Demikianlah transaksi bumi yang terjadi antara sesama manusia. Namun apakah transaksi samawi yang terjadi antara Pencipta langit dan penghuni planet yang bernama bumi juga demikian? Apakah ketika Dia mengobral pahala secara besar-besaran di bulan Ramadhan karena dorongan frustasi dimana barang (baca: amal saleh) yang dijajakan-Nya tidak dilirik oleh manusia atau bahkan sebagian besar mereka mencemoohkannya?
Apakah ketika Dia sangat bersemangat (seperti layaknya penjual yang teriak-teriak untuk menarik perhatian pembeli) untuk "memancing" orang beramal saleh karena Dia membutuhkan amal saleh tersebut? Atau dengan kata lain, apakah amal saleh yang dilakukan anak-anak Adam manfaatnya kembali kepada-Nya? Apakah Tuhan pernah berpikir bahwa banyak-sedikitnya manusia yang mengikuti-Nya sangat mempengaruhi perkembangan "usaha-Nya"? Apakah Tuhan Yang Maha Kaya berusaha mengembalikan modal-Nya dimana ketaatan manusia menandakan kembalinya modal-Nya dan kemaksiatan mereka pada-Nya menunjukkan kebangkrutan-Nya?
Apakah ketika Dia sangat bersemangat (seperti layaknya penjual yang teriak-teriak untuk menarik perhatian pembeli) untuk "memancing" orang beramal saleh karena Dia membutuhkan amal saleh tersebut? Atau dengan kata lain, apakah amal saleh yang dilakukan anak-anak Adam manfaatnya kembali kepada-Nya? Apakah Tuhan pernah berpikir bahwa banyak-sedikitnya manusia yang mengikuti-Nya sangat mempengaruhi perkembangan "usaha-Nya"? Apakah Tuhan Yang Maha Kaya berusaha mengembalikan modal-Nya dimana ketaatan manusia menandakan kembalinya modal-Nya dan kemaksiatan mereka pada-Nya menunjukkan kebangkrutan-Nya?
Tidak, dan Tidak! Ma hakdza dzannu bika! Tidak demikian persangkaan kami kepada-Mu ya Allah! Adalah benar Dia menyiapkan ratusan hidangan di atas meja makan-Nya, namun Dia mengundang para tamunya dengan ikhlas (tidak ada udang di balik batu) dan tidak pandang bulu (tidak mengenal batas kaya dan miskin). Si miskin yang mengabdi pada-Nya akan menikmati jamuan-Nya dan duduk terhormat di sisi-Nya, namun si kaya yang congkak dan menentang-Nya tidak akan menerima "kartu undangan-Nya" dan terusir dari meja makan-Nya. Adalah benar bahwa Dia mengiming-imingi "hadiah besar" bagi para tamu-Nya yang dengan kesadaran spiritual sudi mengunjungi rumah-Nya, utamanya di jam-jam istimewa dan khusus, seperti waktu sahur. Bahkan Dia berjanji bahwa pintu rumah-Nya non-stop (24 jam) terbuka bagi siapapun yang ingin datang menemui-Nya dan mengadukan problema hidupnya atau sekadar bercengkrama dengan-Nya. Tapi perlu diingat bahwa Dia tidak pernah mengharapkan "oleh-oleh" dari para tamu-Nya. Dia tidak seperti dokter yang mencoba menyelesaikan penyakit para pasiennya lalu mengharap imbalan dari mereka. Dia adalah al Karim Yang Maha Dermawan, Dia adalah al Wahhab, sumber pemberian dan tidak pernah diberi dan Dia yuth`imu (yang memberi makan) wala yuth`am (dan tidak pernah diberi makan). Selama manusia belum memasuki pintu maut yang bernama syirik maka Dia tidak pernah kehabisan kesabaran untuk membujuk manusia memasuki lorong-lorong takwa dan menikmati madu cinta serta kebersamaan dengan-Nya. Al-Quran sebagai kitab suci-Nya bersenandung: "Wahai orang-orang yang melampau batas atas diri mereka, janganlah kalian putus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa." Bahkan ada ayat lagi yang lebih menjanjikan pertolongan dan syafaat bagi para pendosa dan penggila hawa nafsu, yaitu: "Semoga Tuhanmu membangkitkan kamu (hai Muhammad saw) dalam tempat yang terpuji." Ayat ini mengisyaratkan bahwa nanti di Padang Mahsyar Nabi saw akan memberikan "payung penyelamat" dan "tiket gratis" kepada orang-orang yang di hatinya ada tetesan embun cinta kepada beliau dan kepada ahlul bait (keluarga)nya, sehingga mereka lolos dari kejaran azab Ilahi yang dahsyat dan mengerikan. Namun orang-orang yang di dalam hatinya ada goresan kebencian kepada keluarga Nabi saw dan tidak meneladani mereka pasti akan merasakan kehausan di Padang Mahsyar dan tercoret dari syafaat Nabi saw. Jika Nabi saw, tidak memberi mereka syafaat lalu siapa yang akan memberi mereka syafaat?
Jadi, Ramadhan adalah kesempatan emas bagi kita untuk mengeruk pundi-pundi amal dan tidak membiarkan waktu kita hilang tak bermakna. Dan belanja "amal" harus kita tingkatkan selama 3 hari yang paling luar biasa, yaitu lailatul qadar (malam 19,21&23) . Inilah saatnya kita menangis, meratap, dan merayu Sang Kekasih agar Dia memenuhi hajat kita dan memilihkan yang terbaik bagi kehidupan kita serta mencatat kita dalam buku induk-Nya sebagai orang-orang yang berbahagia di tahun berikutnya. Ketahuilah bahwa Ramadhan adalah taman luas yang kita miliki. Karena itu, marilah kita menanaminya dengan amal saleh dan memanennya di hari kemudian.
sumber:
http://www.tapaksunan.net/id/catatan-detil/12/obral-pahala-tapi-bukan-cuci-gudang