Berdasarkan data dan Informasi bahwa Panjang garis pantai Indonesia mencapai 95.181 kilometer atau keempat terpanjang di dunia yg merupakan anugerah tak terkira bagi bangsa Indonesia. Pasalnya, kondisi tersebut berkaitan erat dengan potensi sumber daya alam yang terkandung di dalam perairan Nusantara.
Potensi tersebut sangat beragam, mulai dari aneka jenis ikan, tumbuhan laut, obat-obatan, terumbu karang, hingga wisata bahari. Menurut Direktur lenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ketut Sugama, dari seluruh potensi yang ada itu, budi daya ikan merupakan ladang bisnis yang sangat prospektif. Pengembangan bidang budi daya ikan diyakini dapat men-dongkrak tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir. "Budi daya ikan waktunya relatif cepat. Lihat saja, ikan dengan ukuran 1 kilogram saja sudah dapat dijual
Selain budi daya ikan, potensi yang ada di sektor kelautan dan perikanan adalah budi daya rumput laut. Kemudahan dalam melakukan budi daya komoditas yang satu itu menjadikan banyak nelayan tertarik menggelutinya. Ketut mengatakan hanya dengan modal 3,5 juta rupiah dan lahan 50 x 50 meter, para nelayan telah dapat membudidayakan rumput laut. "Dalam waktu 45 hari, para nelayan sudah dapat menikmati masa panen," tambahnya.
Prospekufhya bisnis rumput laut diungkapkan pula Soenan
Hadi Poernomo, Dosen Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Sekolah Tinggi Ilmu Perikanan lakarta. Menurut dia, agar potensi bisnis rumput laut bisa dikembangkan secara optimal, sebaiknya Indonesia tidak mengekspor rumput laut sebagai bahan mentah. "Usahakan agar pengolahan rumput laut bisa dilakukan di dalam negeri sehingga nilainya lebih tinggi ka-i im iii dijual sebagai barang jadi," kata Soenan.
Soenan menambahkan rumput laut juga berpotensi dijadikan bahan bakar alternatif (bio-fuel) pengganti bahan bakar minyak yang berasal fosil. "Tinggal diusahakan secara komersial karena sekarang ini rumput laut sudah banyak dilirik sebagai bahan biofuel. Salah satu ne-gara yang telah memanfaatkannya adalah Korea Selatan," imbuh Soenan.
Soenan menambahkan rumput laut juga berpotensi dijadikan bahan bakar alternatif (bio-fuel) pengganti bahan bakar minyak yang berasal fosil. "Tinggal diusahakan secara komersial karena sekarang ini rumput laut sudah banyak dilirik sebagai bahan biofuel. Salah satu ne-gara yang telah memanfaatkannya adalah Korea Selatan," imbuh Soenan.
Khusus di Indonesia, hasil budi daya rumput laut selama ini lebih banyak diekspor ke China. Negeri Tirai Bambu itu lantas mengolah rumput laut asal Indonesia tersebut menjadi aneka produk, mulai dari kosmetika, bahan makanan, obat, cat tembok, cat untuk membatik, sampai pasta gigi.
Dalam pandangan Soenan, apa yang dilakukan China tersebut bukan mustahil dapat pula dilakukan Indonesia Sebagai langkah awal, hendaknya dipilih bibit rumput laut dari hasil pem-benihan yang terbaik. Salah satu daerah di Tanah Air yang memiliki bibit rumput laut yang bagus adalah Nusa Tenggara Barat (NTB).
Setelah memilih bibit rumput laut terbaik, langkah yang perlu ditempuh adalah membuat mekanisme pasar yang tidak rumit. Artinya, lokasi produksi dan pengolahan rumput laut sebaiknya tidak terlalu jauh dari pasar sehingga biaya transportasi bisa ditekan. Saat ini wilayah percontohan budi daya rumput laut kebanyakan berada di kawasan timur Indonesia, di antaranya Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan NTB.
"Saya sangat optimistis budi daya rumput laut memiliki masa depan yang bagus. Sebab, potensi bisnisnya besar. Selain itu, teknologi yang ada sekarang juga sudah mumpuni, pasarnya tersedia serta ramah lingkungan," pungkas Soenan. uci/E-2
Sumber: KoranJakarta,29September2011, Hal.9