi lebih tangkap (over fishing). Sehubungan dengan itu terdapat hitungan Total Allowable Catch (jumlah tangkapan yang diperbolehkan) dan Most Sustainable Yield (jumlah ikan maksimum yang tersedia agar masih bisa lestari).


Untuk menyempurnakan manajemen pemanfaatan perairan itulah maka dilakukan penentuan Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) di seluruh Indonesia dari 9 WPP menjadi 11 WPP, yakni merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalamanan, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia.


Kesebelas wilayah pengelolaan perikanan yaitu: Kesatu, WPP-RI 571 meliputi perairan Selatn Malaka dan Laut Andaman; Kedua, WPP-RI 572 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda; Ketiga, WPP-RI 573 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat; Keempat, WPP-RI 711 meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan; Kelima, WPP-RI 712 meliputi perairan Laut Jawa; Keenam, WPP-RI 713 meliputi perairan Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali; Ketujuh, WPP-RI 714 meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera; Kedelapan, WPP-RI 715 meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau; Kesembilan, WPP-RI 716 meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara pulau Halmahera; Kesepuluh, WPP-RI 717 meliputi perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik; Kesebelas, WPP-RI 718 meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur.


Setiap WPP pada prinsipnya memiliki karakteristik yang berbeda, dimana WPP di bagian timur umumnya memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis besar sehingga armada yang beroperasi relatif lebih besar dibandingkan di WPP bagian barat yang sebagian besar potensi sumberdaya ikannya adalah jenis ikan pelagis kecil. Namun demikian, dilihat dari tingkat kepadatan nelayan, WPP bagian barat relatif lebih padat dibandingkan bagian timur sehingga di WPP banyak terjadi kegiatan illegal fishing karena besarnya potensi sumberdaya ikan yang dimiliki di wilayah tersebut. Oleh karena itu, WPP bagian timur banyak disebut sebagai golden fishing ground, seperti Laut Arafura, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik.


Nama perairan yang tidak disebut dalam pembagian WPP-RI diatas, tetapi berada di dalam suatu WPP-RI merupakan bagian dari WPP-RI tersebut. Sedangkan WPP-RI yang disebut dalam Peta WPP-RI dan Peta serta diskripsi masing-masing WPP-RI yang memuat kode, wilayah perairan, dan batas dari masing-masing wilayah pengelolaan. Secara khusus untuk kegiatan penangkapan ikan, dalam peraturan ini disebutkan bahwa penentuan daerah penangkapan dalam perizinan usaha perikanan tangkap agar menyesuaikan pada WPP-RI baru dalam kurun waktu paling lambat 3 (tiga) tahun.


Penataan WPP hanya merupakan salah satu faktor essensial untuk menata sumberdaya perairan. Langkah selanjutnya adalah tetap dilakukan pengkajian stok ikan pada setiap WPP. Atas dasar hasil kajian tersebut maka ditetapkan jenis alat tangkap dan jumlahnya yang dapat diizinkan, dan bila perlu waktu penangkapan yang dialokasikan, atau waktu yang dilarang untuk dilakukan penangkapan ikan (open and close system).


Manajemen penangkapan ikan tersebut pada beberapa WPP sudah sangat mendesak untuk dilaksanakan karena indikasi dan fakta lebih tangkap telah nyata terdeteksi. Penerapan kebijakan ini tentu tidak sederhana, karena kenyataan yang ada tidak mudah mengalihkan mata pencaharian nelayan tradisional yang sudah terlanjur banyak. Pemindahan lokasi nelayan juga menghadapi masalah kultural, sosial, dan pemasaran. Di beberapa negara telah dilakukan pembelian terhadap kapal nelayan oleh pemerintah guna dimoratorium, untuk melakukan solusi kelestarian sumberdaya perairan. Yang pasti Code of Conduct for Responsible Fisheries harus kita wujudkan, paling tidak secara bertahap, guna kesejahteraan nelayan dan bangsa kita, baik saat ini maupun pada masa yang akan datang.


daftar pustaka: Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed.Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi

sumber infprmasi:Mengenai Saya

http://rustadi64.blogspot.com/2011/04/langkah-maju-pengelolaan-perikanan.html

PEMANFAATAN HARA AIR LAUT UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN TANAMAN

Air laut sebagai sumber hara 

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat 14 jenis ion pada air laut. Dari jumlah itu, konsentrasi Chlorite dan Natrium terdapat dalam jumlah yang sangat tinggi. Hal inilah yang menyebabkan tingginya salinitas air laut. Di samping itu sulfat, magnesium (Mg), calsium (Ca) dan kalium (K) juga terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi dibandingkan unsur lainnya. Tingginya kandungan nutrien yang terdapat pada air laut, khususnya unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman seperti Mg, Ca dan K memberi petunjuk bahwa air laut dapat menjadi salah satu sumber alternatif nutrien bagi tanaman. Berkaitan dengan tingginya salinitas air laut, tantangan yang dihadapi adalah upaya untuk memanfaatkan unsur-unsur hara tersebut dengan menurunkan kandungan Na dan Cl sampai pada level yang tidak merugikan pada tanaman. Disamping itu unsur Na juga dapat dimanfaatkan sebagai unsur hara untuk jenis-jenis tanaman tertentu yang membutuhkannya baik sebagai unsur tambahan/menguntungkan maupun sebagai pengganti sebagian dari kebutuhan akan unsur K.



Kendala dalam pemanfaatan air laut
Tingginya salinitas merupakan kendala utama dalam pemanfaatan hara dari air laut yang dapat berakibat negatif terhadap tanah dan tanaman. Dispersi tanah merupakan masalah utama pada tanah akibat kadar garam yang tinggi. Agregat tanah menjadi pecah, mineral berukuran kecil dan partikel organik menyumbat pori tanah mengakibatkan berkurangnya aliran air di tanah. Secara bertahap kondisi ini merubah porositas tanah dan mengurangi permeabilitas air (Miller dan Gardiner, 1998). Akibat dispersi Na pada liat dan bahan organik mengurangi agregasi tanah, permeabilitas terhadap udara dan air, perkecambahan dan pertumbuhan akar. Dispersi tanah terjadi apabila Na dapat tukar melebihi 10 – 20% KTK (Tisdale et al, 1993).

Efek buruk tingginya konsentrasi Na di tanah terhadap pertumbuhan tanaman dapat dibedakan atas 3 kelompok: a) terhambatnya serapan air karena rendahnya potensi osmotik (Lea-Cox dan Syverstsen 1993), b) terganggunya metabolisme disebabkan tingginya konsentrasi Na pada jaringan tanaman (Cramer et al 1990), dan c) terhambatnya absorpsi kation lainnya (Cachorro et al 1994). Menurut toleransinya terhadap salinitas, tanaman dibedakan atas halophytic dan glycophytic. Halophytic adalah tanaman yang toleran terhadap tingginya salinitas karena kemampuannya menyerap air dengan mempertahankan potensi osmotik yang tinggi melalui akumulasi ion-ion anorganik (Bradley dan Morris 1991), sebaliknya tanaman yang tergolong glycophytic sensitif terhadap salinitas yang tinggi.



Produksi kalium dari air laut
Kalium adalah unsur yang mudah larut, oleh karenanya unsur ini yang terakhir mengalami presipitasi setelah kalsium, karbonat, kalsium sulfat dan natrium sulfat. Ketika 90.5% larutan air laut telah terevaporasi, larutan yang masih tinggal mengandung kalium chlorid dan magnesium chlorid (Brown et al., 1989; Millero, 1996). Pilson (1998) menerangkan bahwa sejumlah kalsium karbonat dihasilkan ketika tiga perempat dari 1000 mL air laut telah terevaporasi. Selanjutnya gypsum terbentuk sampai volume air laut tingal 10 – 12% dari volume awal, diikuti dengan terbentuknya natrium chlorid, terbentuk di bagian atas gypsum. Setelah volume air laut tinggal 3 – 4% dari volume awal maka terbentuk 21 g NaCl, 0.1 g CaCO3 dan 1.7 g gypsum. Air laut yang tersisa sekitar 30 mL mengandung Mg, Na, K, SO4, Cl dan Br. Larutan ini disebut bitterns karena tingginya konsentrasi Mg yang mengakibatkan rasa pahit. Dalam skala besar, pada tahun 1986 China telah mengembangkan cara modern dalam menghasilkan KCl dari larutan garam dengan kapasitas 1 juta ton KCL di Qinghai Potash (ASIAFAB, 1999).



Pengembangan pertanian berbasis air laut
Pertanian berbasis air laut telah banyak dikembangkan terutama pada tanaman yang tergolong halophytic yang ditanam dekat pantai dimana kekurangan air bersih. Berbagai hasil penelitian memberikan peluang yang besar dalam budidaya tanaman halophytic khususnya yang menghasilkan dedaunan untuk pakan dan biji menggunakan air laut. O’Leary et al (1985) menyatakan bahwa tanaman halophytic yang diairi dengan air laut memiliki nutrisi yang tinggi serta mudah dicerna. Biji dari tanaman halophytic tidak mengakumulasi garam melebihi dari tanaman glycophytic dan mengandung protein serta kandungan minyak yang tinggi walaupun diairi dengan air laut dengan kadar garam tinggi.

Air laut telah pula diuji pengaruhnya terhadap perkecambahan tanaman biji-bijian dan tanaman biji-bijian penghasil minyak di India (Reddy dan Iyengar 1999). Tanaman seperti gandum, padi dan jagung ternyata lebih toleran terhadap salinitas tinggi dibandingkan tanaman biji-bijian penghasil minyak seperti kacang tanah, bunga matahari dan mustard. Rains dan Goyal (2003) menyatakan bahwa membrane transport baik pada akar maupun translokasi didalam tanaman merupakan kharakteristik utama pada tanaman yang toleran terhadap salinitas yang tinggi.


Sodium sebagai unsur tambahan dan pengganti kalium
Sodium dikenal sebagai unsur tambahan yang menguntungkandan untuk beberapa jenis tanaman ia dapat menggantikan sebagian fungsi K (Marschner 1995). Menurut Wild dan Jones (1996) pengaruh Na akan sangat besar bila pasokan K bagi tanaman tidak mencukupi. Lebih lanjut dikatakan Mills dan Jones (1996) bahwa unsur ini dapat mengurangi pengaruh yang ditimbulkan oleh kekurangan K tapi tidak dapat menggantikan fungsi K sepenuhnya. Dalam konteks fotosistesis, Na merupakan unsur yang esensial bagi tanaman yang tergolong C4 dan CAM. Kedua jenis tanaman tersebut menghasilkan 4 asam karbon sebagai hasil utama fiksasi CO2. Akan tetapi tanaman C4 mengambil CO2 di siang hari sedangkan CAM di malam hari. Pentingnya Na untuk kedua jenis tanaman adalah dalam hal osmo-regulation, dan pemeliharaan turgor (Wild dan Jones 1988) serta untuk mengontrol aktifitas stomata (Perera et al 1994).

Sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa Na sangat penting untuk tanaman non-halohytic seperti padi (Hasegawa et al 1990; Song dan Fujiama 1998), tomat (Besford 1978; Song dan Fujiama 1996) dan gula bit (Haneklaus et al 1998). Unsur ini sangat penting artinya terutama pada osmo-regulation.

Tanaman nenas yang tergolong CAM (Py et al 1987) terbukti dapat memanfaatkan Na dari air laut terutama untuk menggantikan sebagian fungsi K tanpa menimbulkan pengaruh buruk pada tanah dan tanaman, serta hara lainnya setelah air laut diencerkan. Peningkatan konsentrasi Na, EC dan SAR di tanah akibat aplikasi air laut masih dibawah batas yang membahayakan bagi tanaman. Peningkatan serapan Na pada tanaman akibat aplikasi air laut ternyata juga meningkatkan serapan K, Ca dan Mg baik pada daun tua, daun D, akar dan batang nenas. Produksi biomasa dan buah nenas yang tinggi diperoleh pada saat 30% kebutuhan K digantikan oleh Na ditambah dengan unsur hara lainnya yang terkandung pada air laut. Hasil ini sama dengan yang didapat dengan menggunakan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi yaitu 300 kg K/ha.


Beberapa pertimbangan dalam pemanfaatan air laut
Berdasarkan potensi hara yang dikandung air laut serta potensi kendala yang akan dihadapi terutama berkaitan dengan tingginya salinitas, beberapa hal yang perlu dilakukan adalah:

Identifikasi jenis-jenis tanaman baik tahunan maupun musiman yang toleran terhadap salinitas.

jenis-jenis tanaman baik tahunan maupun musiman yang yang memerlukan Na baik sebagai nutrien maupun sebagai pengganti K.

jumlah hara yang dibutuhkan suatu tanaman dan jumlah yang dapat disuplai dari air laut.

salinitas yang tinggi, disarankan melarutkan air laut terlebih dahulu sebelum diaplikasikan pada tanaman.

air laut untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman akan lebih baik bila dilakukan pada daerah pertanian di dekat pantai.


daptar bacaan : Ridwan Arifin, biota laut99
sumber info : Rustadi

KUALITAS AIR DALAM BUDIDAYA LAUT

Budidaya laut merupakan salah satu usaha perikanan dengan cara pengembangan sumber-dayanya dalam area terbatas baik di alam terbuka maupun tertutup. Tempat untuk budidaya laut, demikian pula untuk air tawar, harus mempunyai fasilitas alami tertentu, terutama persediaan air yang sangat cukup, dengan suhu, salinitas dan kesuburan yang sesuai (BARDACH et al. 1972 ). Dalam hal ini penting diperhatikan pula bahwa pengusaha budidaya menjalankan pengawasan melalui pemilikan, hak sewa menyewa atau cara lain untuk menjalankan pengawasan. Di Laut sistem demikian menimbulkan masalah, karena orang masih mempunyai pandangan bahwa laut adalah milik kita bersama.



BEBERAPA SIFAT OSEANOGRAFI PERAIRAN SELAT SUNDA
Untuk memberi gambaran singkat tentang kondisi perairan terdekat dimana workshop ini diselenggarakan, berikut disajikan catatan tentang beberapa sifat perairan Selat Sunda sebagai hasil dari beberapa penelitian selama periode 1927 sampai 1982 ( BIROWO, 1983).

Sifat Angin
Sifat cuaca di Selat Sunda, seperti halnya di perairan Indonesia umumnya dipengaruhi oleh angin musim. Pada musim tenggara (April – September) angin berhembus ke arah barat laut dan pada musim barat laut ( November – Maret ) angin berhembus ke arah tenggara mengakibatkan terjadi perubahan-perubahan cuaca yang agak teratur di Selat Sunda.

Keadaan Ombak
Keadaan laut di Selat Sunda pada umumnya agak tenang atau sedang. Selama musim barat, antara bulan Oktober dan Maret keadaan laut lebih berombak daripada bulan-bulan yang lain. Dalam periode ini tinggi ombak dapat mencapai 1,5 sampai 2 m. Pada musim timur, antara April dan September ombak biasanya lebih kecil, antara 0,5 – 1 m. Keadaan laut yang paling tenang biasanya terja di bulan-bulan April, Mei dan Juni dengan tinggi gelombang kurang daripada 0,5 m.




Pasang surut dan arus.
Sifat pasang -surut Selat Sunda adalah campuran, condong ke harian ganda. Dua kali pasang dan dua kali surut terjadi dalam satu hari bulan secara tak teratur.
Perbedaan pasang surut biasanya lebih daripada 1 m




Suhu dan salinitas
Suhu dan lapisan di permukaan laut di Selat Sunda, seperti diperairan Indonesia lainnya tidak banyak bervariasi dari bulan ke bulan. Ia berkisar antara 28,0°C dan 29,5°C.Tinggi rendahnya suhu lapisan permukaan ini berkaitan dengan interaksi antara udara dan air laut. Pada musim barat dan timur, angin kencang menyebabkan penguapan yang melebihi kemampuan penyinaran, berakibat turunnya suhu. Udara basah yang terjadi pada musim barat memperkuat pendinginan. Pada musim peralihan penyinaran melebihi penguapan, berakibat pemanasan air permukaan laut.
Sampai kedalaman 100 m, suhu homogen.



PENGARUH FAKTOR FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP BUDIDAYA LAUT
Budidaya laut adalah budidaya biota laut yang hidup dalam air laut. Ini berarti bahwa air laut merupakan medium dimana biota laut tersebut hidup, tumbuh dan berbiak lebih baik daripada rekan-rekannya yang tidak dibudidayakan.

Cara mengusahakan budidaya laut secara mudahnya dapat dibagi menjadi budidaya ekstensif, yakni pemeliharaan biota laut di suatu perairan yang cukup laus dengan padat peneberan yang rendah. Biota yang dibudidayakan dapat disediakan dari suatu sumber (pembenihan, pengumpulan dari alam) atau dari populasi alami yang masuk ke sistem dalam bentuk burayak atau juwana. Mereka biasanya hidup dari makanan alami. Contohnya adalah budidaya kerang, tiram dan rumput laut. Budidaya intensif dilakukan dengan padat penebaran tinggi dalam suatu lingkungan sempit seperti kurungan atau, kolam pembenihan dengan sistem air mengalir untuk memperoleh volume air sebesar-besarnya guna persediaan zat asam dan pengangkutan kotoran. Binatang yang dibudidaya dapat diberi makanan buatan dalam bentuk pelet. Seluruh sistem harus secara teliti diawasi dan dipantau. Contoh yang sudah mencapai teknologi canggih adalah pembenihan ikan trout dan salmon di Amerika Serikat dan di Eropa. Di Taiwan terdapat juga kategori ini, yakni budidaya bandeng.


Beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi kualitas air dan kehidupan biota laut yang dibudidaya adalah sseperti di bawah ini :

S u h u
Suhu merupakan faktor fisika yang penting dimana-mana di dunia. Kenaikan suhu mempercepat reaksi-reaksi kimiawi; menurut hukum van’t Hoff kenaikan suhu 10°C melipat duakan kecepatan reaksi, walaupun hukum ini tidak selalu berlaku. Misalnya saja proses metabolisme akan menaik sampai puncaknya dengan kenaikan suhu tetapi kemudian menurun lagi. Setiap perubahan suhu cenderung untuk mempengaruhi banyak proses kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada jaringan tanaman dan binatang, karenanya juga mempengaruhi biota secara keseluruhan.


Salinitas
Keanekaragaman salinitas dalam air laut akan mempengaruhi jasad-jasad hidup akuatik melalui pengendalian berat jenis dan keragaman tekanan osmotik.
Jenis-jenis biota perenang ditakdirkan untuk mempunyai hampir semua jaringan-jaringan lunak yang berat jenisnya mendekati berat jenis air laut biasa, sedangkan jenis-jenis, yang hidup di dasar laut (bentos) mempunyai berat jenis yang lebih tinggi daripada air laut di atasnya.

Kekeruhan (Siltasi)
Siltasi tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar matahari untuk fotosintesa.

Kadar oksigen terlarut
O2 terlarut diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan akuatik untuk proses pembakaran dalam tubuh. Beberapa bakteria maupun beberapa binatang dapat hidup tanpa O2 (anaerobik) sama sekali; lainnya dapat hidup dalam keadaan anaerobik hanya sebentar tetapi memerlukan penyediaan O2 yang berlimpah setiap kali. Kebanyakan dapat hidup dalam keadaan kandungan O2 yang rendah sekali tapi tak dapat hidup tanpa O2 sama sekali. Sumber O2 terlarut dari perairan adalah udara di atasnya, proses fotosintese dan glycogen dari binatang itu sendiri. Air yang tak ber – O2 selalu jarang terdapat disamudera. O2 dihasilkan oleh proses fotosintesa dari binatang dan tumbuh-tumbuhan dan diperlukan bagi pernafasan.

pH (derajat keasaman)
Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidak seimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5. Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah kematian ikan, burayak, telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi produktivitas primer. Akibat tidak langsung adalah perubahan toksisitas zat-zat yang ada dalam air, misalnya penurunan pH sebesar 1,5 dari nilai alami dapat memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000 kali.

Unsur hara
Sebagian besar unsur-unsur kimiawi yang diperlukan oleh tumbuh-tumbuhan dan binatang terdapat dalam air laut dalam jumlah lebih dari cukup, sehingga kekurangannya tak perlu dipertimbangkan sebagai faktor ekologi. Dalam beberapa hal kepekatan unsur “trace” menjadi penting, tapi ini terjadi sangat jarang sekali dibanding dengan di darat.

Fosfat dan nitrat dalam kepekatan bagaimanapun selalu dalam rasio yang tetap. 15 at. N : 1 at P. Rasio ini cenderung tetap dalam fito dan zooplankton. Hanya dalam keadaan tertentu rasio dalam air berubah.

Faktor-faktor lingkungan lain yang penting diperhatikan adalah penyinaran matahari, gelombang dan arus.

Penyinaran
Sinar mempunyai arti penting dalam hubungannya dengan beraneka gejala, termasuk penglihatan, fotosintesa, pemanasan dan perusakan aktinik. Mata adalah sensitip terhadap kekuatan sinar yang berbeda-beda. Binatang-binatang mangsa mudah mengetahui pemangsanya pada terang bulan daripada gelap bulan.

Dalam hubungannya dengan fotosintesis, intensitas dan panjang gelombang sinar sangat penting. Alga hijau Enteromorpha kecepatan fotosintesanya tinggi pada sinar merah, sangat kurang pada sinar biru, dan sangat rendah pada sinar hijau. Bentuk-bentuk yang hidup di laut dalam cenderung untuk menggunakan sinar-sinar dengan spaktrum hijau dan biru. Karena sifat sinar yang masuk air, spektrum merah lebih banyak diserap air dalamperjalanan ke bawah air.

Gelombang
Secara ekologis gelombang paling penting di mintakat pasang surut. Di bagian yang agak dalam pengaruhnya mengurang sampai ke dasar, dan di perairan oseanik ia mempengaruhi pertukaran udara dan agak dalam.

Gelombang ditimbulkan oleh angin, pasang-surut dan kadang-kadang oleh gempa bumi dan gunung meletus (dinamakan tsunami). Gelombang mempunyai sifat penghancur. Biota yang hidup di mintakat pasang surut harus mempunyai daya tahan terhadap pukulan gelombang. Gelombang dengan mudah menjebol alga-alga dari substratanya. Ia diduga juga mengubah bentuk karang-karang pembentuk terumbu.

Gelombang mencampur gas atmosfir ke dalam permukaan air sehingga memulai proses pertukaran gas.

A r u s
Arus mempunyai pengaruh positip maupun negatip terhadap kehidupan biota perairan. Arus dapat mengakibatkan ausnya jaringan-jaringan jasad hidup yang tumbuh di daerah itu dan partikel-partikel dalam suspensi dapat menghasilkan pengikisan. Di perairan dengan dasar lumpur, arus dapat mengaduk endapan lumpur-lumpuran sehingga mengakibatkan kekeruhan air dan mematikan binatang. Juga kekeruhan yang diakibatkan bisa mengurangi penetrasi sinar matahari, dan karenanya mengurangi aktivitas fotosintesa. Manfaat dari arus bagi banyak biota adalah menyangkut penambahan makanan bagi biota-biota tersebut dan pembuangan kotoran-kotorannya. Untuk algae kekurangan zat-zat kimia dan CO2 dapat dipenuhi. Sedangkan bagi binatang CO2 dan produk-produk sisa dapat disingkirkan dan O2 tetap tersedia. Arus juga memainkan peranan penting bagi penyebaran plankton, baik holoplankton maupun meroplankton. Terutama bagi golongan terakhir yang terdiri dari telur-telur dan burayak-burayak avertebrata dasar dan ikan-ikan. Mereka mempunyai kesempatan menghindari persaingan makanan dengan induk-induknya terutama yang hidup menempel seperti teritip (Belanus spp) dan kerang hijau (My tilus viridis).

Pada kira-kira 1½ dekade yang lalu faktor-faktor lingkungan yang diuraikan di atas cukup untuk diperhatikan dalam menilai kualitas air untuk budidaya laut. Akan tetapi dengan cepatnya pertambahan penduduk dan digalakkannya industrialisasi di negara kita, maka dalam sepuluh tahun terakhir ini telah timbul pencemaran air dan pencemaran laut, karena masuknya limbah industri dan limbah rumah tangga yang tak terkendalikan ke dalam lingkungan akuatik.

Bakteri
Kehadiran bakteri Escherichia coli ada kaitannya dengan kehadiran bakteri dan virus patogen. Bakteri dan virus patogen dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh biota, terutama pada saluran pencernaannya. Berbeda dengan jenis-jenis ikan, jenis-jenis kerang yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan adalah seluruh bagian tubuhnya yang lunak, termasuk saluran pencernaannya. Oleh karena itu kemungkinan penularan bakteri dan virus patogen melalui jenis-jenis kerang lebih besar dibandingkan melalui ikan. Dengan demikian jumlah E. coli dalam air untuk budidaya kerang lebih diperhatikan dari pada dalam air untuk budidaya ikan dan rumput laut yang tidak dimakan mentah. Escherichia coli ( E. coli ) yang kadarnya 1000/100 ml dapat memberi petunjuk adanya bakteri patogen.

Senyawa – Senyawa fenol
Limbah senyawa fenol dalam perairan dapat merugikan karena :
Menimbulkan keracunan pada ikan dan biota yang menjadi makanannya.

Menguras oksigen dalam air. Hal ini disebabkan penguraian senyawa-senyawa fenol oleh mikro – organisme membutuhkan jumlah oksigen yang banyak.
Menimbulkan rasa tak sedap pada daging ikan.


Pestisida
Semua pestisida bersifat racun bagi manusia maupun organisme hidup lainnya. Sebagian pestisida bersifat persisten, misalnya organofosfat dan karbamat. Pestisida yang bersifat persisten umumnya lebih berbahaya, karena sukar untuk dikeluarkan setelah berada didalam jaringan tubuh. Gejala keracunan organoklorin umumnya sama, hanya berbeda dalam tingkat keparahan. Dalam kasus-kasus ringan, dapat menimbulkan sakit kepala, pusing-pusing, iritasi yang berlebihan (hyperirritability) dan rasa cemas. Dalam kasus-kasus berat, dapat menimbulkan fasikulasi otot yang merambat dari kepala, tangan dan kaki, diikuti dengan kejang-kejang yang akhirnya dapat menimbulkan kematian.


Polychlorinated Biphenyls (PCB)
Polychlorinated Biphenyls terdiri dari senyawa-senyawa bifenil yang mengandung l sampai 10 atom klor, sukar larut dalam air, mudah larut dalam lemak, minyak dan pelarut-pelarut non solar lainnya. PCB sukar mengalami penguraian, baik karena pengaruh panas maupun secara biologis. Ia mempunyai sifat dan struktur kimia yang hampir sama dengan pestisida. PCB dapat menyebabkan kulit terluka dan menaikkan aktivitas enzim-enzim hati yang mempunyai efek sekunder pada proses reproduksi (reproductive processes). Senyawa-senyawa PCB dapat bersifat “lethal” bagi organisme perairan. Organisme laut lebih sensitif terhadap senyawa-senyawa PCB dibanding organisme air tawar. Mereka dapat menaikkan aktivitas enzim-enzim hati yang mengurangi steroid, termasuk hormon kelamin.

Logam berat
Secara alamiah unsur-unsur logam berat terdapat di alam, namun dalam jumlah yang sangat rendah. Dalam air laut kandungan logam berat berkisar antara 10-5 – 10-2 ppm. Pada umumnya logam berat dibutuhkan oleh organisme hidup untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, tetapi pada kadar tertentu bersifat racun bagi organisme perairan. Dalam jumlah yang besar, akan bersifat racun. Toksisitas logam berat ini tergantung pada kadar dan bentuk senyawa. Contonya Cr dapat meninggikan kepekaan pada kulit. Tetapi air dengan kadar Cr = 0,05 ppm sangat kecil kemungkinannya untuk dapat menimbulkan penyakit. Disamping itu toksisitas juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan tersebut, seperti pH, salinitas, suhu, DO dan adanya faktor sinergis dan antagonis dari beberapa unsur dan lain-lainnya.


Radio – nuklida
Radionuklida adalah unsur-unsur yang dapat memancarkan sinar-sinar radioaktif.
Radionuklida yang memancarkan sinar α dan β sangat berbahaya bagi jaringan tubuh. Radionuklida ini bisa terdapat dalam air dan dapat terakumulasi dalam tubuh manusia, menyebabkan beberapa jenis penyakit, seperti kanker tulang dan leukemia.
Chemical Oxygen Demand ( COD )

Merupakan ukuran akan banyaknya zat-zat organik yang terdapat dalam suatu perairan. Zat-zat organik yang terdapat dalam air laut :

berasal dari alam atau buangan domestik, industri dan pertanian.

ada yang mudah diuraikan dan ada yang sukar diuraikan oleh mikroorganisme
umumnya bersifat toksik, sehingga membahayakan kehidupan organisme perairan.

BOD5
BOD5, yakni banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan zat organik yang terdapat dalam air selama 5 hari, menggambarkan banyaknya zat organik mudah terurai oleh kegiatan biokimia dalam suatu perairan.
Air dengan nilai BOD yang tinggi kurang baik untuk budidaya.


Senyawa organic
NH3-. Toksisitas NH3 dalam air laut lebih tinggi dibandingkan dalam air tawar. Hal ini disebabkan air laut bersifat basa. Kandungan oksigen dan karbon dioksida dalam air laut dapat mengurangi toksisitas amoniak (NH3).

H2S- Gas H2S yang terdapat dalam air laut berasal dari limbah perkotaan dan industri. Disamping itu juga berasal dari hasil proses penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme. Toksisitas H2S tergantung pada pH air laut. Semakin rendah pH air laut semakin tinggi toksisitas H2S. Pada kadar 0.05 ppm sudah bersifat fatal bagi organisme-organisme yang sensitif seperti ikan “trout” (ikan forel).

CN- Radikan sianida banyak terdapat dalam limbah industri. Toksisitas sianida sangat dipengaruhi oleh oksigen terlarut, pH dan temperatur perairan. Dalam bentuk bebas (HCN dan CN ) sangat beracun. Pada kadar 0,01 ppm sudah bersifat fatal bagi beberapa jenis ikan yang sensitif.

W a r n a
Air laut berwarna karena proses alami, baik yang berasal dari proses biologis maupun non-biologis. Produk dari proses biologis dapat berupa humus, gambut dan lain-lain, sedangkan produk dari proses non-biologis dapat berupa senyawa-senyawa kimia yang mengandung unsur Fe, Ni, Co, Mn, dan lain-lain. Selain itu perubahan warna air laut dapat pula disebabkan oleh kegiatan manusia yang menghasilkan limbah berwarna. Air laut dengan tingkat warna tertentu/dapat mengurangi proses fotosintesa serta dapat menganggu kehidupan biota akuatik terutama fitoplankton dan beberapa jenis bentos.


Minyak bumi
Minyak bumi lebih ringan daripada air laut dan di permukaan laut minyak ini menyebar. Kecepatan penyebaran tergantung pada volume dan viskositas. Ketebalan lapisan minyak bumi yang tertumpah di laut dapat berkisar antara 3 – 300 m.
Sebanyak 10.000 ton minyak dapat menyebar dengan radius antara 55 mm sampai 5 ½ km (WISAKSONO 1978).


KESIMPULAN
Di perairan pantai yang masih jauh dari kegiatan manusia di darat maupun di laut kondisi perairan masih relatif bersih. Namun dengan pesatnya pembangunan di Indonesia keadaan semacam itu sering tidak bertahan lama. Perairan yang telah diperuntukkan bagi budidaya yang semula bersih dan subur terpaksa harus mengalami tekanan pada lingkungan, baik yang berasal dari kegiatan-kegiatan manusia di sebelah menyebelah perairan maupun di darat.



sumber.
http://dkpmm.blogspot.com/2011/05/kualitas-air-dalam-budidaya-laut.html