Salah satu upaya peningkatan produksi kedelai di Indonesia adalah dengan perluasan areal tanam antara lain ke lahan kering masam. Kendala utama yang dihadapi adalah ketersediaan hara yang rendah di antaranya fosfor (P). Pada tanah masam dengan kandungan Al, Fe dan Mn tinggi hara P terikat menjadi Al-P, Fe-P dan Mn-P yang sukar larut sehingga tidak tersedia untuk tanaman.
Di lahan masam lebih dari 80% pupuk P yang diberikan ke tanah secara cepat ditransformasi ke bentuk P yang tidak tersedia. Salah satu cara untuk meningkatkan ketersediaan hara P di tanah masam adalah meningkatkan kelarutannya dengan memanfaatkan bakteri pelarut fosfat.

PUPUK HAYATI MI-2
Pupuk hayati MI-2 merupakan inokulan bakteri pelarut P yang terdiri atas empat isolat Pseudomonas spp koleksi Balitkabi dari lahan kering masam Lampung yang sudah dievaluasi keefektifannya di laboratorium, rumah kaca dan lapangan dan terbukti efektif untuk tanah masam. Isolat-isolat tersebut memiliki karakter yang saling melengkapi karena efektif melarutkan P dari sumber P yang berbeda (CaPO4, AlPO4 dan FePO4) dengan zona pelarutan P>2 cm dan pada media cair mampu melarutkan P>100 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk hayati MI-2 efektif untuk meningkatkan ketersediaan hara P yang terikat dalam fraksionasi Ca-P, Al-P atau Fe-P.

KEUNGGULAN MI-2
Keunggulan pupuk hayati MI-2 antara lain:
Pupuk hayati pelarut P yang terdiri atas empat isolat Pseudomonas sp yang efektif meningkatkan ketersediaan hara P dan mampu menurunkan 20-50% kebutuhan pupuk SP36 untuk kedelai di tanah masam.
Formula bahan pembawa yang terdiri dari campuran gambut, dolomit dan arang dengan pH 6,5 menghasilkan lingkungan tumbuh yang baik dan viabilitas yang tinggi bagi mikroba di dalamnya sehingga efektivitas pupuk hayati MI-2 tetap terjaga hingga 5-6 bulan penyimpanan pada suhu kamar (± 28 oC).
Penambahan methyl celullose 1% pada bahan pembawa memudahkan aplikasi dan perekatan pupuk MI-2 pada benih kedelai.
Cara pemakaian pupuk hayati MI-2 adalah dicampur rata dengan benih yang telah dibasahi dengan takaran 5 g/kg benih kedelai, dilakukan di tempat yang teduh (tidak dibawah terik matahari) kemudian benih yang telah diinokulasi segera ditanam.
Efektivitas pupuk hayati MI-2 tampak pada keragaan tanaman kedelai di lapangan yang menunjukkan penutupan kanopi dan warna daun yang lebih hijau dibanding kontrol dan tidak berbeda dengan yang dipupuk 200 kg SP36/ha (Gambar 1).

Gambar 1. Keragaan tanaman kedelai varietas Anjasmoro perlakuan kontrol atau tanpa inokulasi dan tanpa pupuk P (1), diinokulasi bakteri pelarut P tanpa pupuk P (2)  dan dipupuk 200 kg SP36/ha (5). Banten MH 2012
Pada percobaan pot menggunakan tanah masam Ultisol Lampung Timur, pupuk hayati MI-2 mampu meningkatkan hasil kedelai 23% setara dengan hasil pemupukan 200 kg SP36/ha, terlebih bila keduanya dikombinasikan. Peningkatan hasil ini didukung oleh meningkatnya serapan P tanaman (Gambar 2).


Gambar 2. Pengaruh pupuk hayati MI-2 dan SP36 terhadap hasil kedelai pada tanah Ultisol Lampung (Sumber: Suryantini 2009).
Pada penelitian di beberapa lokasi di tanah masam Ultisol Lampung, Banten dan Kalsel, pupuk hayati MI-2 rata-rata mampu meningkatkan hasil kedelai 30-40 % setara dengan hasil pemupukan 100 kg SP36/ha, terlebih bila keduanya dikombinasikan peningkatan hasilnya bisa mencapai 70% dibanding kontrol (tanpa pupuk P dan MI-2). Hal ini menunjukkan bahwa pupuk hayati MI-2 memiliki daya adaptasi lingkungan yang luas di tanah masam      (Tabel 1). Dengan penggunaan pupuk hayati MI-2 peningkatan hasil dengan cara menambahkan pupuk hingga 200 kg SP36/ha tidak bermanfaat.










Ditulis oleh Dra. Suryantini. Disarikan dan diedit oleh Eriyanto Yusnawan, PhD
BALITKABI



 
Top