Iklan produk bernama jeli gamat itu bermunculan di aneka website. Pada bagian penjelasan tertulis, produk ini hasil ekstrak teripang emas dan buatan Malaysia. Tidak ketinggalan klaim bahwa jeli gamat adalah makanan kesehatan abad ke-21. Sejak 500 tahun lalu, masyarakat Pulau Langkawi, Malaysia, menggunakan teripang sebagai obat antiseptik. Kini, satu perusahaan negeri jiran ini memproduksinya dengan embel-embel obat untuk segala penyakit. Mulai dari diabetus melitus, tekanan darah tinggi, hingga menyembuhkan luka bakar. Ratusan miliar rupiah setahun diperoleh perusahaan ini dari konsumen Indonesia.

Malaysia, yang tidak punya banyak wilayah laut, justru memanfaatkan teripang sebagai sumber makanan sehat. Kita ketinggalan, kata Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Zainal Arifin. Rabu (25 Januari) pekan lalu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) serta Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengadakan rapat koordinasi nasional The Census of Marine Life (CoML).

Banyak pembicara mengeluhkan minimnya upaya kita menjadikan biota laut sebagai sumber makanan dan obat. Padahal kekayaan laut Indonesia, kata Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Rokhmin Dahuri, berlimpah. Dari data yang dihimpun Rokhmin, Indonesia memiliki sekitar 35 ribu spesies biota laut. Hal ini terdiri atas 910 spesies karang (75 persen total karang dunia), 850 spesies sponge, 13 dari 20 spesies lamun dunia, dan 682 spesies rumput laut. Lalu 2.500 spesies moluska, 1.502 spesies krustasea, 745 spesies ekinodermata, 6 spesies penyu, 29 spesies paus dan lumba-lumba, 1 spesies dugong, dan lebih dari 2.000 spesies ikan. Indonesia memiliki potensi industri bioteknologi kelautan terbesar di dunia yang nilainya mencapai US$ 50 miliar per tahun, kata Rokhmin, doktor dari School for Resources and Environmental Studies Dalhousie University, Halifax, Nova Scotia, Kanada, yang pernah menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Sayangnya, Rokhmin mengatakan, setiap tahun Indonesia justru kehilangan devisa sekitar US$ 4 miliar untuk mengimpor berbagai produk industri bioteknologi kelautan. Mulai dari teripang, omega-3, sgualene, viagra, khitin, khitosan, dan spirulina.

Selama ini kita hanya mengekspor biota laut dalam keadaan mentah," ujar dia. Kondisi ini terjadi salah satunya karena pola pikir tentang ketahanan pangan yang ada di benak masyarakat dan kebijakan pemerintah. Dalam pandangan masyarakat, pangan selalu diasosiasikan dengan beras sebagai sumber karbohidrat. Padahal sumber pangan tidak melulu tentang karbohidrat, dan tidak selalu menyoal beras. Seharusnya ada diversifikasi, jangan itu-itu saja. Jadi, ada spesies-spesies lain di laut yang bisa dimanfaatkan, ujar Zainal Arifin.
Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI Iskandar Zulkarnain mengatakan, pemanfaatan biota laut sebagai sumber pangan tidak terlepas dari kebijakan pemerintah. Dia mencontohkan bagaimana kebijakan pemerintah dapat mengubah pola makan masyarakat Papua dari sebelumnya mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok menjadi beras. Cobalah dari sekarang cari alternatif ketahanan pangan itu dari biota-biota laut. Iskandar mencontohkan rumput laut dan biota-biota laut lainnya. Menurut Iskandar, rapat koordinasi nasional CoML tidak hanya mengidentifikasi dan memetakan persebaran biota laut di seluruh wilayah perairan Indonesia, tapi juga mengetahui potensi dan memperkenalkannya ke masyarakat. Perlu ada kajian, analisis, dan riset tentang biota-biota mana saja yang punya potensi sebagai sumber pangan,katanya.
The Census of Marine Life merupakan program riset global pendataan kehidupan laut pertama di dunia yang melibatkan ilmuwan di seluruh negara. Program yang berlangsung selama satu dekade ini dimulai sejak tahun 2010, dengan tujuan mempelajari kondisi keragaman, sebaran, kelimpahan komunitas serta populasi biota laut pada masa lalu dan saat ini. Sejak 2010 sampai Januari 2011, CoML telah mendata lebih dari 30 catatan tingkatan spesies yang diperoleh sebelum dan di luar sensus dan jutaan lagi ditambahkan dari kerja lapangan. Termasuk di dalamnya adalah 1.200 spesies baru yang ditemukan dan dideskripsikan dari kawasan laut Indonesia. Adapun 5.000 spesies lainnya menunggu deskripsi resmi. CoML juga mendukung Daftar Spesies Laut Dunia, yang menegaskan bahwa, selain mikrobia, ada lebih dari 200 ribu spesies laut resmi telah dideskripsikan. Diperkirakan setidaknya masih ada 750 ribu spesies lagi yang akan dideskripsikan.


 Senin, 30 Januari 2012 Koran Tempo
MAHARDIKA SATRIA HADI
http://koran.tempo.co/konten/2012/01/30/262922/Menyibak-Sumber-Pangan-Al...
 http://www.oseanografi.lipi.go.id/id/content/menyibak-sumber-pangan-alternatif
 
Top