Nabi  Musa AS ( Moses  ) adalah keturunan ke-4 dari Nabi Ya’qub AS yang  tinggal di Mesir  semenjak Nabi Yusuf berkuasa disana. Nabi Musa A.S.  dan saudarnya Nabi  Harun diutus Allah untuk berdakwah di negeri Mesir,  dan mengajak Bani  Israil menyembah Allah SWT.Di  zaman  Nabi Musa A.S., Mesir saat itu dikuasai oleh Fir’aun. Penduduk  Mesir  terdiri dari 2 bangsa, yaitu penduduk asli Mesir yang disebut  sebagai  orang Qubti, dan orang Israil, yaitu keturunan Nabi Ya’qub AS.
Kebanyakan  orang Qubti  menduduki jabatan-jabatan tinggi, sedang orang Israil  kebanyakan hanya  memiliki kedudukan rendah, seperti buruh, pelayan dan  pesuruh.
Firaun  memerintah negri  tersebut dengan tangan besi. Ia diktator bengis yang  tidak memiliki rasa  kemanusiaan. Fir’aun suka Mabuk dan sangat rakus  kekuasaan. Tetapi, hal  yang paling parah dari Fir’aun adalah bahwa ia  sampai berani menyebut  dirinya sebagai Tuhan.
Suatu  ketika,  Fir’aun dalam tidurnya mengalami sebuah mimpi. Dalam mimpinya,  Fir’aun  melihat Mesir terbakar dan semua penduduknya mati, kecuali  kaum Israel.  Oleh para dukun / paranormal kerajaannya mimpi tersebut  kemudian di  tafsirkan.
Arti tafsir mimpi  tersebut  menurut paranormal Fir’aun adalah bahwa akan lahir seorang bayi   laki-laki dari Bani Israil yang akan merampas kekuasaan Fir’aun.
Mendengar   hal tersebut, Fir’aun kemudian menginstruksikan seluruh pasukannya   untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir. Fir’aun memerintahkan   agar setiap rumah digeledah dan jika mereka menemukan bayi laki-laki,   maka bayi itu harus dibunuh.
Di  masa  itu, Yukabad istri dari Imron bin Qahat bin Lewi bin Ya’qub AS,   melahirkan seorang bayi laki-laki (Musa), dan kelahiran itu dia   dirahasiakan. Yukabad merasa sangat gelisah karena penyelidikan yang   dilakukan para petugas sangat ketat.
Suatu  ketika ibu Musa mendapat  petunjuk melalui mimpinya agar anaknya yang  berusia 3 bulan dimasukkan  ke dalam kotak lalu dihanyutkan ke sungai  Nil. Allah SWT menjamin bahwa  bayinya pasti akan selamat, bahkan Yukabad  kelak tetap akan dapat  merawatnya.
Isyarat  itu kemudian  dilaksanakan dengan penuh ketabahan dan tawakal oleh  Yukabad. Kakaknya  Musa kemudian diperintahkan ibunya untuk mengikuti  kemana peti itu  hanyut dan di tangan siapakah Musa nantinya ditemukan.  Kotak yang  berisi bayi itu tiba-tiba tersangkut pohon dan berhenti di  belakang  rumah Fir’aun.
Fir’aun  memiliki  seorang Puteri yang berpenyakit belang. Puteri tersebut  kemudian  menemukan kotak berisi bayi tersebut. Ia kemudian mengambil  kotak yang  berisi bayi yang tersangkut pohon tersebut.
Ketika   Ia menyentuh Musa, mendadak penyakit belangnya sembuh. Dengan perasaan   gembira ia membawa peti itu kepada Asiah, istri Fir’aun, dan  memberitahu  apa yang telah terjadi. Asiah mengambil bayi itu dan  berniat untuk  memeliharanya.
Asiah  adalah seorang  yang beriman kepada Allah SWT. Namun karena takut akan  kekejaman  Fir’aun, ia lalu menyembunyikan keimanannya. Melihat istrinya  membawa  seorang bayi laki-laki, Firaun ingin membunuh Bayi tersebut.
Asiahpub  berkata: “Jangan  membunuh anak ini karena aku menyayanginya. Lebih baik  kita mengasuhnya  seperti anak kita sendiri karena aku tidak mempunyai  anak.” Dengan  kata-kata dari istrinya tersebut, Firaun tidak sampai hati  untuk  membunuh Musa.
Bayi itu  kemudian  oleh Asiah diberi nama Musa, yang artinya air dan pohon ( mu =  air, sa  = pohon ) yang maksudnya adalah tempat ditemukannya nabi Musa (  kotak  yang berada di air dan tersangkut di pohon ).
Setelah   Musa diangkat anak, kemudian Aisah mencari pengasuh, tapi tidak  seorang  pun yang dapat menyusui Musa dengan baik, Musa selalu menangis  dan  tidak mau disusui. Setelah lelah mencari, akhirnya Aisah menemukan   pengasuh yang bisa mengasuh musa dengan baik.
Pengasuh   tersebut tidak lain adalah Yukabad, ibu kandung Musa. Yukabad   mengajukan dirinya sendiri untuk mengasuh dan membesarkan Musa di istana   Firaun. Diceritakan dalam Al-Quran: “Maka Kami kembalikan Musa kepada   ibunya supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya dia   mengetahui janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan manusia tidak   mengetahuinya.”
Pada suatu hari,   Firaun memangku Musa yang masih kanak-kanak, tetapi tiba-tiba  janggutnya  ditarik Musa hingga dia kesakitan, lalu berkata: “Wahai  istriku,  mungkin anak inilah yang akan menjatuhkan kekuasaanku.”  Istrinya  berkata: “Sabarlah, dia masih anak-anak, belum berakal dan  belum  mengetahui apa pun.”
Sejak berusia  tiga bulan hingga  dewasa Musa tinggal di istana Firaun. Nabi Musa  dibesarkan sebagaimana  anak-anak raja yang lain. Ia Berpakaian seperti  Fir’aun, mengendarai  kendaraan Fir’aun, sehingga ia dikenal sebagai  Pangeran Musa bin  Fir’aun.
Walaupun  dididik dalam  tradisi istana, sejak kecil Nabi Musa memahami bahwa ia  bukan anak  Fir’aun melainkan keturunan dari Bani Israil yang tertindas.  Karena  prihatin terhadap nasib rakyat yang dianiaya oleh keluarga raja  dan  para pembesar kerajaan, Nabi Musa bertekad untuk membela kaumnya  yang  lemah.
Suatu ketika, saat Nabi   Musa berjalan-jalan di kota, Nabi Musa A.S. melihat dua orang laki-laki   sedang berkelahi, satu dari kalangan Bani Israel bernama Samiri dan  satu  lagi kaum asli bangsa Mesir, Fatun. Melihatkan perkelahian itu  Nabi  Musa mencoba untuk mendamaikan mereka, tetapi malah ditepis oleh  Fatun.  Lalu Nabi Musa memukul Fatun sehinnga Fatun tersungkur dan lalu   meninggal dunia.
Seorang saksi  yang  melihat kejadian itu lalu melaporkan hal ini kepada Fir’aun.  Mengetahui  bahwa Nabi Musa membela orang Israil, Fir’aun segera  memerintahkan orang  untuk menangkap Nabi Musa. Akhirnya Nabi Musa  melarikan diri dan  memutuskan untuk meninggalkan Mesir. Ia bertaubat  dan memohon ampun  kepada Allah. Saat itu ia berusia 18 tahun.
Hal ini dikisahkan dalam Al – Qur’an tepatnya di Al-Qasas:14-21
Dan  setelah Musa cukup umur dan  sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya  hikmah (kenabian) dan  pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan  kepada orang-orang  yang berbuat baik.
Dan  Musa  masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka   didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang   seorang dari golongannya (Bani Israel) dan seorang (lagi) dari musuhnya   (kaum Firaun).
Maka orang yang  dari  golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang  yang  dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu.  Musa  berkata: “Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu  adalah  musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).
Musa   mendoa: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri   karena itu ampunilah aku”. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah   Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Musa  berkata: “Ya Tuhanku, demi  nikmat yang telah Engkau anugerahkan  kepadaku, aku sekali-kali tiada  akan menjadi penolong bagi orang-orang  yang berdosa”.
Karena  itu, jadilah  Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan  khawatir (akibat  perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta  pertolongan kemarin  berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa  berkata kepadanya:  “Sesungguhnya kamu benar-benar orang sesat yang  nyata (kesesatannya)”.
Maka   tatkala Musa hendak memegang dengan keras orang yang menjadi musuh   keduanya, musuhnya berkata: “Hai Musa, apakah kamu bermaksud hendak   membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang manusia?
Kamu   tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat   sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak menjadi salah   seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian”.
Dan   datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya   berkata: “Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding   tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini)   sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu”.
Maka   keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan   khawatir, dia berdoa: “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang   yang lalim itu”.
Nabi Musa pergi  ke  Madyan, kota tempat tinggal Nabi Syu’aib AS. Dari Mesir ke Madyan  harus  ditempuh berjalan kaki selama 8 hari. Karena kelelahan dan merasa  lapar,  Nabi Musa beristirahat di bawah pepohonan.
Tak   jauh dari tempatnya beristirahat, ia melihat dua gadis itu berusaha   mendapatkan air di sumur guna memberi minum ternak yang mereka   gembalakan tetapi mereka mengalami kesulitan karena harus berebutan   dengan sekelompok pria-pria kasar yang tampak tidak mau mengalah.
Melihat   itu, Nabi Musa segera bergerak menolong kedua gadis tersebut.  Laki-laki  kasar tadi mencoba melawan Nabi Musa, tapi Nabi Musa dapat  mengalahkan  mereka.
Kedua gadis  ini tak lain  adalah putri-putri Nabi Syu’aib AS. Mereka lalu melaporkan  kejadian yang  telah mereka alami bersama Nabi Musa kepada ayah mereka.  Nabi Syu’aib  kemudian menyuruh kedua putrinya untuk mengundang Nabi  Musa datang ke  rumah mereka.
Nabi  Musa memenuhi  undangan itu. Keluarga Nabi Syu’aib sangat senang  melihat kehadiran Nabi  Musa. Sikapnya yang sopan menunjukan bahwa ia  adalah seorang pemuda  bermartabat dari kalangan bangsawan.
Kepada  Nabi Syu’aib, Nabi Musa  menceritakan peristiwa pembunuhan yang telah  dilakukannya, yang  menyebabkan ia terusir dari Mesir. Nabi Syu’aib  menyarankan agar ia  tetap tinggal di rumahnya agar terhindar dari  kejaran orang-orang  Fir’aun.
Nabi  Syu’aib bermaksud  menikahkan Nabi Musa dengan salah seorang putrinya.  Sebagai syarat mas  kawin, Nabi Musa diminta untuk bekerja menggembalakan  ternak-ternak  milik Nabi Syu’aib selama 8 tahun. Nabi Musa menyanggupi  syarat  tersebut, bahkan ia menggenapkan masa kerjanya menjadi 10 tahun.  Ia  menjalani pekerjaannya dengan sabar.
Selama   masa 10 tahun tersebut, terlihatlah oleh keluarga Nabi Syu’aib bahwa   Nabi Musa itu di adalah pemuda yang kuat, perkasa, jujur dan dapat   diandalkan.
Tak salah jika Nabi   Syu’aib mengambilnya sebagai menantu dan menikahkan Nabi Musa dengan   salah satu anaknya, yaitu Shafura. Nabi Musa sangat bahagia hidup   bersama Shafura. Nabi Syu’aib juga lega karena Shafura mendapat   pelindung yang dapat dipercaya.
Hal ini dikisahkan dalam Al – Qur’an tepatnya di Al-Qasas:22-28
Dan tatkala ia menghadap kejurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi): “Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar”.
Dan   tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana   sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di   belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat   (ternaknya).
Musa berkata:  “Apakah  maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab:  “Kami  tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum  pengembala-pengembala itu  memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami  adalah orang tua yang telah  lanjut umurnya”.
Maka  Musa memberi  minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia  kembali ke  tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku  sangat  memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”.
Kemudian  datanglah kepada Musa  salah seorang dari kedua wanita itu berjalan  kemalu-maluan, ia berkata:  “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia  memberi balasan terhadap  (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami”.
Maka   tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syuaib) dan menceritakan kepadanya   cerita (mengenai dirinya). Syuaib berkata: “Janganlah kamu takut. Kamu   telah selamat dari orang-orang yang lalim itu”.
Salah   seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai   orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling   baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat   lagi dapat dipercaya”.
Berkatalah   dia (Syuaib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah   seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku   delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah   (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan   kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”.
Dia   (Musa) berkata: “Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja   dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada   tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa   yang kita ucapkan”.
Sepuluh tahun  setelah  meninggalkan Mesir, Nabi Musa berniat kembali ke sana bersama  istrinya,  Shafura. Nabi Musa sadar, tidak mustahil bahwa orang-orang  Mesir masih  akan mencarinya, oleh sebab itu ia dan istrinya tidak berani  melalui  jalan biasa melainkan memilih jalan memutar.
Sampai   suatu malam, mereka tersesat tak tahu arah mana yang harus ditempuh   untuk meneruskan perjalanan ke Mesir. Saat itulah Nabi Musa melihat ada   cahaya api yang terang benderang di atas sebuah bukit. Nabi Musa  berkata  kepada istrinya, “Tunggu disini, aku akan mengambil api itu  untuk  menerangi jalan kita.”
Tatkala  Nabi  Musa menghampiri api tersebut, tiba-tiba terdengar suara menyeru,  “Hai  Musa! Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua  terompahmu.  Sesungguhnya kamu berada di lembah suci Thuwa.
Dan   aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan   kepadamu. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah. Tiada Tuhan selain Aku,   maka sembahlah Aku, dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku.”
Inilah   wahyu pertama yang diterima langsung oleh Nabi Musa AS. Dengan   diterimanya wahyu ini, maka Musa telah diangkat sebagai Nabi dan Rasul.   Sebagai rasul, Allah SWT memberinya mukjizat berupa tongkat yang bisa   berubah menjadi ular dan tangannya yang dapat bersinar putih cemerlang   setelah dikepitkan di ketiaknya.
Hal ini dikisahkan dalam Al – Qur’an tepatnya di Al-Thaahaa:9 – 23
Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa?
Ketika   ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: “Tinggallah  kamu  (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat   membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di   tempat api itu”.
Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: “Hai Musa.
Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa.
Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).
Sesungguhnya   Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka   sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku.
Sesungguhnya   hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya   tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan.
Maka   sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang   tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya,   yang menyebabkan kamu jadi binasa”.
Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa?
Berkata   Musa: “Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul   (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang   lain padanya”.
Allah berfirman: “Lemparkanlah ia, hai Musa!”
Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.
Allah berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula,
dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu niscaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacad, sebagai mukjizat yang lain (pula),
untuk   Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami   yang sangat besar. Dalam perjalannya menuju kembali ke Mesir bersama   istrinya Shafura ( Anak Nabi Syu’aib ), tepatnya di lembah suci Thuwa,   Nabi Musa AS di angkat oleh Allah SWT sebagai Nabi dan Rasul.
Di tempat itu juga Nabi Musa AS diberi Tongkat yang atas izin Allah menjadi Mukjizat yang diberikan kepada Nabi Musa AS.
Allah   SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk kembali ke Mesir dan berdakwah   kepada Fir’aun dan pengikutnya. Nabi Musa masih merasa takut kembali ke   Mesir karena dulu ia pernah membunuh orang Mesir ( Cek Kisah Nabi-Nabi :   Nabi Musa A.S.[ Episode 1 : Kelahiran - Menjadi Nabi ] ), namun Allah   menjanjikan perlindungan untuknya sehingga hati Nabi Musa menjadi   tentram.
Untuk lebih memantapkan   dakwahnya, Nabi Musa memohon kepada Allah agar ia ditemani oleh Nabi   Harun, saudaranya, karena Nabi Harun memiliki kempauan yang hebat dalam   berbicara dan berdebat. Permintaan Nabi Musa dikabulkan. Nabi Harun  yang  masih berada di Mesir digerakkan hatinya oleh Allah sehingga ia   berjalan menemui Nabi Musa.
Hal ini dinyatakan dalam surat Al-Qasas: 32-35
Masukkanlah   tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia ke luar putih tidak bercacat  bukan  karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada) mu bila   ketakutan, maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu  (yang  akan kamu hadapkan kepada Firaun dan pembesar-pembesarnya).   Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik”.
Musa   berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku, telah membunuh seorang manusia   dari golongan mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.
Dan   saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia   bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan) ku;   sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku”.
Allah   berfirman: “Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan   kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat   mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami,   kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang menang”.
Hal ini juga dituliskan di surat Tâhâ: 42-47.
Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku;
Pergilah kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas;
maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”.
Berkatalah   mereka berdua: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia   segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas”.
Allah berfirman: “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat”.
Maka   datanglah kamu berdua kepadanya (Firaun) dan katakanlah: “Sesungguhnya   kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israel  bersama  kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami  telah datang  kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari  Tuhanmu. Dan  keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti  petunjuk.
Akhirnya  bersama-sama  Nabi Harun, Nabi Musa menghadap Fir’aun. Ia mengadakan  dialog dengan  Fir’aun tentang Tuhan. Namun Fir’aun menanggapinya dengan  sinis dan  mengejek Nabi Musa tak tahu diri. Dulu Nabi Musa diasuh dan  dibesarkan  di istana Mesir, tapi kini ia malah berbalik menentang  Fir’aun.
Nabi  Musa menjawab bahwa  semua itu terjadi disebabkan karena ulah Fir’aun  sendiri. Seandainya  Fir’aun tidak memerintahkan tentaranya untuk  membunuh bayi laki-laki,  tidak mungkin ia dihanyutkan di sungai Nil  sehingga akhirnya ditemukan  dan diangkat anak oleh Asiah, istri  Fir’aun.
Nabi Musa tidak merasa berhutang budi kepada Fir’aun karena ini semua memang salah Fir’aun dari awalnya.
Nabi  Musa mengatakan bahwa  sesungguhnya Fir’aun bukanlah Tuhan. Ada Tuhan  lain yang berhak  disembah, Tuhan nenek moyang mereka, Tuhan seluruh alam  semesta.  Fir’aun sangat murka dan meminta Nabi Musa untuk menunjukkan   tanda-tanda kebesaran Tuhan.
Di   depan masyarakat luas, Nabi Musa AS dapat menunjukkan mukjizatnya   menghadapi ahli-ahli sihir Fir’aun. Musa mempersilakan ahli-ahli sihir   Fir’aun untuk mempertunjukkan kebolehan mereka lebih dulu. Mereka lalu   melemparkan tali dan tongkat-tongkatnya.
Tak   lama kemudian tali-tali dan tongkat-tongkat tadi berubah menjadi ular   yang jumlahnya sampai ribuan. Fir’aun tertawa bangga menyaksikan   kebolehan para ahli sihirnya. Masyarakat yang hadir disana juga   terkagum-kagum.
Dengan tenang  Nabi  Musa melemparkan tongkatnya, tongkat itu segera berubah menjadi  ular  yang sangat besar dan langsung melahap ular-ular para ahli sihir   Fir’aun. Dalam waktu singkat, ular-ular itu habis ditelan oleh ular Nabi   Musa.
Para ahli sihir itu   terbelalak heran. Apa yang diperlihatkan Musa bukanlah seperti sihir   yang mereka pelajari dari syaitan. Sadar akan hal itu, para ahli sihir   tersebut berlutut kepada Nabi Musa dan menyatakan bahwa mereka menjadi   pengikut ajaran yang dibawa Nabi Musa. Mereka bertaubat dan hanya akan   menyembah kepada Allah saja.
Kisah ini dijelaskan dalam surat Asy-Syu’arâ’: 18-51
Firaun   menjawab: “Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami,   waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa   tahun dari umurmu.
dan kamu telah   berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk   golongan orang-orang yang tidak membalas guna”.
Berkata Musa: “Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf.
Lalu   aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku   memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di  antara  rasul-rasul.
Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israel”.
Firaun bertanya: “Siapa Tuhan semesta alam itu?”
Musa   menjawab: “Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara   keduanya. (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang)   mempercayai-Nya”.
Berkata Firaun kepada orang-orang sekelilingnya: “Apakah kamu tidak mendengarkan?”
Musa berkata (pula): “Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu”.
Firaun berkata: “Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila”.
Musa   berkata: “Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di   antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal”.
Firaun  berkata: “Sungguh jika  kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku  akan menjadikan kamu  salah seorang yang dipenjarakan”.
Musa berkata: “Dan apakah (kamu akan melakukan itu) kendati pun aku tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?”
Firaun berkata: “Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang nyata itu, jika kamu adalah termasuk orang-orang yang benar”.
Maka Musa melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular yang nyata.
Dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya), maka tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang-orang yang melihatnya.
Firaun   berkata kepada pembesar-pembesar yang berada di sekelilingnya:   Sesungguhnya Musa ini benar-benar seorang ahli sihir yang pandai,
ia hendak mengusir kamu dari negerimu sendiri dengan sihirnya; maka karena itu apakah yang kamu anjurkan?”
Mereka   menjawab: “Tundalah (urusan) dia dan saudaranya dan kirimkanlah ke   seluruh negeri orang-orang yang akan mengumpulkan (ahli sihir),
niscaya mereka akan mendatangkan semua ahli sihir yang pandai kepadamu’.
Lalu dikumpulkanlah ahli-ahli sihir pada waktu yang ditetapkan di hari yang maklum,
dan dikatakan kepada orang banyak: “Berkumpullah kamu sekalian.
semoga kita mengikuti ahli-ahli sihir jika mereka adalah orang-orang yang menang”
Maka   tatkala ahli-ahli sihir datang, mereka bertanya kepada Fir’aun:  “Apakah  kami sungguh-sungguh mendapat upah yang besar jika kami adalah   orang-orang yang menang?”
Firaun menjawab: “Ya, kalau demikian, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan menjadi orang yang didekatkan (kepadaku)”.
Berkatalah Musa kepada mereka: “Lemparkanlah apa yang hendak kamu Lemparkan”.
Lalu   mereka melemparkan tali temali dan tongkat-tongkat mereka dan berkata:   “Demi kekuasaan Firaun, sesungguhnya kami benar-benar akan menang”.
Kemudian Musa melemparkan tongkatnya maka tiba-tiba ia menelan benda-benda palsu yang mereka ada-adakan itu.
Maka tersungkurlah ahli-ahli sihir sambil bersujud (kepada Allah).
mereka berkata: “Kami beriman kepada Tuhan semesta alam,
(yaitu) Tuhan Musa dan Harun“.
Firaun   berkata: “Apakah kamu sekalian beriman kepada Musa sebelum aku memberi   izin kepadamu? Sesungguhnya dia benar-benar pemimpinmu yang  mengajarkan  sihir kepadamu maka kamu nanti pasti benar-benar akan  mengetahui (akibat  perbuatanmu); sesungguhnya aku akan memotong  tanganmu dan kakimu dengan  bersilangan dan aku akan menyalibmu  semuanya”.
Mereka berkata: “Tidak ada kemudaratan (bagi kami); sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami,
sesungguhnya   kami amat menginginkan bahwa Tuhan kami akan mengampuni kesalahan  kami,  karena kami adalah orang-orang yang pertama-tama beriman”.
Fir’aun   sangat murka melihat pengkhianatan para ahli sihir-nya yang telah   bertaubat itu. Ia mengancam akan menyiksa mereka dengan siksaan yang   sangat kejam, namun para ahli sihir itu tetap memilih menjadi pengikut   Nabi Musa. Apalagi Istri Fir’aun akhirnya memutuskan untuk mengikuti   ajaran Nabi Musa.
Akhirnya  Fir’aun  memerintahkan untuk memotong tangan dan kaki mereka, serta  menyalib  mereka di batang pohon kurma. Mereka pun menerimanya dengan  sabar dan  tetap beriman kepada Allah. Jumlah mereka saat itu 70 orang.  Sedangkan  untuk Istri Fir’aun, Ia siksa sendiri hingga meninggal dunia.
Kejengkelan   Fir’aun memuncak setelah Nabi Musa AS memperoleh pengikut yang lebih   banyak. Fir’aun menjadi semakin kejam terhadap Bani Israil. Nabi Musa AS   senantiasa menyuruh kaumnya untuk bersabar menghadapi   kesewenang-wenangan Fir’aun. Fir’aun pun tak henti-hentinya mengejek dan   menghina Nabi Musa.
Karena semakin  lama tindakan  Fir’aun semakin merajalela, Nabi Musa AS akhirnya berdoa  kepada Allah  SWT agar Fir’aun dan pengikutnya diberi azab. Allah SWT  mengabulkan doa  Nabi Musa. Kerajaan Fir’aun dilanda krisis keuangan.  Selain itu  wilayah Mesir dilanda kemarau panjang.
Banyak   panen yang gagal, tanaman dan pepohonan banyak yang mati, disusul  badai  topan yang merobohkan rumah-rumah mereka. Jutaan belalang  berdatangan  menyerbu hewan dan perkebunan, juga kutu dan katak. Setelah  kemarau,  muncul banjir besar.
Akibat  banjir  itu kemudian juga muncul wabah penyakit. Anak laki-laki bangsa  Mesir  mendadak mati, tak terkecuali anak-anak Fir’aun sendiri, termasuk  putra  mahkota.
Riwayat ini terdapat dalam surat Al-Mu’minûn: 26, Az-Zukhruf: 51-54, Yûnus: 88-89, dan Al-A’râf: 130-135.
Al-Mu’minûn: 26
Dan   berkata Firaun (kepada pembesar-pembesarnya): “Biarkanlah aku membunuh   Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku   khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka   bumi”.
Az-Zukhruf: 51-54
Dan  Firaun berseru kepada  kaumnya (seraya) berkata: “Hai kaumku, bukankah  kerajaan Mesir ini  kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir  di bawahku; maka  apakah kamu tidak melihat (nya)?
Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)?
Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya.”
Maka   Firaun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh   kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.
Yûnus: 88-89
Musa   berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada   Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam   kehidupan dunia, ya Tuhan kami akibatnya mereka menyesatkan (manusia)   dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan   kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka   melihat siksaan yang pedih.”
Allah   berfirman: “Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua,   sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah   sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui”.
Al- A’râf: 130-135.
Dan   sesungguhnya Kami telah menghukum (Firaun dan) kaumnya dengan   (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan,   supaya mereka mengambil pelajaran.
Kemudian   apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: “Ini adalah   karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka   lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang   besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah   ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Mereka  berkata: “Bagaimanapun  kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk  menyihir kami dengan  keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan  beriman kepadamu”.
Maka  Kami  kirimkan kepada mereka tofan, belalang, kutu, katak dan darah  sebagai  bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan  mereka  adalah kaum yang berdosa.
Dan  ketika  mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) mereka pun  berkata:  “Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan  (perantaraan)  kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu.  Sesungguhnya jika kamu  dapat menghilangkan azab itu daripada kami,  pasti kami akan beriman  kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israel  pergi bersamamu”.
Maka  setelah  kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang  mereka  sampai kepadanya, tiba-tiba mereka mengingkarinya.
Bani   Israil yang makin menderita karena ulah Fir’aun dan pengikutnya  meminta  Nabi Musa AS untuk membawa mereka keluar dari Mesir. Setelah  mendapat  wahyu dari Allah agar mengajak kaumnya pergi meninggalkan  Mesir, Musa  lalu membawa kaumnya ke Baitulmakdis.
Mereka   pergi secara diam-diam di malam hari. Ketika sampai di tepi Laut  Merah,  mereka baru menyadari bahwa tentara Fir’aun mengejar mereka.  Para  pengikut Nabi Musa sangat panik karena tidak bisa lari kemana pun.  Saat  itulah turun wahyu agar Musa memukulkan tongkatnya ke laut.
Laut   pun membelah hingga terbentang jalan bagi Musa dan pengikutnya untuk   menyeberang. Fir’aun dan tentaranya mengejar rombongan tersebut, namun   ketika Nabi Musa dan pengikutnya telah sampai di tepi sementara Fir’aun   dan tentaranya masih di tengah laut, atas perintah Allah laut pun   kembali menutup hingga Fir’aun dan pasukannya tenggelam.
Di   saat-saat terakhir menjelang kematiannya, Fir’aun sempat bertaubat dan   menyatakan diri beriman kepada Allah. Namun taubat menjelang ajal yang   dilakukan oleh Fir’aun itu sudah terlambat dan tidak lagi diterima  oleh  Allah, sehingga matilah ia dalam keadaan tetap kafir.
Kisah tentang ini terdapat dalam surat Tâhâ: 77-79, Asy-Syu’arâ: 60-68, dan Yûnus: 90-92.
Tâhâ: 77-79
Dan   sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah kamu dengan   hamba-hamba-Ku (Bani Israel) di malam hari, maka buatlah untuk mereka   jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan   tidak usah takut (akan tenggelam)”.
Maka Firaun dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka.
Dan Firaun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi petunjuk.
Asy-Syu’arâ: 60-68
Maka Firaun dan bala tentaranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit.
Maka   setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah  pengikut-pengikut  Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul”.
Musa menjawab: “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku”.
Lalu   Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”.  Maka  terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung  yang  besar.
Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain.
Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya.
Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu.
Sesungguhnya   pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar   (mukjizat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman.
Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.
Yûnus: 90-92
Dan   Kami memungkinkan Bani Israel melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh   Firaun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas   (mereka); hingga bila Firaun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia:   “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai  oleh  Bani Israel, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri  (kepada  Allah)”.
Apakah sekarang  (baru kamu  percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak  dahulu, dan kamu  termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.
Maka   pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi   pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya   kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.
Ternyata,  mayat Fir’aun tetap  utuh sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat  Yûnus: 92, sebagai  tanda bagi umat yang kemudian. Ini telah terbukti  dengan diketemukannya  mummi Fir’aun (Pharaoh) di Mesir pada abad ke-20  M.
Nabi  Musa dan Bani Israil  akhirnya selamat dari kejaran Fir’aun setelah  mereka berhasil melewati  laut merah. Untuk menyebrangi Laut Merah, Nabi  Musa AS memukul  tongkatnya ke laut, dengan izin Allah, pukulan Tongkat  itu membuat Laut  Merah terbelah sehingga menciptkan jalan bagi Nabi  Musa dan pengikutnya  untuk dapat menghindari kejaran Fir’aun dan  tentaranya.
Fir’aun  yang melihat  Laut Merah terbelah memutuskan juga untuk mengejar Nabi  Musa melalui  jalur tersebut. Sayang saat Nabi Musa telah berhasil  menyebrang,  tentara Fir’aun masih berada di tengah laut. Atas perintah  Allah, laut  yang terbelah itu menyatu kembali sehinnga Fir’aun dan  tentaranya tewas  tenggelam di laut merah.
Dalam   perjalanan ke Mesir, Bani Israil sangat manja. Saat mereka haus, Musa   memukulkan tongkatnya ke batu. Dari batu tersebut, memancarlah 12 mata   air, sesuai dengan jumlah suku (sibith) Bani Israil, sehingga   masing-masing suku memiliki mata air sendiri.
Di   Gurun Sinai yang panas terik, tak ada rumah untuk dihuni, tak ada  pohon  untuk berteduh, maka Allah menaungi mereka dengan awan.
Ketika   bekal makanan dan minuman mereka habis, mereka pun meminta Musa  memohon  pada Allah SWT agar diberikan makanan dan minuman, maka Allah   menurunkan kepada mereka Manna dan Salwa.
Manna   adalah makanan yang turun dari udara seperti turunnya embun, turun di   atas batu dan daun pohon. Rasanya manis seperti madu. Sedang Salwa   adalah sejenis burung puyuh yang datang berbondong-bondong silih   berganti sampai-sampai hampir menutupi bumi lantaran banyaknya.
Mendapat   karunia dan rezki yang demikian melimpahnya dari Allah, Bani Israil   bukannya bersyukur, malah mereka meminta makanan dari jenis yang lain   lagi. Disinilah mulai terlihat betapa Bani Israil itu sangat kufur   terhadap nikmat Allah.
Berbagai tuntutan dan permintaan dari Bani Israil ini diceritakan dalam surat Al-A’râf: 160 dan Al-Baqarah: 61.
Al-A’râf: 160
Dan   mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya  berjumlah  besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta  air  kepadanya: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu!”. Maka memancarlah   daripadanya duabelas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui   tempat minum masing-masing.
Dan Kami  naungkan awan di atas  mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan  salwa. (Kami  berfirman); “Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah  Kami rezekikan  kepadamu”. Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi merekalah  yang selalu  menganiaya dirinya sendiri.
Al-Baqarah: 61.
Dan   (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak bisa sabar   (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami   kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang   ditumbuhkan bumi, yaitu: sayur-mayur, ketimun, bawang putih, kacang adas   dan bawang merahnya”.
Musa  berkata:  “Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti  yang lebih  baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa  yang kamu  minta”. Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan,  serta  mereka mendapat kemurkaan dari Allah.
Hal   itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan   membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi)   karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.
Setelah   persoalan dengan Fir’aun selesai, Nabi Musa AS memohon untuk diberikan   kitab suci sebagai pedoman. Allah SWT lalu memerintahkan Nabi Musa AS   untuk berpuasa selama 30 hari dan pergi berkhalwat ke Bukit Thur   Al-Aiman atau Thursina. Sebelum pergi, Nabi Musa meminta Nabi Harun   menjadi wakilnya untuk mengurus kaumnya.
Setelah   berpuasa selama 30 hari, Allah memerintahkannya berpuasa 10 hari lagi   untuk menggenapkan ibadahnya menjadi 40 hari. Setelah itu Allah   berbicara kepadanya dengan Kalam-Nya yang Azali, sehingga Musa pun   memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh manusia lain.
Dalam   kesempatan bermunajat di Bukit Thursina ini, timbul kerinduan Nabi  Musa  untuk bertemu Allah SWT. Ia pun meminta agar Allah SWT mengizinkan   dirinya untuk melihat Zat-Nya. Allah SWT mengatakan bahwa Nabi Musa   telah meminta sesuatu yang diluar kesanggupan Nabi Musa AS. Allah SWT   kemudian menyuruh Nabi Musa untuk melihat ke sebuah bukit.
Allah   akan menampakkan wujudnya kepada bukit itu. Jika bukit itu tetap tegak   berdiri, maka Nabi Musa dapat melihat-Nya, namun jika bukit yang lebih   besar darinya itu tak mampu bertahan, maka terlebih lagi dirinya.
Ketika  Nabi Musa mengarahkan  pandangan ke bukit tersebut, seketika itu pula  bukit itu hancur luluh.  Melihat itu Nabi Musa merasa terkejut dan ngeri,  ia pun jatuh pingsan.
Setelah   sadar, ia bertasbih dan bertahmid seraya memohon ampun kepada Allah  SWT  atas kelancangannya. Selanjutnya, Allah SWT memberikan kitab Taurat   sebagai kitab suci yang berupa kepingan-kepingan batu. Di dalamnya   tertulis pedoman hidup dan penuntun beribadah kepada Allah SWT.
Kisah munajat Nabi Musa AS di Bukit Thursina ini diceritakan dalam surat Al-A’râf: 142-145.
Dan   telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu   waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan   sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan   Tuhannya empat puluh malam.
Dan   berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: “Gantikanlah aku dalam   (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan   orang-orang yang membuat kerusakan.”
Dan   tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah   Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,  berkatalah  Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar  aku dapat  melihat kepada Engkau”.
Tuhan   berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah  ke  bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala)  niscaya  kamu dapat melihat-Ku”.
Tatkala   Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu   hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar   kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan   aku orang yang pertama-tama beriman”.
Sepeninggal   Nabi Musa AS, Bani Israil dihasut oleh seorang munafik bernama Samiri.   Karena keyakinan tauhid mereka yang memang belum terlalu tebal, dengan   mudah mereka termakan hasutan Samiri. Bani Israil membuat patung anak   sapi yang disembah sebagai tuhan mereka.
Sebelum   pergi ke bukit Thursina, Nabi Musa berkata kepada kaumnya bahwa ia  akan  meninggalkan mereka tidak lebih dari 30 hari. Ketika Allah   memerintahkannya untuk menambah ibadahnya 10 hari lagi sehingga   bertambah lama kepergiannya, maka Bani Israil menganggap Nabi Musa telah   melupakan mereka.
Samiri mengatakan  kepada Bani  Israil bahwa keterlambatan Nabi Musa ini disebabkan karena  mereka telah  membuat marah Tuhan dengan mengambil perhiasan-perhiasan  dari kuburan  orang-orang Mesir. Maka untuk meminta ampun kepada Tuhan  dan agar Nabi  Musa mau kembali pada mereka, mereka harus melemparkan   perhiasan-perhiasan tersebut ke dalam api.
Mereka   pun percaya dengan hasutan Samiri. Para wanita-wanita Bani Israil lalu   melemparkan perhiasan-perhiasan emas mereka ke dalam api. Dari emas  yang  terkumpul itu Samiri lalu membuat patung anak sapi.
Dengan   teknik khusus, ia membuat angin bisa masuk dan menimbulkan suara dari   mulut patung itu sehingga seolah-olah patung itu dapat berbicara.   Kemudian Samiri menyuruh Bani Israil untuk menyembahnya.
Nabi   Harun AS tidak berdaya menghadapi kaumnya yang kembali murtad itu.   Ketika Nabi Musa AS kembali, ia sangat marah dan bersedih hati melihat   perilaku kaumnya. Mula-mula ia hanya marah kepada Nabi Harun yang   dianggapnya tidak bisa menjaga kaumnya dengan baik, namun setelah   mendengar penjelasan dari Nabi Harun, ia pun tenang kembali.
Nabi   Musa kemudian mengusir Samiri dan menjelaskan pada kaumnya tentang   perbuatan mereka yang salah. Sebagai hukuman, Samiri diberi kutukan oleh   Allah, jika ia disentuh atau menyentuh manusia, maka badannya akan   menjadi panas demam. Itulah azab Samiri di dunia, seumur hidupnya ia   tidak bisa berhubungan dengan siapa pun.
Setelah   Samiri pergi, Nabi Musa membakar patung anak sapi sembahan Bani Israil   dan membuang abunya ke laut. Allah SWT kemudian memerintahkan Musa AS   agar membawa sekelompok kaumnya untuk memohon ampun atas dosa mereka   dari menyembah patung anak sapi.
Musa   mengajak 70 orang terpilih dari Bani Israil ke Bukit Thursina. Setelah   mereka berpuasa menyucikan diri, muncullah awan tebal di bukit itu.  Nabi  Musa AS dan rombongannya memasuki awan gelap itu dan bersujud.  Ketika  bersujud, 70 orang itu mendengar percakapan antara Nabi Musa AS  dengan  Allah SWT.
Timbul keinginan mereka  untuk  melihat Zat Allah. Bahkan mereka menyatakan tidak akan beriman  sebelum  melihat-Nya. Seketika itu pula tubuh mereka tersambar halilintar  hingga  mereka pun tewas.
Nabi Musa  AS  memohon agar kaumnya diampuni dan dihidupkan kembali. Maka Allah SWT   pun membangkitkan kembali 70 orang pengikut Musa itu. Musa lalu menyuruh   mereka bersumpah untuk berpegang teguh pada kitab Taurat sebagai   pedoman hidup, dan beriman kepada Allah SWT.
Cerita ini terdapat dalam Al Qur’an surat Al-A’râf: 149-155 dan Al-Baqarah: 55, 56, 63, 64.
Al-A’râf: 149-155
Dan   setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa   mereka telah sesat, mereka pun berkata: “Sungguh jika Tuhan kami tidak   memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami, pastilah kami   menjadi orang-orang yang merugi”.
Dan   tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati   berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah   kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu?” Dan Musa  pun  melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala  saudaranya  (Harun) sambil menariknya ke arahnya.
Harun   berkata: “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku   lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu   menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan   aku ke dalam golongan orang-orang yang lalim”.
Musa   berdoa: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami   ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para   penyayang”.
Sesungguhnya orang-orang  yang  menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa  mereka  kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di  dunia.  Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang  membuat-buat  kebohongan.
Orang-orang  yang  mengerjakan kejahatan, kemudian bertobat sesudah itu dan beriman;   sesungguhnya Tuhan kamu, sesudah tobat yang disertai dengan iman itu   adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sesudah   amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat)   itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang   yang takut kepada Tuhannya.
Dan   Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan tobat   kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka   digoncang gempa bumi, Musa berkata: “Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki,   tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini.
Apakah   Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal   di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan  dengan  cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk  kepada  siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah Yang memimpin kami, maka   ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang   sebaik-baiknya”.
Al-Baqarah: 55, 56, 63, 64.
Dan   (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman   kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang”, karena itu kamu   disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya.
Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur.
Dan   (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan   gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah   teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang   ada di dalamnya, agar kamu bertakwa”.
Kemudian   kamu berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada   karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang-orang   yang rugi.
Suatu hari terjadi   peristiwa pembunuhan di antara kaum Nabi Musa. Untuk mengetahui siapa   pembunuh orang tersebut, atas petunjuk Allah SWT, Musa memerintahkan   kaumnya untuk mencari seekor sapi betina. Dengan lidah sapi itu nantinya   mayat yang terbunuh akan dipukul dan akan hidup lagi atas kehendak dan   izin dari Allah SWT.
Kaum Bani   Israil sebenarnya enggan melaksanakan perintah ini, karenanya mereka   sangat cerewet dan banyak bertanya dengan harapan supaya Allah SWT   akhirnya membatalkannya, sebagaimana dikisahkan dalam Al Qur’an surat   Al-Baqarah: 67-71
Al-Baqarah: 67-71
Dan   (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah   menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina”. Mereka berkata: “Apakah   kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Musa menjawab: “Aku berlindung   kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang   jahil”.
Mereka menjawab:  “Mohonkanlah  kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada  kami, sapi  betina apakah itu.” Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah  berfirman bahwa  sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan  tidak muda;  pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang  diperintahkan  kepadamu”.
Mereka  berkata:  “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan  kepada kami  apa warnanya”. Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman  bahwa sapi  betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua  warnanya,  lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.”
Mereka   berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan   kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi   itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan   mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu).”
Musa   berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah   sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak   pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.”   Mereka berkata: Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina   yang sebenarnya”. Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka   tidak melaksanakan perintah itu.
Nama surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina diambil karena dalam surat ini terdapat kisah penyembelihan sapi betina.
Dapat   dilihat pada ayat-ayat tersebut bahwa sikap Bani Israil yang cerewet   justru telah menyulitkan mereka sendiri. Seandainya ketika diperintahkan   pertama kali mereka langsung melaksanakannya, tentulah mereka tidak   akan repot, tetapi mereka malah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang   rumit sehingga hampir saja mereka tidak dapat menemukan sapi sesuai   ciri-ciri yang diterangkan oleh Nabi Musa.
Begitu   sapi sudah diperoleh, mereka lalu menyembelihnya dan lidah sapi itu   dipukulkan ke tubuh mayat orang yang terbunuh. Seketika itu ia menjadi   hidup kembali dan menceritakan bahwa ia telah dibunuh oleh sepupunya   sendiri.
Allah SWT memerintahkan   Nabi Musa AS membawa kaumnya ke Palestina, tempat suci yang telah   dijanjikan bagi Nabi Ibrahim AS sebagai tempat tinggal anak cucunya.   Bani Israil yang telah mendapat berbagai karunia dari Allah SWT adalah   kaum yang keras kepala dan tidak bersyukur.
Sebelum   mengajak kaumnya berhijrah, Nabi Musa mengutus perintis jalan ( Scout )   untuk menyelidiki tentang penduduk penghuni Palestina. Ketika kembali,   para perintis jalan itu mengabarkan bahwa tanah suci tersebut dihuni   oleh suku Kana’an yang kuat-kuat, dan kota-kotanya memiliki benteng yang   kokoh.
Mengetahui hal itu, merasa   gentarlah Bani Israil dan tidak mau mematuhi perintah Musa untuk   menyerang. Mereka hanya mau kesana jika suku itu telah disingkirkan   terlebih dahulu.
Nabi Musa AS  sangat  marah terhadap sikap kaumnya itu, karena sikap tersebut  mencerminkan  bahwa mereka belum benar-benar beriman kepada Allah SWT,  padahal Allah  SWT telah berjanji bahwa dengan pertolongan-Nya mereka  akan mampu  mengalahkan suku Kana’an.
Di  antara  Bani Israil itu, ada 2 orang bertakwa yang menasihati mereka  agar masuk  dari pintu kota supaya mereka bisa menang. Akan tetapi Bani  Israil  menolak nasihat itu dan melontarkan kepada Nabi Musa kalimat  yang  menunjukkan pembangkangan dan sifat pengecut, “Pergilah engkau  bersama  Tuhanmu dan berperanglah, sementara kami menunggu di sini.”
Habislah   kesabaran Nabi Musa. Ia lalu memanjatkan doa agar Allah SWT memberikan   putusan-Nya atas sikap kaumnya. Sebagai hukuman bagi Bani Israil yang   menolak perintah Allah SWT, Allah SWT mengharamkan wilayah Palestina   selama 40 tahun bagi mereka.
Mereka   akan tersesat, padahal tanah yang dijanjikan sudah ada di depan mata.   Selama itu mereka akan berkeliaran di muka bumi tanpa memiliki tempat   bermukim yang tetap.
Hal ini dikisahkan dalam surat Al-Maidah: 20-26.
Dan   (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah   nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan   dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa   yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat   yang lain”.
Hai kaumku, masuklah  ke  tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan  janganlah  kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu  menjadi  orang-orang yang merugi.
Mereka   berkata: “Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang   gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya   sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya,   pasti kami akan memasukinya.”
Berkatalah   dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah   telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka dengan melalui   pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan   menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu   benar-benar orang yang beriman”.
Mereka   berkata: “Hai Musa, kami sekali-sekali tidak akan memasukinya   selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu   bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya   duduk menanti di sini saja.”
Berkata   Musa: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan   saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang   fasik itu”
Allah berfirman: “(Jika   demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama   empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan   di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan   nasib) orang-orang yang fasik itu.”
Pada   suatu kesempatan berkhutbah di hadapan kaumnya, Nabi Musa AS  mengatakan  bahwa dirinyalah yang paling pandai dan berpengetahuan.  Allah SWT  menegur sikapnya ini dan berfirman, “Sesungguhnya Aku  mempunyai seorang  hamba di tepi laut yang lebih pandai darimu.”
Berkatalah Nabi Musa, “Wahai Tuhanku, apa yang harus kuperbuat untuk bertemu dengannya?”
Allah   berfirman, “Ambillah seekor ikan kecil dan letakkan di dalam  keranjang.  Dimanapun engkau kehilangan ikan itu, maka disitulah ia  berada.”
Nabi  Musa melaksanakan  apa yang telah diperintahkan Allah kepadanya. Ia  mengambil seekor ikan  kecil, kemudian ia pergi dengan ditemani seorang  sahayanya. Saat mereka  tiba di pertemuan antara dua buah laut, mereka  duduk sejenak untuk  beristirahat. Tertidurlah mereka, sementara saat itu  turun hujan  sehingga ikan yang mereka bawa dapat melompat dan meluncur  ke laut.
Sahaya  Nabi Musa mengetahui  hal ini, namun ia lupa memberitahukannya kepada  Nabi Musa. Mereka terus  melanjutkan perjalanan. Ketika mereka merasa  lapar dan hendak makan,  saat itulah sahaya Nabi Musa teringat akan ikan  yang hilang itu, maka ia  pun memberitahu Nabi Musa. Mendengar itu Nabi  Musa sangat gembira.  “Inilah yang kita cari. Mari kita kembali untuk  mengikuti jejak dimana  ikan itu hilang.”
Belum  sampai di  tempat yang dituju, Nabi Musa telah bertemu dengan orang  yang dimaksud.  Hamba Allah SWT yang saleh itu dikenal dengan nama Nabi  Khidir AS. Nabi  Musa AS yang ingin belajar dari hamba-Nya yang saleh  itu meminta agar  diizinkan untuk mengikuti Nabi Khidir.
Nabi   Khidir menjawab bahwa Nabi Musa tidak akan dapat sabar atas   keikutsertaannya, karena ia akan melihat tindakan-tindakan yang   bertentangan dengan syariatnya. Namun Musa berkata bahwa ia akan   bersabar dan tidak akan menentang urusan Nabi Khidir.
Akhirnya   Nabi Khidir mengizinkan Nabi Musa untuk mengikutinya, namun dengan   syarat bahwa Nabi Musa tidak boleh mempertanyakan tindakan-tindakan yang   akan dilakukannya, karena pada akhirnya ia akan menceritakan rahasia  di  balik tindakan-tindakannya itu.
Pergilah  Nabi Musa bersama Nabi  Khidir menyusuri tepi laut. Tiba-tiba lewat di  depan mereka sebuah  kapal, maka keduanya meminta kepada  penumpang-penumpangnya untuk  mengangkut mereka. Mereka diizinkan  menumpang, lalu keduanya pun naik  ke kapal itu. Saat para penumpang  lengah, Nabi Khidir melubangi dinding  kapal yang terbuat dari kayu itu  sedemikian rupa sehingga kerusakannya  akan mudah untuk diperbaiki.
Nabi   Musa yang melihat kejadian ini merasa ngeri dan tanpa sadar ia lupa   dengan perjanjiannya untuk tidak mengajukan pertanyaan apa pun, maka ia   pun berkata, “Apakah engkau merusak kapal orang-orang yang telah   menghormati kita? Engkau telah melakukan sesuatu yang tercela.”
Nabi   Khidir mengingatkan kepada Nabi Musa akan perjanjian mereka, maka   sadarlah Nabi Musa, ia meminta supaya jangan dihukum atas kelupaannya   ini. Keduanya lalu meneruskan perjalanan dan bertemu dengan seorang anak   yang sedang bermain bersama kawan-kawannya.
Nabi   Khidir lalu membujuk anak itu ikut dengannya dan membawanya ke tempat   yang agak jauh dari teman-temannya, lalu ia membunuhnya. Panas hati  Nabi  Musa melihat perbuatan yang keji ini sehingga dengan marah ia  berkata,  “Apakah engkau membunuh jiwa yang suci bersih tanpa dosa?  Engkau telah  berbuat sesuatu yang mungkar.”
Nabi   Khidir kembali mengingatkan Nabi Musa akan syarat yang berlaku antara   keduanya. Musa menyesal atas ketidaksabarannya. Ia pun berkata, “Jika   setelah ini aku bertanya lagi kepadamu, maka janganlah menemani aku,   karena sudah cukup alasan bagiku untuk berpisah denganmu.”
Kemudian   keduanya pun meneruskan perjalanan kembali. Saat merasa haus dan  lapar,  masuklah mereka ke sebuah desa. Mereka meminta kepada  penghuninya  supaya bersedia memberi mereka makan dan menjadikan mereka  sebagai tamu,  namun permintaan mereka ini ditolak dengan kasar oleh  penghuni desa  tersebut.
Dalam  perjalanan pulang,  mereka mendapati sebuah dinding yang hampir roboh.  Nabi Khidir lalu  memperbaiki dinding yang roboh itu dan mendirikan  bangunannya. Melihat  ini, Nabi Musa tidak tahan lalu bertanya, “Apakah  engkau mau membalas  orang-orang yang telah mengusir kita dengan  memperbaiki dinding rumah  mereka? Andaikata engkau kehendaki, engkau  bisa meminta upah atas  pekerjaanmu untuk membeli makanan.”
Dengan   timbulnya pertanyaan Nabi Musa ini, maka berpisahlah ia dengan Nabi   Khidir. Namun sebelum berpisah, Nabi Khidir menjelaskan rahasia-rahasia   perbuatannya. Ia berkata, “Mengenai kapal yang aku lubangi dindingnya,   itu adalah kepunyaan beberapa orang miskin yang tidak punya harta  selain  itu, dan aku mengetahui bahwa ada seorang raja yang suka  merampas  setiap kapal yang baik dari pemiliknya.
Sebab   itu aku merusaknya sedikit supaya nantinya mudah diperbaiki lagi, dan   bila raja melihatnya ia pun menduga kapal itu adalah kapal yang buruk   sehingga ia akan membiarkannya pada pemiliknya dan selamatlah kapal itu   pada mereka.
Mengenai anak kecil   yang aku bunuh, ia adalah seorang anak yang menampakkan tanda-tanda   kerusakan sejak kecil, sedang kedua orangtuanya adalah orang-orang yang   beriman dan saleh.
Aku khawatir  rasa  kasih sayang orangtua terhadap anaknya akan membuat mereka  menyeleweng  dari kesalehan mereka dan menjerumuskannya ke dalam  kekafiran dan  kesombongan, maka aku pun membunuhnya untuk menenangkan  kedua orangtua  yang beriman ini, dan anak yang jahat itu semoga akan  diberi gantinya  oleh Allah SWT dengan anak yang lebih baik dan lebih  berbakti serta  lebih sayang kepada kedua orangtuanya.
Adapun   dinding rumah yang kudirikan, itu adalah milik dua anak yatim di kota   itu yang di bawahnya terdapat harta terpendam kepunyaan mereka, dan  ayah  mereka adalah seorang yang saleh. Maka Tuhanmu yang Maha Pemurah  ingin  menjaga harta itu bagi mereka sampai mereka dewasa dan  mengeluarkannya.
Semua  yang  kuperbuat itu bukanlah atas usahaku, melainkan itu adalah wahyu  dari  Allah SWT. Dan inilah penjelasan dari kejadian-kejadian yang mana   engkau tidak bisa bersabar.”
Kisah pertemuan Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS ini terdapat dalam surat Al-Kahfi: 60-82.
Dan   (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan   berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau   aku akan berjalan sampai bertahun-tahun”.
Maka   tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai  akan  ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
Maka   tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya:   “Bawalah ke mari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih   karena perjalanan kita ini”.
Muridnya   menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu   tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan   tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan   ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.”
Musa berkata: “Itulah (tempat) yang kita cari”. Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
Lalu   mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang   telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami   ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
Musa   berkata kepada Khidhr: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu   mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah   diajarkan kepadamu?”
Dia menjawab: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.
Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?”
Musa   berkata: “Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang   sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun”.
Dia   berkata: “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan   kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya   kepadamu”.
Maka berjalanlah   keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr   melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu yang   akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah   berbuat sesuatu kesalahan yang besar.
Dia (Khidhr) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku”
Musa   berkata: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah   kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”.
Maka   berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang   anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu bunuh jiwa   yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu   telah melakukan suatu yang mungkar”.
Khidhr berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?”
Musa   berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali)   ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya   kamu sudah cukup memberikan uzur padaku”.
Maka   keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk  suatu  negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi  penduduk  negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya  mendapatkan dalam  negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka  Khidhr menegakkan  dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya  kamu mengambil  upah untuk itu”.
Khidhr berkata:  “Inilah  perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan  kepadamu  tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar  terhadapnya.
Adapun  bahtera itu  adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut,  dan aku  bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada  seorang  raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
Dan   adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan   kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada   kesesatan dan kekafiran.
Dan kami   menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak  lain  yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih   sayangnya (kepada ibu bapaknya).
Adapun   dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu,   dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang   ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya   mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu,   sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut   kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang   kamu tidak dapat sabar terhadapnya”.
Tersebutlah   seorang pengikut Nabi Musa AS yang sangat kaya yang masih ada hubungan   keluarga dengan Nabi Musa. Pengikut tersebut bernama Qarun. Meskipun   sangat kaya, Qarun tidak mau menyedekahkan hartanya bagi fakir miskin.   Nasihat-nasihat Nabi Musa AS tidak dipedulikannya, bahkan ia mengejek   dan memfitnah Nabi Musa AS.
Guna   memberi pelajaran pada Qarun dan memberi contoh pada kaumnya, Musa   memanjatkan doa agar Allah SWT menurunkan azabnya pada diri hartawan   itu. Allah SWT lalu memberi azab dengan menguburkan semua harta kekayaan   beserta diri Qarun melalui bencana tanah longsor yang dahsyat.
Dari sini munculah kata harta karun / untuk harta yang terpendam di tanah.
Kisah Qarun dan hartanya ini terdapat dalam surat Al-Qasas: 76-82.
Sesungguhnya   Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap   mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta   yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang   kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu   terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang   terlalu membanggakan diri”.
Dan   carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)   negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari   (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana   Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat  kerusakan  di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang  yang  berbuat kerusakan.
Karun  berkata:  “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada  padaku”.  Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh  telah  membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya,  dan lebih  banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada   orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
Maka  keluarlah Karun kepada  kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah  orang-orang yang menghendaki  kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita  mempunyai seperti apa yang  telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia  benar-benar mempunyai  keberuntungan yang besar”.
Berkatalah   orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu,   pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal   saleh, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang   sabar”.
Maka Kami benamkanlah  Karun  beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu  golongan  pun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan tiadalah ia  termasuk  orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).
Dan   jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu.   berkata: “Aduhai. benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia   kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak   melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan  kita  (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang  mengingkari  (nikmat Allah)”.
Sesuai  dengan  syariat dalam Taurat, Nabi Musa menentukan hari Sabtu sebagai  hari untuk  berkumpul dan beribadah. Pada hari itu kaum Bani Israil  dilarang untuk  melakukan usaha apa pun, termasuk berniaga dan mencari  ikan. Namun pada  hari Sabtu tersbut justru ikan-ikan sangat banyak  terlihat di laut.
Sesungguhnya   ini merupakan kehendak Allah SWT untuk menguji keimanan dan ketaatan   Bani Israil. Ternyata mereka tidak tahan dengan ujian ini dan melanggar   larangan hari Sabath, oleh sebab itu Allah kemudian mengutuk sebagian   mereka menjadi kera.
Hal ini disebutkan dalam surat Al-Baqarah: 65 dan Al-A’râf: 166.
Al-Baqarah: 65
Dan   sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu   pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: “Jadilah kamu kera   yang hina”.
Al-A’râf: 166.
Maka   tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang   mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu kera yang hina”
Nabi   Musa meninggal dunia ketika berusia 120 tahun, tetapi ada pendapat   menyatakan usianya 150 tahun di Bukit Nabu’, tempat diperintahkan Allah   untuk melihat tempat suci yang dijanjikan, yaitu Palestina, tetapi   beliau tidak sempat memasukinya.
Sesudah   Nabi Harun dan Nabi Musa wafat, kaum Bani Israil dipimpin oleh Nabi   Yusya’ bin Nun, yang memang telah ditunjuk oleh Nabi Musa untuk   menggantikan beliau sesaat sebelum kewafatannya. Wallahua’lam….
 Sumber: http://kisahkisahislami.wordpress.com/2010/06/18/kisah-nabi-musa-a-s/
 http://muhammadzacky.com/cerita-nabi-musa-as.php