Untuk apa manusia dilahirkan ke dunia ini? Di manakah ia sebelum dilahirkan? Dan untuk apa ia dimatikan? Inilah persoalan setiap orang yang perlu dijawab dengan dengan hati-hati dan adil. Tepat jawabannya maka tepatlah tujuan hidup yang dipilihnya. Salah jawabannya salah pulalah tujuan hidupnya.
Melihat kepada kelompok-kelompok manusia yang berbagai nama dan ragamnya kita dapat mengetahui apakah tujuan hidup masing-masing. Lain kelompok lain pula tujuan yang ingin dicapainya. Ada yang ingin menjadi penguasa di muka bumi, ada ingin menyebarkan pengaruh, ada yang ingin menjayakan banga dan negara, ada yang ingin mencapai kekayaan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan lain sebagainya. Alangkah banyaknya tujuan hidup yang dibuat oleh manusia. Mungkin sebanyak manusia itu sendiri. Namun pada umumnya, melihat kepada sikap hidupnya, manusia di seluruh pelosok bumi ini cenderung menjadikan hidupnya untuk :
1. Makan, minum, berumah tangga, berketurunan, tua, kemudian mati. Itu saja. Oleh karena itu yang menjadi permasalahan adalah bagaimana mencari uang untuk keperluan-keperluan tadi. Bekal hidup di akhirat tidak diperhitungkan lagi. Tuhan tidak penting lagi. Hanya saja di saat susah barulah teringat dan minta tolong kepada Tuhan. Apabila telah berhasil, selamat tinggallah Tuhan.
2. Sebagian manusia lagi menjadikan tujuan hidupnya selain untuk makan minum, dan berumah tangga, juga untuk mendapatkan kuasa. Dengan kuasa tersebut diharapkan bisa menguasai atau mempengaruhi bangsa dan kolompok lain di dunia. Cita-cita dan tujuannya adalah menjadi tuan terhadap manusia lain di dunia. Maka terjadi perjuangan untuk menjatuhkan penguasa-penguasa lain atau untuk menaklukkan daerah yang belum dikuasai. Kelompok ini sanggup mengorbankan tenaga, harta dan jiwa raga bahkan membunuh dan berperang untuk mencapai tujuannya.
3. Sebagian yang lain menjadikan tujuan hidupnya untuk mencari kemuliaan diri. Yaitu dengan menunjukkan kelebihan dan berbanggabangga. Karena dengan demikian akan muncul rasa mulia dan akan dimuliakan orang lain. Jangan sampai terhina dan dihinakan. Atas tujuan inilah manusia rela bersusah payah mencari kelebihan baik harta benda, ilmu pengetahuan, pangkat, gaji, kecantikan, popularitas dan lain-lain.
Dengan tujuan-tujuan hidup tersebut dapat kita lihat hasilnya pada kehidupan manusia, kekacauan terjadi di sana-sini, perebutan harta dan kekuasaan, hasad dengki, prasangka buruk, fitnah, amarah, peperangan, perebutan wilayah dan sumberdaya alam, yang kuat makin kuat menganiaya yang lemah dan yang lemah terbiar menimbulkan masalah, kesenjangan sosial, rusaknya moral masyarakat, pergaulan bebas karena tidak mampu mengendalikan nafsu melanda masyarakat tanpa pandang tingkat pendidikan dan lain-lain. Melihat kenyataan ini manusia patut untuk berpikir ulang dan mencari di manakah letak kekeliruannya.
Jika melihat dari asal kejadiannya dan kesudahan hidup kita kelak, orang yang bijak akan menyadari bahwa kehidupan kita yang sebenarnya bukan di dunia ini. Dunia ini hanyalah jembatan saja menuju ke kehidupan akhirat, tempat asal kita. Marilah kita coba merujuk kepada Tuhan yang telah menciptakan manusia dan alam semesta ini, yang membekali manusia dengan hati ( jiwa atau ruh ), akal dan nafsu.
“Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk menyembahKu” (Az Zaariyat: 53)
“Sesungguhnya Kami telah mengilhamkan kepada jiwa itu dua jalan yaitu jalan kefasikan dan jalan ketaqwaan.” (Asy Syam: 8)
“Sesungguhnya nafsu itu sangat mengajak kepada kejahatan.” (Yusuf: 53)
“Apakah tidak engkau perhatikan orang-orang yang mengambil hawa nafsu sebagai Tuhan, lalu dia disesatkan ALLAH.” ( Al Jaasyah: 23)
Maknanya, Tuhan mengajarkan kepada kita bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk menuju kepadaNya. Dan untuk memudahkan hal itu maka Tuhan membekali dengan jiwa yang bertaqwa dan akal untuk memikirkan, mengkaji dan memilih. Kemudian kembali kepada masing-masing individu untuk memilih tujuan hidupnya, menuju ALLAH atau mengikuti hawa nafsunya.
Oleh karena itu, janganlah kita terkeliru dengan menjadikan dunia sebagai tujuan. Dunia hanya jalan saja. Perbedaan antara tujuan dan jalan adalah bahwa tujuan hanya satu dan harus dicapai sedangkan jalan bisa bermacam-macam menurut keperluan. Jika jalan bertentangan dengan tujuan, baik dalam niatnya, perkaranya, caranya, atau hasilnya, janganlah jalan itu digunakan. Pastilah kita tidak pernah sampai di tujuan. Ibarat orang di perantauan, pasti kita semua ingin kembali dengan selamat ke ampong halaman. Tentunya tidak ada yang menginginkan tertinggal selamanya di perjalanan karena terkeliru dalam menentukan mana jalan mana tujuan. Astaghfirullahaladzim.
Sumber” teman sejati