Al-Quran merupakan mukjizat Nabi Muhammad Saw, yang berupa kalamullah, atau kitab yang berisi wahyu-wahyu Allah SWT. Oleh karena itu, Al-Quran disebut juga kitab suci agama samawi yang terakhir, yaitu Islam. Akan tetapi, di manakah letak kemukjizatan tersebut? Pada bab ini akan dibahasa mengenai pengertian mukjizat serta aspek-aspek kemukjizatan Al-Quran.

A. Pengertian Mukjizat
Kata mukjizat berasal dari kata al-sya’I (tidak mampu), a’jaza fulanan (menjadikan seseorang lemah dan tidak kuasa), dan al-ta’jiz (melemahkan dan menisbatkan sifat lemah). Dengan demikian, pengertian mukjizat adalah semua perkara yang melemahkan siapa saja yang menantangnya. Dengan kata lain, sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh manusia karena sesuatu tersebut di luar dari jangkauan nalar dan fitrah manusia.

B. Jenis-Jenis Mukjizat
Mukjizat terdiri dari dua jenis, yaitu mukjizat hissiyah dan mukjizat ‘aqliyah. Mukjizat hissiyah adalah mukjizat yang berpedoman pada inderawi, sedangkan mukjizat ‘aqliyah adalah mukjizat yang berpedoman pada akal atau rasional.

1. Mukjizat Hissiyah
Mukjizat hissiyah tau yang bersifat hissiyah adalah mukjizat yang diturunkan oleh Allah SWT kepada para nabi terdahulu sebelum lahirnya nabi Muhammad Saw. Mukjizat tersebut biasanya berupa hal-hal ajaib yang terjadi sebagai bukti kekuasaan Allah terhadap kaum dari nabi tertentu, seperti Nabi Ibrahim As. Memiliki mukjizat, yaitu tidak dapat terbakar pada saat Raja Namruz dan kaumnya membakarnya hidup-hidup karena telah menghina ajaran nenek moyang mereka. Selain itu, Nabi Musa yang dapat membelah lautan dengan tongkatnya pada saat dikejar-kejar oleh pasukan Firaun, atau tongkatnya dapat berubah menjadi ular besar pada saat menghadapi para penyihir Firaun. Ada juga Nabi Isa yang dapat menyembuhkan orang yang buta sehingga dapat melihat kembali, atau menghidupkan yang mati, dan begitupun dengan mukjizat nabi-nabi lainnya sebelum masa nabi Muhammad Saw.

Mukjizat hissiyah seperti yang digambarkan di atas merupakan mukjizat-mukjizat yang sifatnya hanya dapat diindra. Dengan kata lain, yang menjadi saksi atau yang mengalaminya hanyalah orang-orang yang berasal pada zaman itu saja dan musnah seiring berlalunya waktu. Sedangkan pada zaman setelahnya tidak dapat lagi merasakan atau mengalami hal yang serupa. Lantas mengapa harus ada perbedaan jenis mukjizat? Hal itu karena beda zaman, beda pula pola pikir, pun dengan perkembangan pemikiran orang-orang di setiap zaman. Orang-orang pada zaman sebelum Islam lahir memiliki pemikiran yang belum berkembang seperti pada saat menjelang lahirnya Islam. Oleh karena itu, Allah SWT memberikan mukjizat yang bersifat inderawi kepada nabi-nabi terdahulu supaya bias langsung dicerna oleh orang-orang pada zaman itu, bahwa ada Yang Maha Besar, Yang berkuasa atas jagad raya ini, yautu Allah SWT.

2. Mukjizat ‘Aqliyah
Jenis mukjizat yang kedua adalah mukjizat ‘aqliyah, yaitu mukjizat yang berpedoman pada akal dan rasio. Mukjizat ini diberikan kepada Nabi Muhammad Saw untuk menjawab tantangan-tantangan dari kaum jahiliyah Quraisy yang memiliki pikiran cerdas dan lebih maju. Hal tesebut terbukti bahwa orang-orang Arab pada waktu itu sangat menyukai sastra, meskipun mereka masih menyembah berhala.

Jenis mukjizat ‘aqliyah merupakan mukjizat terbesar sepanjang masa berupa bentuk kitab suci Al-Quran. Kitab suci tersebut dibawa oleh Muhammad Saw. dan bersifat ‘aqliyah supaya adanya kekal sepanjang masa hingga sampai hari kiamat nanti, karena Islam adalah agama terakhir dari Allah sebagai tuntunan hidup manusia di dunia. Oleh karena itu, isi mushaf Al-Quran dapat masuk ke setiap zaman dan menjawab tantangan yang ada pada setiap zaman tersebut. Akan tetapi, hanya orang-orang yang berakal dan diberi petunjuk saja yang dapat melihat kebenaran dalam Al-Quran dan mencerna isinya.

Begitu istimewanya jenis mukjizat ‘aqliyah, karena tidak mati tergerus zaman dan tetap berlaku sampai kapanpu untuk membuktikan bahwa syariat Islam memang diperlukan sebagai pedoman hidup manusia pada zaman pada saat pertama kali Islam turun, zaman sekarang, dan zaman-zaman berikutnya hingga hari kiamat nanti. Oleh karena itu, Allah SWT merancangnya secara ‘aqliyah supaya dapat dicerna oleh orang-orang yang hidup di sepanjang zaman, di mana pemikirannya semakin berkembang.


C. Aspek-Aspek Kemukjizatan Al-Quran
Al-Quran sebagai mukjizat terletak pada kandungan isi dan berbagai aspek yang dimilikinya, sehingga tidak ada satu manusia pun di muka bumi ini yang mampu menandinginya, meskipun banyak yang memahami dan hali menafsirkannya. Oleh karena itu, mukjizat Al-Quran berarti kepastian lemahnya manusia, baik secara individu maupun kelompok, untuk membuat sebuah kitab tandingan Al-Quran, bahkan untuk membuat satu ayat pun manusia tidak akan mampu. Di dalam Al-Quran Alla SWT menegakan tantangan tersebut kepada siapaun yang meragukan Al-Quran sebagai Kalamullah.

Allah SWT berfirman,
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat (nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat (nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Q.S. Al-Baqarah: 23-24)

Di dalam Surah dan ayat lainnya Allah SWT berfirman hal yang senada,
“Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qura ini niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain,’” (Q.S. Al-Isra: 88)
Ada beberapa aspek kemukjizatan yang dimiliki oleh Al-Quran, yaitu sebagai berikut.


1. Aspek Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan Al-Quran berbeda dengan gaya bahasa yang digunakan oleh orang-orang Arab, kendati pun Al-Quran menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantarnya, namun tautan kalimat demi kalimat mengandung unsure sastra yang mumpuni, namun tetap mudah dicerna tanpa mengurangi sedikitpun kandungan misteri di dalamnya. Misteri tersebut jika terus digali maka tidak akan habis oleh zaman, karena meskipun beberapa hal ada yang diulang-ulang, namun selalu segar kembali untuk dikaji ulang seolah menjadi suatu hal yang baru serta dapat dijadikan sebagai bahan pelajaran untuk menjawab permasalahan hidup di zaman mana pun di masa depan. Hal tersebut karena keistimewaan aspek gaya bahasa yang digunakan oleh Al-Quran.

Ada pun keistimewaan gaya bahasa yang digunakan oleh Al-Quran memiliki sifat-sifat seperti berikut.
a. Penafsiran yang Bersifat Fleksibel
Fleksibelitas yang dimiliki Al-Quran adalah tidak pernah habis dikaji dlam satu zaman saja. Semakin dikaji dan semakin dalam kajian tersebut, semakin dalam pula berbagai makna baru dan segar akan selalu ditemukan yang dapat dinikmati seperti sedia kala meskipun pembahasannya mengalami pengulangan. Oleh karena itu, gaya bahasa Al-Quran dapat menjadi pengobat kegundahan setiap orang di dalam menghadapi persoalan hidup, jika ia mau membacanya dengan penuh keikhlasan dan kebersihan hati.

Selain itu, gaya bahasa Al-Quran merupakan susastra yang memiliki nilai mumpuni, namun maknanya mudah dicerna oleh siapapun, sekalipun bukan ahli bahasa atau sastrawan sekalipun yang awam akan nilai sastra.

b. Menggunakan Penyampaian Deskriptif
Al-Quran selalu menggunakan metode penyampaian deskriprif setiap kali menyampaikan atau menjelaskan setiap makna, seperti kisah masa lalu atau fenomena yang akan terjadi di masa depan, dimana makna tersebut membutuhkan kemampuan nalar untuk memahaminya.

Gaya bahasa deskriptif yang digunakan Al-Quran di dalam menyampaikan isinya membuat siapapun dapat memahaminya, karena gaya bahasa yang digunakan mudah dicerna dan cukup jelas untuk dipahami, serta perumpamaan yang digunakan dapat memberikan gambaran emosi Penulisnya. Perhatikan contoh ayat berikut.
“Lalu, mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)? Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut, lari dari (kejaran) singa.” (Q.S. Al-Muddatstsir: 49-51)

Ayat di atas menceritakan tentang orang-orang kafir yang lari ketika peingatan Allah turun kepada mereka, yaitu seruan untuk beriman. Al-Quran menggambarkan bahwa sikap orang-orang kafir yang selalu berpaling setiap kali diajak untuk beriman, seperti seekor keledai yang lari tunggang-langgang dikejar seekor singa. Coba bayangkan, bagaimana takutnya si keledai liar pada saat dikejar oleh singa lapar. Si keledai lari terbirit-birit karena ia tahu bahwa ia akan dimangsa oleh si singa. Begitulah Allah menggambarkan kebebalan orang kafir pada saat seruan untuk beriman itu tiba, mereka langsung berpaling seperti si keledai liar tadi.

Penyampaian deskriptif yang digunakan di dalam bahasa Al-Quran memberikan gambaran jelas kepada siapapun pembacanya dan dapat dicerna oleh daya nalarna dan dipahami oleh hatinya.

c. Keistimewaan Gaya Bahasa dalam Berdebat dan Menarik Kesimpulan
Keistimewaan lain yang dimiliki di dalam penggunaan gaya bahasa Al-Quran adalah gaya bahasa yang mendebat, seperti memberikan ancaman dan intimidasi kepada orang-orang yang menolak syariat Allah SWT serta memperlihatkan neraka sebagai tempat terburuk yang akan mereka tempati jika tidak mau menerima syariat tersebut. Akan tetapi di waktu yang sama menarik kesimpulan, dimana kesimpulan tersebut adalah penawar dari perdebatan sebelumnya, seperti menginformasikan bahawa Alla adalah Sang Pengampun, Pengasih, Penerima tobat siapapun dari hamba-Nya yang mau bertobat.

2. Aspek Kefasihan
Menurut Ibnu Bashar bahasa Al-Quran memiliki tiga hal yang menjadikannya berbeda dengan ucapan atau gaya bahasa yang digunakan oleh manusia. Tiga hal tersebut adalah susunan, kefasihan, dan gaya bahasa. Ketiga hal tersebut merupakan keniscayaan dalam Al-Quran yang terdapat di dalam setiap surah bahkan di setiap ayatnya. Dengan tiga hak tersebut menjadikan keunikan Al-Quran tanpa harus ditambah-tambah lagi, serta menjadi suatu tanda betapa lemahnya sifat manusia karena tidak akan pernah sanggup menandingi Al-Quran dengan segala aspek kebahasaannya.

3. Aspek Penyaduran Bahasa
Aspek penyaduran bahasa dalam Al-Quran terletak pada penempatan tiap kata dan huruf secara proporsional. Hal tersebut merupakan tidak dapat dianggap remeh oleh para ahli bahasa Arab karena sangat sulit sekali dilakukan mengingat kerumitan tata bahasa Arab.

4. Aspek Berita
Berita-berita di dalam Al-Quran adalah berita-berita mengenai hal-hal yang terjadi mulai dari awal berita penciptaan hingga berita kehancuran di akhir zaman. Padahal berita-berita tersebut disampaikan oleh Allah SWT melalui Nabi Muhammad Saw padahal beliau adalah seorang yang umi, atau orang yang tidak bisa baca tulis. Hal tersebut untuk membuktikan bahwa Al-Quran benar-benar bukan buatan manusia (Nabi Muhammad Saw.), melainkan kumpulan firman Allah SWT.

5. Aspek Realisasi Janji-janji
Realisasi janji tersebut dapat dirasakan oleh indera dengan sangat jelas, sebagaimana yang Allah janjikan kepada umat manusia pada saat akan memerangi kaum kafir, seperti pada peperangan di zaman Nabi Muhammad Saw., dimana umat Islam harus berhadapan dengan musuh yang berkekuatan lebih besar dua kali lipat bahkan lebih, namun kaum muslimin dapat memenagkan pertempuran tersebut di bawah pimpinan Nabi Muhammad Saw. Sebagaimana Allah berfirman,
“Jika ada seratus yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat megalahkan seribu orang kafir, karena orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.” (Q.S. Al-Anfal: 65)

6. Aspek Berita tentang Hal Gaib di Masa Depan
Aspek ini berkaitan dengan aspek di atas mengenai janji pasti dari Allah. Seseorang tidak akan pernah tahu mengenai apa yang terjadi nanti di masa yang akan dating kecuali terdapat keterangan melalui wahyu Allah. Hal tersebut sebagaimana yang Allah firmankan kepada Nabi Muhammad Saw. untuk memenangkan agama Islam dan menjadikannya di atas semua agama, sebagaimana Alla berfirman,

“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya di atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (Q.S. Al-Taubah: 33)
Berita tentang kejayaan Islam di masa yang akan datang dan pastinya janji-janji Allah, selalu digunakan oleh Abu Bakat Ash-Shiddiq untuk memotivasi pasukan Muslim yang akan berjuang di medan jihad, supaya tidak pernah gentar menghadapi musuh karena janji Allah akan kejayaan itu pasti.

7. Aspek Ilmu Pengetahuan
Al-Quran memuat berbagai aspek ilmu pengetahuan yang merupakan penopang kehidupan manusia di muka bumi ini, baik itu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan peribadatan, seperti perintah shalat, zakat, yang halal, haram, serta hokum-humunya, maupun ilmu pengetahuan lainnya yang berhubungan dengan alam, seperti bidang ilmu alam, matematika, astronomi bahkan juga ‘prediksi’.

Al-Quran berisi ilmu pengetahuan alam dapat dibuktikan dengan jelas. Sebagai contoh bahwa menurut Al-Quran bahwa matahari memancarkan sinarnya sendiri, sedangkan bulan bercahaya karena menerima pantulan sinar dari matahari. Perhatikan firman Allah berikut.

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) bagi orang-orang yang bertaqwa.” ( Q.S. Yunus: 5)

Menurut ayat di atas bahwa selain bulan memancarkan cahayanya sendiri dan bulan bersinar, juga masing-masing dari benda langit tersebut memiliki orbit masing-masing. Hal itu juga dijelaskan oleh firman Allah berikutnya.
“Dan Dialah yang telah menciptakkan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya.” (Q.S. Al-Anbiyaa’: 33).

8. Aspek Kebijakan
Segala kebijakan di dalam Al-Quran merupakan berbagai kebijakan yang tidak mungkin berasala dari kebijakan manusia, baik dalam jumlahnya yang banyak maupun kemuliaannya. Semua kebijakan tersebut bersifat menyeluruh meliputi berbagai aspek alam dan saling menopang keseimbangan hidup di dunia. Selain itu, tidak pernah bertentangan dengan fitrah alam bahkan sejalan dengannya. Seperti pada firman Allah mengenai setiap benda langit menempati garis edarnya masing-masing.

“Dan Dialah yang telah menciptakkan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya.” (Q.S. Al-Anbiyaa’: 33).
Coba bayangkan jika salah satu dari benda langit ke luar dari garis edarnya, tentu saja akan terjadi tabrakan anatara satu benda langit dengan benda langit lainnya, seperti tabrakan antarplanet. Jangankan tabrakan antarplanet, bumi dihantam meteor sebesar kota Jakarta, misalnya, kehancuran yang dialami bumi akan sangat parah dan bias saja akan menghilangkan sebagian populasi makhluk hidup.
Masih ingat dengan musnahnya Zaman Dinosaurus? Salah satu teori penyebab kepunahannya adalah diakibatkan hantaman sebuah meteor.

9. Aspek Keserasian dalam setiap Kandungan
Al-Quran sebagai kalamullah memiliki keserasian di dalam setiap kandungannya, baik yang lahir maupun bathin, tanpa ada sedikitpun pertentangan di dalamnya.
Allah SWT berfirman,
“Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Seandainya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka akan mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya,” (Q.S. Al-Nisa: 82).

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa Al-Quran memiliki kefasihan, yang membuatnya unik dan istimewa. Yang dimaksud dengan kefasihan tersebut adalah Allah menyebutkan dua perkara, dua larangan, dan dua kabar gembira dalam satu ayat. Sehingga membuatnya serasi satu sama lain, saling menopang, saling mengisi, sehingga terdapat keseimbangan makna.

Allah SWT berfirman,
“Kami ilhamkan kepada ibu Musa, ‘Susuilah dia! Apabila kamu khawatir terhadap keadaannya, jatuhkanlah dia ke Sungai (Nil). Jangan kamu khawatir dan jangan (pula) bersedih hati. Karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.” (Q.S. Al-Qashash: 7).


(Sumber: Ensiklopedia Mukjizat Al-Quran dan Hadis (7): Kemukjizatan Sastra dan Bahasa Al-Quran)
 http://warungbaca.wordpress.com/2012/04/26/kejernihan-hati/
 
Top