LAUTAN membungkus 71 persen dari permukaan yang ada, hingga menjadi planet air biru. Lautan merupakan potensi terpenting yang menyimpan jutaan ”misteri” bagi umat manusia. Namun sayang, bahari (laut) seringkali dipersepsi negatif masyarakat, misalnya, laut identik sebagai tempat pembuangan limbah, sampah dan tak jarang ditahayulkan masyarakat seperti ada penguasa laut ”Nyi Roro Kidul” dan seterusnya.

Menurut kajian-kajian integratif, seperti yang dikaji oleh Agus S. Djamil dalam “Al-Qur’an dan Lautan” (2004), bahwa sumber kelautan merupakan aset langka yang belum banyak digali manusia. Justru oleh sebagian orang, laut ditahayulkan dengan aneka ragam dongeng mistik yang jauh dari kemanfaatannya. Kesadaran untuk mengembangkan potensi laut seharusnya sejak dini ditanamkan pada generasi muda, para peserta didik yang akan menjadi pewaris alam semesta ini kelak.

Dalam al-qur’an, setidaknya terdapat 40 ayat yang secara khusus membicarakan laut, lautan, atau kelautan. Secara garis besarnya, ayat-ayat tersebut menginformasikan bahwa laut adalah sumber daya potensial. Air (laut) dan tanah merupakan dua sumber senyawa makhluk hidup. Komponen biologis manusia misalnya, tak luput dari kedua sumber tersebut.

Jika dilihat sepintas, laut adalah hamparan kosong yang tak berarti. Namun, setelah dikaji dengan pelbagai pendekatan, ternyata laut menyimpan sesuatu yang sangat berharga. Dalam laut terdapat aneka ragam potensi, seperti ikan yang tak pernah habis, bahan tambang dan mineral, minyak dan gas, energi yang ditimbulkan dari air pasang surut, tenaga ombak, tenaga angin laut, serta tenaga panas air laut (OTEC). Semua ini adalah kekayaan yang belum teroptimalkan bagi manusia.

Djamil berhasil mengungkap secara lugas dalam penelitiannya, tentang kolaborasi konsept mengenai laut, lautan atau kelautan dengan dimensi sains dan al-qur’an. Bahkan ia berusaha mencari kesejajaran atau paralelitas antara fakta-fakta empiris sains dan ayat-ayat qur’an. Bentuk pengkajian ini adalah untuk memahami dan menyikapi misteri alam, terutama laut dari sisi pandang sains dan qur’an.
Sebagai sumber air di planet bumi ini, laut sangatlah penting peranannya dalam menjaga kelangsungan hidup manusia, binatang, dan tumbuhan. Tanpa air laut, tidak ada siklus hujan yang sangat vital bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Pendek kata, tanpa air di lautan dan langit yang berkapasitas mengembalikan, bumi akan mirip dengan bulan, atau pun planet mars yang kering kerontang tanpa air.
Penciptaan laut seharusnya disyukuri dengan cara menjaga dan menjadikan sebagai sumber daya yang berguna. Mensyukuri membutuhkan ilmu pengetahuan yang memadahi. Tanpa ilmu pengetahuan yang memadahi, sumber potensi kelautan tidak akan bisa tergali maksimal untuk kemakmuran jagat raya ini.
Tidak sedikit ayat al-qur’an memerlukan tafsir bi al-ilmi (penjelasan dengan pendekatan sains). Teks-teks wahyu yang terutama berbicara masalah alam (laut) tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan

batiniah, akan tetapi perlu eksperimental yang ditopang dengan sains dan teknologi yang canggih. Untuk mensyukuri dan memahami potensi laut perlu gagasan, ide dan konsep seorang yang menekuni bidang kelautan itu.
Dengan cara demikian, beberapa fenomena lautan yang masih dianggap misteri dan rahasia oleh orang awam, akan tampak nyata sebagai sumber esensial yang sangat berharga bagi kelangsungan hidup dan kehidupan generasi manusia. Kemajuan sains dan teknologi berguna untuk menjelaskan ayat-ayat di atas hingga dapat menemukan jawabannya secara gamblang.

Kombinasi yang integratif antara wahyu dan sains semakin memberi penguatan kebenaran hakiki atas ciptaan Allah yang tidak ada sedikitpun yang sis-sia. Integrasi sains dan wahyu bagaikan sumbu vertikal-horizontal yang sangat erat yang memiliki jangkauan misi yang komprehensif. Meski terlihat beda, tetapi pada hakikatnya sama, yaitu menyibak rahasia kebenaran Allah melalui penciptaan laut.

Menyadari esensi laut yang begitu besar manfaatnya, maka kemaritiman adalah masalah yang paling sensitif dan perlu dijaga secara kuat. Beberapa tahun yang lalu, Indonesia bersengketa dengan negeri tetangga Malaysia soal batas wilayah teritorial pulau Ambalat. Sebelumnya, Indonesia telah kehilangan pulau Ligitan dan Sipadan pada 12 Desember 2002 lalu atas keputusan Mahkamah Internasional yang di menangkan Malaysia. Jika pertahanan laut tidak dijaga dengan kuat, maka semua orang dapat mengklaimnya, seperti Malaysia.

Dengan jumlah pulau sebanyak 18.108 pula dan panjang pantai 81.000 km, potensi laut dan perikanan Indonesia selama ini memang sangat menggiurkan. Laut Indonesia begitu luas yang terdiri dari Laut Teritorial seluas 0,8 juta km2, Laut Nusantara di antara kepulauan Indonesia seluas 3,2 juta km2, apalagi ditambah dengan Zona Ekonomi eksklusif Inodonesia yang mengacu pada UNCLOS 1982 seluas 2,7 juta km persegi untuk eksplorasi, eksploitasi, dan pengolahan sumber daya hayati dan non hayati.

Sebagai negeri yang besar, terutama lautnya yang terhampar, Indonesia perlu secara serius menguatkan keamanan di bidang maritim. Sehingga kita tidak lagi mendapati lagi pembajak Asing yang dengan seenaknya mengeruk kekayaan laut kita. Ke depan memerlukan seorang pemimpin yang tegas dan berani untuk menjaga kewilayahan kita agar tidak semena-mena diserobot warga asing. Seorang pemimpin yang mampu menghargai warga negaranya untuk berkreasi menciptakan sumber-sumber energi masa depan yang bermanfaat bagi kelangsungan bangsa.

Agar tidak terlampai lama tertinggal dengan negara-negara maju, maka pemerintah melalui berbagai kementerian harus berupaya mencari para ilmuwan, pakar dan ahli untuk melakukan eksperimen dan penelitian guna menemukan energi yang berbasis laut. Dengan demikian, ke depan pemerintah tidak akan menghadapi kelangkaan energi lagi.

Sumber referensi:  Mujtahid, Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
 
Top