PENDAHULUAN
      Kehidupan yang selalu berubah serta penuh dengan perbedaan antara keadaan seseorang dengan orang yang lain, seringlah menimbulkan kejengkelan, kecemburuan dan putus asa. Apalagi dengan adanya krisis moneter yang berkepanjangan. Dampak negatif krisis itu semakin terasa di mana-mana. Banyak perusahaan mem-PHK karyawannya. Kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok yang hampir tidak terjangkau oleh masyarakat. Kerusuhan massal terjadi di mana-mana sehingga menakutkan warga masyarakat, serta masih banyak lagi penderitaan yang dialami oleh para anggota masyarakat. Namun, sebaliknya, krisis moneter ini juga dapat menimbulkan kebahagiaan bagi sebagian orang. Para eksportir, misalnya, akan lebih banyak memetik keuntungan daripada importir. Demikian pula dengan orang yang bergelut dalam jual beli dollar, tentunya dengan lonjakan nilai tukar dollar akan memperoleh peningkatan keuntungan pula.
 
Akhirnya, timbullah perbedaan tajam dalam masyarakat. Ada kelompok yang menderita dan ada kelompok yang teruntungkan dengan keadaan ini. Melihat kenyataan ini, apabila kita di fihak yang menderita, akan timbullah penyesalan, kenapakah orang lain lebih bahagia daripada kita, padahal mereka tingkah lakunya tidak lebih baik daripada kita sendiri. Kita yang telah berusaha berbuat baik, penderitaan malah sering mengikuti seperti bayangan kita sendiri. Apakah ada kesalahan kita?
Mengapa pula di dunia ini selain adanya perbedaan antara orang kaya dengan orang miskin, terdapat pula perbedaan antara orang sehat dengan sakit-sakitan, umur panjang dengan umur pendek, cantik-jelek, pandai-bodoh dan masih panjang lagi daftar dualisme ini bila semua dituliskan. Perasaan kita kadang lebih hancur lagi apabila ingat penderitaan kita seakan lebih sering terjadi jika dibandingkan dengan orang lain. Kita kecewa. Kita kemudian bertanya dalam hati, apakah kesalahan kita? Apakah benar ini cobaan hidup? Siapakah yang mencoba? Kita terus berusaha mencari 'kambing hitam' atas kesulitan yang dialami. Namun, Sang Buddha tidak pernah mengajarkan untuk menyalahkan fihak lain atas kesulitan kita. Semua penderitaan dan masalah kehidupan pasti ada penyebabnya. Setiap orang memiliki penyebabnya masing-masing. Oleh karena itu, sungguh tidak tepat bila dalam diri kita masih juga muncul kejengkelan, iri hati terhadap kebahagiaan orang lain, bahkan amat keliru kalau kita sampai putus asa, patah semangat hidup dalam menghadapi perubahan yang terus terjadi dalam kehidupan kita. Buddha Dhamma telah sempurna dibabarkan oleh Sang Buddha. Buddha Dhamma memberikan jalan untuk memperoleh kebahagiaan. Buddha Dhamma juga menguraikan cara untuk mempertahankan kebahagiaan yang kita alami. 

SETIAP MAHLUK MEMILIKI KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
      Sang Buddha sejak hampir tiga ribu tahun yang lalu telah mengerti dan menyadari bahwa kehidupan ini memang selalu berisikan perbedaan, saling bertolak belakang. Perbedaan dalam dunia ini malah sering diibaratkan sebagai saudara kembar. Artinya, kita tidak mungkin hanya menerima satu sisi dan menolak sisi yang lainnya. Kita hanya mau menerima sisi kebahagiaan saja dan menolak sisi yang berisikan penderitaan. Tidak bisa. Tidak mungkin. Kita pasti menerima keduanya.
Mengalami kedua kenyataan hidup yang silih berganti ini sering membuat pikiran kita menjadi tidak seimbang. Kadang pikiran merasa senang, tetapi tidak jarang pikiran menjadi sedih. Sungguh sulit untuk bertahan pada pikiran yang penuh kebahagiaan. Permasalahannya sekarang, adakah sistem yang dapat mempertahankan pikiran agar selalu berbahagia walaupun kita harus menerima kenyataan bagaimanapun juga? Ada. Buddha Dhamma yang telah dibabarkan sempurna oleh Sang Guru Agung Buddha Gotama mampu memberikan jalan kebebasan menuju kebahagiaan sejati.
      Bila diamati, kondisi bahwa segala sesuatu selalu berubah ini adalah merupakan hakekat kehidupan. Perubahan itu sendiri adalah netral, tidak menyedihkan maupun menggembirakan. Munculnya perasaan suka maupun duka dalam menghadapi perubahan itu adalah hasil pikiran kita sendiri. Kita tidak mungkin mampu mengubah dunia. Tidak mungkin kita mengubah kenyataan. Hal yang mampu kita lakukan adalah mengubah cara berpikir kita sendiri. Siap menerima kenyataan sebagai kenyataan, bukan seperti yang kita harapkan menjadi kenyataan. Cara berpikir yang salahlah yang membuat kita menderita. Cara berpikir yang salah ini karena kita terlalu mengharapkan kenyataan dapat berubah sesuai dengan keinginan kita. Makin besar keinginan untuk mengubah kenyataan, makin besar pula penderitaan dan kekecewaan yang akan dirasakan. Kita ingin selalu berkumpul dengan segala sesuatu yang dicinta. Sebaliknya, kita selalu berusaha menolak untuk bertemu dengan apapun yang kita benci. Kenyataannya, kita pasti akan berpisah dengan segala yang dicinta dan bertemu dengan hal-hal yang dibenci. Karena itu, kita hendaknya mengubah cara berpikir agar mampu menerima kehidupan ini sebagaimana adanya. 

Dalam pergaulan dengan sesama manusia, sering muncul benturan dan ketidakselarasan. Masalah ini juga timbul karena harapan tidak selalu sesuai dengan keinginan. Untuk mengatasi masalah ini kita hendaknya mengembangkan pola pikir bahwa semua orang selalu memiliki kelebihan dan kekurangan. Kita memiliki kekurangan, tetapi juga pasti ada kelebihannya; sebaliknya orang lain di samping kelebihannya, dia pasti mempunyai kekurangan pula. Kita semua sama. Punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ada orang yang memiliki kelebihan di bidang penampilan fisik tetapi mungkin memiliki kekurangan dalam bidang kecerdasan. Orang lain yang memiliki kekurangan dalam kecerdasan, mungkin ia adalah orang yang sukses dalam berniaga. Serta masih banyak contoh lainnya. Dengan memiliki cara berpikir seperti ini membuat kita dapat lebih menerima perbedaan-perbedaan itu. Dalam kehidupan ini, sesungguhnya orang hanya saling memperhatikan antara satu dengan yang lainnya. Apabila ia melihat orang lain memiliki sesuatu yang ia sendiri belum memiliki maka ia katakan orang itu berbahagia. Kenyataannya, kebahagiaan relatif sifatnya. Kebahagiaan adalah urusan pribadi, tidak dapat diukur oleh orang lain. 

KARMA BURUK DILAWAN KARMA BAIK
      Apabila kita sudah mengerti adanya kekurangan dan kelebihan pada setiap mahluk, maka kita hendaknya mulai merenungkan penyebab perbedaan ini muncul. Perbedaan ini muncul karena adanya Hukum Karma atau hukum perbuatan. Dalam Samyutta Nikaya I,227 telah disebutkan bahwa sesuai dengan benih yang ditanam demikian pula buah yang akan kita petik, pembuat kebajikan akan memperoleh kebahagiaan, sebaliknya pembuat kejahatan akan mendapatkan penderitaan. Jadi, orang yang memiliki penampilan menarik, salah satunya, adalah karena buah kebajikannya dari kehidupan lampaunya, sedangkan apabila seseorang mempunyai cacad tubuh, salah satunya, adalah buah karma buruknya di masa lampau pula.
Membahas masa lampau memang sulit. Dibahaspun tidak akan menyelesaikan masalah, malah mungkin menimbulkan masalah baru. Debat kusir. Oleh karena itu, sekarang yang paling penting adalah bagaimana menyelesaikan masalah atau kesulitan yang timbul dalam kehidupan kita saat ini, tanpa harus mencari 'kambing hitam'. Karena kesulitan dan permasalahan adalah bagian dari buah karma buruk kita, maka untuk mengatasinya, dapat dilakukan dengan menambah karma baik. Penambahan karma baik dapat dilakukan melalui perbuatan badan, ucapan dan juga pikiran. Semakin banyak karma baik kita lakukan, semakin besar kondisi kita untuk mencapai kebahagiaan. Ibarat pada segelas air dimasukkan satu sendok garam, lalu diaduk, terasa sangat asin. Untuk mengurangi rasa asin itu, kita dapat menambah air sedikit demi sedikit. Apabila air sudah sebanyak lima atau sepuluh gelas maka satu sendok garam yang ada di dalam air itu sudah tidak terasa lagi asinnya. Demikian pula dengan hukum perbuatan, garam diibaratkan sebagai perbuatan buruk kita; air adalah perbuatan baik kita. Jika seseorang mengalami kesulitan hidup, hal ini disebabkan karena jumlah garam atau karma buruknya cukup banyak sehingga ia harus terus menambah air kebajikan sekaligus menghentikan kejahatannya. Sebaliknya, orang yang telah berbahagia dalam kehidupan ini diibaratkan seperti orang yang memiliki air dalam jumlah banyak dengan sedikit garam. Asinnya hampir tidak terasa. Meskipun demikian, hendaknya ia tidak dengan seenaknya saja menyia-nyiakan kebahagiaan dan kesempatan dalam hidupnya dengan melakukan karma buruk, atau digambarkan seperti menambah jumlah garam ke dalam air. Sebab, meskipun memiliki air kebajikan dalam jumlah yang banyak, apabila terus ditambah dengan garam kejahatan, lambat laun perbandingannya pun semakin kecil dan buah kejahatan akan menimbulkan penderitaan padanya. 

CARA MENCAPAI KEBAHAGIAAN
      Dalam Buddha Dhamma, terdapat tiga perbuatan baik yang dapat digunakan untuk memperbaiki tingkat kehidupan kita. Ketiga perbuatan itu adalah kerelaan (dana), kemoralan (sila) dan konsentrasi (samadhi). Ketiga Ajaran Sang Buddha ini dapat diibaratkan sebagai air dalam contoh air dan garam di atas. Oleh karena itu, jika ketiganya dilaksanakan terus dalam kehidupan akan membuat kehidupan kita lebih baik dan bahagia. Sedangkan, apabila penderitaan dan kegagalan sedang dihadapi, dengan melaksanakan ketiga hal ini dapatlah mengurangi kesulitan tersebut. Bahkan, kebahagiaan bukan hanya dapat dialami dalam kehidupan ini saja, kebahagiaan dapat pula dinikmati dalam kehidupan yang akan datang yaitu mempunyai kesempatan terlahir di salah satu dari dua puluh enam alam surga
      Agar lebih jelas, maka ketiga perbuatan itu akan diuraikan satu persatu:
Kerelaan (dana) adalah awal kebajikan. Kerelaan pada mulanya dilatih dengan hal-hal yang bersifat materi. Apabila seseorang telah terbiasa, maka ia dapat meningkatkan latihannya dengan kerelaan yang tidak berbentuk materi. Kerelaan berbentuk materi, misalnya memberikan empat kebutuhan pokok kepada mereka yang membutuhkan. Kerelaan yang bukan berbentuk materi, misalnya mau memperhatikan kesulitan orang lain, bersedia memaafkan orang lain, ataupun mau menyadari segala kelebihan dan kekurangan orang lain. Pokok pemikiran latihan kerelaan ini adalah agar seseorang dapat memiliki pola pikir: Semoga semua mahluk berbahagia. Sebab, dengan pemikiran awal ini saja, kebencian, iri hati maupun kecemburuan akibat perbedaan dalam kehidupan akan dapat dilenyapkan. Kita bahkan ikut berbahagia atas kebahagiaan mahluk lain. Kita bersimpati dengan kebahagiaan orang lain. Kita menjadi orang yang mempunyai tingkat toleransi yang tinggi terhadap lingkungan. Dengan latihan kerelaan, kita berusaha menurunkan tingkat keinginan kita - bila memang tidak mampu mencapainya - agar sesuai dengan kenyataan yang sedang kita hadapi. Apabila kita bertemu dengan orang yang menjengkelkan, kita bisa menghindarinya sambil merenungkan: mungkin memang tingkah semacam itulah yang membuatnya bahagia.
      Kemoralan adalah berintikan kedisiplinan. Latihan ini diawali dengan pelaksanaan Pancasila Buddhis atau Lima Latihan Kemoralan. Isi Pancasila Buddhis ini adalah latihan pengendalian diri untuk tidak melakukan pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, berbohong dan mabuk-mabukan. Inti latihan ini adalah agar kita dapat meningkatkan kualitas diri kita. Meningkatkan disiplin diri. Menumbuhkembangkan disiplin diri diperlukan agar kita mampu mencapai harapan kita. Jadi apabila kedermawanan ditujukan untuk menurunkan harapan, disiplin diri ditujukan untuk meningkatkan sistem kerja agar tercapai target yang diharapkan. Peningkatan sistem kerja ini dengan merenungkan dua hal yang telah diajarkan dalam Dhamma (Anguttara Nikaya II, 16). Pertama, menganalisa kelebihan dan kekurangannya sendiri. Faktor kelebihan hendaknya kita kembangkan terus sehingga kebahagiaan akan semakin sering dirasakan. Sebaliknya, unsur kekurangan, hendaknya kita hindari agar penderitaan tidak lagi datang pada diri kita. Kedua, menganalisa kelebihan dan kekurangan orang lain. Apabila kita dapat menemukan kekurangan orang, segera hindarilah sikap buruk semacam itu karena kita memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukannya. Sedangkan apabila kita melihat kelebihannya, segera tirulah agar kita juga memperoleh keberhasilan yang sama. Dengan demikian, bila kita melihat keberhasilan orang lain, tidak akan muncul rasa iri hati, justru kita akan bersemangat untuk meneladaninya. Kalau orang lain mampu melakukan, kita pun harus berusaha untuk melakukannya pula.
      Konsentrasi atau latihan meditasi ditujukan untuk mencapai ketenangan pikiran. Latihan meditasi dilakukan dengan menggunakan pernafasan sebagai sarana. Namun, meditasi bukanlah mengatur pernafasan, juga bukan menahan nafas. Meditasi hanyalah merasakan pernafasan kita sendiri. Kita dengan sungguh-sungguh merasakan udara yang masuk dan keluar melalui lubang hidung kita. Dengan melaksanakan meditasi setiap pagi dan sore selama 15 menit akan membentuk kebiasaan berpikir untuk selalu menyadari bahwa hidup adalah saat ini. Tadi kita pernah hidup, tetapi sudah tidak hidup; nanti kita akan hidup tetapi belum tentu hidup; hidup adalah saat ini.
Pengembangan pola pikir agar dapat hidup saat ini akan dapat menghasilkan ketenangan. Hal ini dapat terjadi karena seseorang timbul emosi, kejengkelan, kegelisahan, stress adalah dikarenakan dalam pikirannya selalu membandingkan antara keinginan dengan kenyataan yang dihadapinya. Apabila sesuai, bahagialah ia; sebaliknya apabila tidak sesuai timbullah penderitaan. Jadi, segala bentuk perasaan suka dan duka itu adalah hasil dari pikiran itu sendiri. Oleh karena itu, perasaan pasti dapat dikendalikan apabila orang dapat menguasai pikirannya sendiri. Meditasi inilah sebagai salah satu cara mengendalikan pikiran.
Meditasi memang tidak akan menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Meditasi hanyalah sarana untuk menenangkan pikiran agar dapat lebih mudah menyelesaikan masalah. Dengan memiliki ketenangan pikiran, seseorang dapat menentukan kapankah ia harus menurunkan harapan; atau kapankah ia harus meningkatkan sistem kerjanya. Ataukah, kapan saatnya untuk melakukan keduanya sekaligus, menurunkan harapan dan meningkatkan kinerja. Pemilihan ini membutuhkan ketenangan dan keseimbangan batin. Dengan memiliki kemampuan memberikan pilihan yang tepat, seseorang akan dapat menghindarkan diri dari penderitaan dan meningkatkan kebahagiaan dalam hidup. 

CARA MENCAPAI KEBAHAGIAAN
Semua mahluk memang selalu memiliki kelebihan dan kekurangan
Perbedaan yang ada pada mahluk hidup adalah karena setiap mahluk memiliki karmanya sendiri-sendiri.
Kita dapat memperbaiki kehidupan kita dengan melaksanakan kerelaan, kemoralan dan samadhi setiap hari.
Kerelaan digunakan untuk menyesuaikan harapan kita agar sama dengan kenyataan. Dapat menerima kenyataan.
Kemoralan ditujukan agar kita dapat memperbaiki kualitas diri dan sistem kerja kita agar harapan dapat tercapai.
Samadhi dimanfaatkan untuk menentukan apakah keinginan ataukah sistem kerja yang harus kita perbaiki. Atau menentukan tindakan yang tepat untuk menghadapi masalah. 


RENUNGAN
Segala suka dan duka sesungguhnya
adalah karena buah perbuatan kita sendiri.
Karena itu bila kita sedang berbahagia tambahlah terus kebajikan
agar dapat terus mempertahankan kebahagiaan yang sedang kita rasakan.
Bila sedang mengalami penderitaan,
maka janganlah bosan menambah kebajikan
agar karma buruk yang kita alami segera berlalu

 
Top