Taubat yang harus dilakukan oleh orang awam adalah sebagaimana disebutkan oleh Ali bin Abi Thalib saat menjelaskan tentang makna istighfar, dimana ia memiliki enam rukun: pertama, penyesalan. Penyesalan ini merupakan solusi dari banyak masalah, terutama sebagai ganti daripada penyesalan saat kematian dan setelahnya yang tidak dapat dibayangkan bagaimana penyesalan yang bakal diterima dan dihadapi oleh orang yang tidak bertaubat. Sebab,
di dunia ini manusia tidak akan pernah mampu membayangkan musibah-musibah ini; bagaimana kegembiraan-kegembiraan, keindahan-keindahan dan cahaya-cahaya serta kekuasaan-kekuasaan yang kemudian diganti dengan kesengsaraan-kesengsaraan, kesulitan-kesulitan, kegelapan-kegelapan dan amarah-amarah yang bakal diterimanya, sehingga ia tidak akan pernah mampu mencapai penyesalan derajat ukhrawi yang bisa dibayangkannya di dunia ini!
Kedua, bertekad ini untuk tidak mengulangi kembali. Ketiga, menunaikan hak-hak makhluk.
Keempat, melaksanakan kewajiban-kewajiban agama yang ditinggalkannya.
Kelima, daging yang tumbuh di badannya dari hal-hal yang haram harus digantinya dengan melatih fisiknya dalam bentuk riyadhah (olah jiwa) dan memberinya minuman dan makanan yang halal sehingga tumbuh kulit yang melekat pada tulang dan daging yang baru.
Keenam, berapa lama ia melakukan kemaksiatan dan menikmatinya maka sebagai gantinya, ia pun harus merasakan penderitaan dalam ketaatan.
Adapun perincian riwayat secara global tersebut adalah bahwa ketika manusia mengetahui benar-benar hakikat dan pengaruh maksiat, misalnya saat saat memakan harta anak yatim, ia benar-benar meyakini bahwa ia memakan api, dan api ini dengan dimakan tidak akan pernah padam, bahkan setelah kematian justru ia semakin menguat dan membara; api itu akan membakar urat-urat dan bagian dalam tubuh manusia. Dan setelah urat-urat dan bagian dalam manusia terbakar, organ dan bagian tubuh manusia tersebut diutuhkan kembali. Pengetahuan akan hal ini harusnya secara otomatis membangkitkan penyesalannya sesuai dengan kadar penderitaan dan kesulitannya. Dan ia harus bergerak untuk menghindarinya, terutama ketika ia yakin bahwa saat berhasil memadamkan api yang dinyalakan sendiri di dalam dirinya itu, maka betapa kelezatan-kelezatan dan kemuliaan-kemuliaan akan digapainya. Maka, sesuai dengan pengetahuan itu, ia terdorong dengan penuh kerinduan untuk memadamkan api tersebut. Dan setiap pekerjaan berat yang dihadapinya maka bila toh ia mesti melakukannya, ia melakukannya dengan penuh kerinduan.
http://www.tapaksunan.net/id/catatan-detil/17/enam-rukun-tobat