sejarah mencatat bahwa sebelum Nabi saw. dilahirkan, manusia berada dalam lembah kesesatan dan penyimpangan yang parah. Bangsa Arab pada khususnya, sedang menikmati masa jahiliahnya. Dan berkaitan dengan keadaan masyarakat sebelum diutusanya Nabi saw., Sayidina Ali bin Abi Thalib secara indah menuturkan:"Allah mengutusnya saat terjadinya masa vakum dari para rasul, umat-umat terlelap dalam tidur panjang, dan fitnah semakin berkobar serta tersebarnya pelbagai persoalan dan berkecamuknya pelbagai peperangan.
Dunia kala itu tampak tak bercahaya, kesombongan merajalela, dedaunan mulai layu, buahnya mulai tumbang, dan airnya mulai mengering. Menara-menara petunjuk telah lenyap dan agen-agen kejahatan bermunculan. Mereka bermuka masam di hadapan pendukung dan pencari kebenaran. Mereka mengobarkan fitnah. Makanan mereka bangkai, slogan mereka kecemasan dan selimut mereka adalah pedang.”[1]
Dunia kala itu tampak tak bercahaya, kesombongan merajalela, dedaunan mulai layu, buahnya mulai tumbang, dan airnya mulai mengering. Menara-menara petunjuk telah lenyap dan agen-agen kejahatan bermunculan. Mereka bermuka masam di hadapan pendukung dan pencari kebenaran. Mereka mengobarkan fitnah. Makanan mereka bangkai, slogan mereka kecemasan dan selimut mereka adalah pedang.”[1]
Dalam keadaan pelik yang dilalui oleh manusia itu, terbitlah cahaya Ilahi yang menerangi manusia dan negeri, dan mengabarkan berita gembira tentang kehidupan yang mulia dan kebahagiaan yang abadi. Itu terjadi ketika bumi Hijaz diberkati oleh kelahiran seorang Nabi yang mulia, Muhammad bin Abdillah as pada Tahun Gajah (570 M) dan pada bulan Rabiul Awal, sebagaimana disepakati oleh mayoritas ahli hadis dan sejarawan.
Berkenaan dengan hari kelahirannya, mayoritas Ahlu Sunnah berpendapat bahwa beliau dilahirkan pada hari Senin, tanggal dua belas Rabiul Awal.”[2] Ada juga yang berpendapat bahwa beliau dilahirkan pada hari Jumat, tanggal tujuh belas Rabiul Awal sesudah terbitnya fajar.
Sumber-sumber sejarah mencatat beberapa peristiwa yang unik di hari kelahiran beliau. Misalnya, padamnya api kaum Persia, gempa yang dialami manusia hingga hancurnya pelbagai gereja dan peribadatan kaum Yahudi, serta robohnya pelbagai hal yang disembah selain Allah Azza wa Jalla dari tempatnya, dan tumbangnya pelbagai berhala yang diletakkan di Ka`bah. Peristiwa tersebut membuat para tukang sihir dan para dukun terbelalak dan tak berdaya untuk menafsirkannya. Serta terbitlah bintang-bintang yang tak terlihat sebelumnya. Demikianlah Muhammad saw. lahir dan berkata: "Allah Maha Besar. Segala puji bagi Allah dengan suatu pujian yang banyak dan Maha Suci Allah di waktu pagi dan petang."[3]
Nabi terkenal memiliki dua nama: "Muhammad" dan "Ahmad". Alquran menyebutkan kedua nama tersebut. Para sejarawan meriwayatkan bahwa kakeknya Abdul Muthalib menamakannya "Muhammad". Dan ketika beliau ditanya tentang sebab penamaan tersebut, beliau menjawab: "Aku ingin ia (Muhammad) dipuji di langit dan di bumi."[4] Sebagaimana ibunya—sebelum kakeknya—menamakannya "Ahmad".
Melalui lisan Nabi Isa a.s., Injil pun telah memberitakan kabar gembira tentang kedatangan Nabi Muhammad saw. sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Alquran dan dibenarkan oleh Ahlu Kitab. Dalam hal ini, Allah Swt berfirman: "Dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku yang namanya Ahmad (Muhammad)."[5] Dalam tradisi bangsa Arab dan selainnya, tidak ada masalah bila seseorang memiliki dua nama dan dua julukan.
Dinamika kehidupan umat manusia pada umumnya dan umat Islam khususnya, dimulai sejak bayi suci yang bernama Muhammad bin Abdillah lahir dan menyinari ufuk kota Mekkah. Sinar Muhammad tidak hanya berhenti di kota Mekkah namun menembus cakrawala dunia. Sejak ia dilahirkan pena-pena sejarah mulai bergerak. Setiap gerak-geriknya menjadi bahan tulisan penting kalangan sejarawan.
Para penduduk kota Mekkah tidak memahami makna kehadiran Nabi yang agung ini. Mereka memandang lahirnya Muhammad saw. tak ubahnya seperti kelahiran bayi biasa lainnya. Mereka tidak mampu menangkap peristiwa-peristiwa menakjubkan di atas yang mengiringi kelahirannya. Namun tidak demikian halnya dengan kaum Yahudi. Jauh-jauh hari mereka telah mengetahui akan kedatangan seorang nabi akhir zaman. Bahkan mereka telah memasang tenda di sekitar bukit `Air dan Uhud untuk menyambut kedatangan Nabi saw. Tapi sayangnya, ketika mereka telah mengetahui kehadiran Rasul saw., mereka jutsru menentang dan tidak beriman kepadannya. Sehingga akhirnya mereka mendapatkan laknat Allah.[6]
Sebelum peristiwa bi`tsah (masa diutusnya Nabi saw.), Muhammad saw. belum begitu diperhitungkan oleh sejarah. Namun sejak peristiwa bi`tsah, poros sejarah semakin kencang bergulir. Di sinilah langkah-langkah Muhammad saw. begitu bermakna. Di sinilah Muhammad saw. mulai mengibarkan bendera tauhidnya. Bendera yang mencabut akar-akar syirik yang meracuni akal umat manusia sepanjang masa. Bendera yang tidak mengenal perbedaan ras, suku dan bahasa. Bendera yang mempertemukan semua umat dalam satu slogan dan samudera, yaitu: Lailahaillallah Muhammad Rasulullah.
Lalu apa yang terjadi setelah Muhammad saw. mengibarkan bendera fitrah itu? Di sinilah detak jantung sejarah semakin kencang berdegup. Mengapa? Karena Muhammad saw. harus melawan gelombang resistensi para alumni universitas berhalaisme yang diawali dengan tampilnya Sang Biang Syirik, Abu Lahab yang meluncurkan kalimat ketusnya kepada Nabi saw.: “Tabbat laka ya Muhammad ali hadza jama`tana?!” (Celaka engkau hai Muhammad apakah hanya karena ini engkau mengumpulkan kami?!). Lalu Tuhan Pengutus Muhammad saw. tidak membiarkan kekasihnya dipermalukan seperti itu. Melalui wahyu suci-Nya, Allah membalas ejekan Abu Lahab itu: “Sungguh celaka tangan Abu Lahab.” (QS. Al Lahab: 1)
Sejak peristiwa itu denyut nadi kota Mekkah bertiup semakin kencang. Para ibu dan gadis-gadis remaja yang biasanya rajin mengosip yang tidak-tidak, kini semua memasukkan Muhammad dalam pembicaraan mereka. Tapi Muhammad saw. bukan gosip murahan yang tak bermakna. Cerita tentang Muhammad saw. adalah sebuah fakta yang tak terbantah.
Selanjutnya, cerita tentang anak yatim itu terus bergulir dari satu telinga ke telinga lainnya. Dan nama Muhammad saw. menjadi buah bibir penduduk kota Mekkah. Mereka yang belum pernah bertemu Muhammad dan mendengar suaranya semakin penasaran untuk segera bertemu dengannya. Seperti apa sih Muhammad itu? Tampan atau tidak? Menarik atau tidak? Apa yang dibicarakannnya? Apa yang diserunya? Sehebat apa dia sehingga berani melawan arus deras syirik yang sudah mencemari udara kota Mekkah? Seistimewa apa pribadi Muhammad itu? Apakah Muhammad pernah berdusta dan berbuat aniaya? Apakah Muhammad pernah minum arak seperti yang mereka minum? Apakah Muhammad punya “berhala tandingan” yang lebih besar dan lebih hebat daripada yang mereka miliki? Misi apa yang dibawanya dan siapa yang menjadi sponsor dan dalangnya serta cita-cita apa yang ingin diraihnya? Apakah ia menginginkan harta, tahta atau wanita? Apakah Muhammad datang hanya sekadar mencari sensasi murahan? Dan di balik pertanyaan-pertanyaan kritis dan nakal itu hanya satu harapan, yaitu: bertemu Muhammad!!!
Akhirnya, pertemuan mereka dengan Muhammad saw. menjungkirbalikkan semua prediksi buruk mereka. Semua dugaan mereka tentang Muhammad saw. meleset. Kefasihan lidah Muhammad saat merangkai kata demi kata bak menyihir mereka. Daya tarik fisik Muhammad pun membuat mereka terpana. Argumentasi tahan banting putra Bani Hasyim ini bak petir di siang bolong. Putra Asuhan Wahyu ini dengan percaya diri membongkar kelemahan sistem Jahiliyah. Alumni Gua Hira ini dengan lantang dan berani meneriakkan gema tauhid dan mulai mengubur pilar-pilar syirik.
Saat Muhammad saw. membacakan ayat-ayat Alquran, para penyair dan para seniman Arab yang sedang menikmati masa keemasan syair dan mereka menganggap tak ada syair/pembicaraan apa pun yang dapat mengungguli karya seni mereka, tiba-tiba mereka harus gigit jari dan mengerutkan dahi saat menyadari bahwa peradaban wahyu yang dibawa putra Aminah ini jauh mengawang di atas syair mereka. Kata dan kalimat, lafal dan makna Alquran yang begitu menawan seolah-olah baru mereka dengar dan sepertinya tidak mereka temukan dalam kamus besar bahasa Arab. Syair-syair terbaik dari pelbagai kabilah yang memenangkan festival tahunan dan sebagai kebanggaan biasa dipajang dan diikat di sekeliling Ka`bah, kini harus segera mereka turunkan.
Dengan datangnya mukjizat Alquran, sekarang tidak ada lagi tujuh syair terbaik yang digantungkan di dinding Ka`bah (muallaqat sab`ah). Para penyair kesohor Jahiliah kini kehilangan pekerjaan rutin mereka. Mereka terpaksa harus mencari mata pencaharian baru agar dapat membuat dapur mereka mengepul. Para kabilah yang sebelumnya mendapatkan kebanggaan atas terpilihnya penyair terbaik dari kabilah mereka, kini mau tidak mau harus melupakan masa lalu yang manis itu. Para penyair yang biasa nongkrong sambil meneguk arak dosis tinggi di pasar Ukadh, kini harus menghentikan kebiasaan mereka untuk berkhayal dan berimajinasi dan mereka menjadi pensiunan prematur.
Mekkah bergolak. Bursa saham bergejolak. Para penyembah berhala dan bangsawan-bangsawan Quraisy sangat terganggu dengan “produk baru” yang diperdagangkan Muhammad. Pasar-pasar syirik mulai memperhitungkan “barang baru” yang dibawa Muhammad dan sudah mulai memenuhi pasar umum. Muhammad menjadi “momok mengerikan” bagi para pelaku pasar.
Lalu, sistem apa yang mereka rancang untuk membendung laju berbahaya Muhammad? Strategi apa yang mereka ciptakan untuk membuat Muhammad gulung tikar? Opini apa yang harus mereka bangun untuk membungkam “ambisi” putra Abdillah ini?
Tidak ada satu cara rasional pun untuk menghentikan sepak terjang Muhammad. Semua yang disampaikan Muhammad adalah kebenaran mutlak.
Muhammad saw. terlalu kuat untuk mereka lawan. Muhammad terlalu “sakti” untuk mereka guna-guna. Para penyihir dari pelbagai kabilah sudah kehabisan stamina dan akal untuk bisa memperdaya Muhammad. Para cendekiawan Quraisy dan para dosen universitas “Lata dan Uzza” sudah kehabisan kata untuk memperdaya Muhammad. Sudah usang dan tidak tepat julukan “dukun”, “penyair”, dan “orang gila” bagi Muhammad. Dan harapan mereka hanya tingggal satu dan ini berada di pundak Walid bin Mughirah, orang yang mereka juluki sebagai Raihanatul Arab (kembang kebanggaan orang-orang Arab).
Kemudian apa yang terjadi? Dan apa yang dilakukan oleh Raihanatul Arab ini? Setelah memutar otaknya ke sana kemari, ia dengan lantang mengatakan: Muhammad penyihir! Ia mampu menyihir orang yang tidak percaya menjadi percaya. Melalui sihirnya, ia mampu menceraiberaikan antar anggota keluarga. Sehingga tidak mengherankan bila seorang anak menjadi Muslim dan ayahnya kafir atau sebaliknya. Atau suami masuk Islam dan istrinya kafir atau sebaliknya. Inilah pekerjaan tukang sihir!
Dalam beberapa waktu julukan "penyihir" bagi Muhammad terasa lebih pas dan lebih "keren" daripada julukan lainnya seperti dukun dan orang gila. Namun tak lama kemudian julukan itu pun sirna ditelan dan digilas oleh roda kebenaran yang dikemudikan Muhammad. Selidik demi selidik membuktikan bahwa Muhammad tak punya ruangan rahasia atau bawah tanah untuk mengguna-gunai orang-orang yang tidak mau mengikutinya. Bahkan rumah Muhammad pun tidak pernah tercium bau kemenyan atau dupa yang biasa dipakai para dukun saat memulai prakteknya. Lebih jauh lagi, Muhammad tidak pernah tertarik dengan dunia hitam ini, apalagi punya bakat besar dalam hal ini.
Sahabat-sahabat Muhammad saw adalah mereka yang mengikutinya dengan kebebasan dan tidak ada tekanan. Muhammad tidak pernah menjanjikan atau mengiming-imingi "bonus" atau "kupon berhadiah" bagi siapa pun yang mengikutinya. Hanya karena keimanan dan tunduk kepada tuntunan akal mereka membela Muhammad saw.. Sahabat-sahabat Muhammad saw. menyadari bahwa ancaman, siksaan, dan pelbagai kesulitan lainnya yang mereka hadapi adalah "harga yang paling murah" yang harus mereka bayar demi sebuah kebebasan kemanusiaan.
Dan pada akhirnya, pasca penaklukan kota Mekkah, nama Muhammad saw. semakin membumbung ke angkasa. Amnesti massal yang diberikannya kepada muyrikin Mekkah mengundang decak kagum musuh-musuhnya. Ia adalah Muhammad yang penyayang dan bukan pendendam.
Tidak hanya makhluk di bumi yang sibuk membicaraknnya, bahkan makhluk di langit pun turut "ngerasani" suami Khadijah al Kubra ini. Dan sesuai dengan namanya Muhammad yang berarti terpuji, beliau terpuji di bumi dan Ahmad yang berarti terpuji di langit.
Sejarah tidak dapat menghentikan langkah Muhammad. Kolom-kolom sejarah pun penuh dengan cerita putra terbaik Bani Hasyim yang bersahaja ini. Para sejarawan mau tidak mau harus memasukkan Muhammad sebagai sumber berita utama dalam tulisan-tulisan dan goresan-goresan pena mereka. Muhammad adalah "biang berita" dan hakikat sejarah yang bergerak serta cahaya yang menyinari setiap sudut dunia. Dan semua sepakat bahwa tanpa Muhammad saw., maka sejarah hampa alias tak bermakna.
Salam kepadamu wahai Habibullah di hari engkau dilahirkan, di saat engkau diutus sebagai Rasul bagi semesta alam, di hari engkau kembali ke pangkuan Alllah Swt dan di hari engkau akan dibangkitkan kembali.
Oleh: Syekh Muhammad Alcaff
[1] Nahjul Balaghah: Khotbah 89.
[2] Silakan Anda merujuk Imta`ul Asma': 3 dimana Anda akan temukan pelbagai pendapat seputar hari kelahiran Nabi Saw.
[3] Tarikh Al-Ya`qubi: 2/8, As-Siroh Al-Halabiyyah: 1/92.
[4] As-Siroh Al-Halabiyyah: 1/128.
[5] QS. Ash-Shaff: 6, silakan Anda merujuk As-Siroh Al-Halabiyyah: 1/79.
[6] Tafsir al Amtsal, jilid 1, hal. 294.
Sumber asli:
http://www.tapaksunan.net/id/catatan-detil/21/tanpa-rasulullah-saw--sejarah-tak-bermakna