Ada berita menyejukkan dan menyenangkan bagi umat Islam tanah air, khususnya mereka yang memiliki kepedulian secara khusus dengan Al-Quran, yaitu adanya banyak pihak yang berlomba-lomba untuk kembali memberikan perhatian kepada Al-Quran secara serius, terpadu dan berkesinambungan.
Semua umat Islam dari pelbagai kelompok dan kalangan berusaha secara optimal untuk bagaimana caranya mendekatkan dan mengakrabkan masyarakat Muslim Indonesia dengan bacaan, hafalan dan pemahaman Al-Quran. Mungkin sudah mulai tumbuh tanda-tanda kesadaran kolektif bahwa kemunduran, keterpurukan dan keterbelakangan kita selama ini di pelbagai bidang kehidupan banyak dipengaruhi oleh semakin jauhnya kita dengan pedoman dan pesan Al-Quran.
Semua umat Islam dari pelbagai kelompok dan kalangan berusaha secara optimal untuk bagaimana caranya mendekatkan dan mengakrabkan masyarakat Muslim Indonesia dengan bacaan, hafalan dan pemahaman Al-Quran. Mungkin sudah mulai tumbuh tanda-tanda kesadaran kolektif bahwa kemunduran, keterpurukan dan keterbelakangan kita selama ini di pelbagai bidang kehidupan banyak dipengaruhi oleh semakin jauhnya kita dengan pedoman dan pesan Al-Quran.
Ajakan "back to Al-Quran" semakin nyaring disuarakan oleh PSQ (Pusat Studi Al-Quran), pimpinan Bapak Ustad Quraisy Syihab, PPA (Program Pembibitan Penghafal Al-Quran) Daarul Qur'an yang identik dengan Ustad Yusuf Mansur, dan bagian kementerian agama yang secara serius menerbitkan tafsir tematis secara berkala yang ditulis para pakar tafsir nasional yang ahli di bidangnya dengan bekerja sama dengan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Tentu masih banyak lembaga resmi dan tidak resmi, terdaftar dan tidak terdaftar, perorangan dan komunitas yang memberikan sumbangan demi kemajuan dan pencerahan Al-Quran di tanah air yang nama mereka satu per satu tidak mungkin kami sebutkan di sini.
Saya sangat bergembira ketika membaca salah satu Koran ibu kota, selasa, 10 mei 2011 dengan judul: "Gemmar Mengaji untuk Banten Diluncurkan". Program "Gemmar" yang merupakan program pemerintah adalah singkatan dari Gerakan Masyarakat Maghrib Mengaji. Program ini di Banten saja melibatkan para kiai dan guru ngaji yang mengasuh sekitar 3.232 pondok pesantren dengan total santri sebanyak 938.219 orang. Kiranya program Gemmar Mengaji dijadikan momentum untuk membumikan lagi tradisi baca Al-Quran seusai salat Maghrib yang semakin tergerus oleh budaya menonton televisi. Para orangtua dan para wali anak-anak harus mememiliki keberanian moral untuk menyuruh anak-anaknya mematikan televisi dan kemudian mengajak mereka mengaji bersama. Tuntunan Al-Quran harus bisa mengalahkan tontonan televisi. Propinsi Banten merupakan salah satu dari enam provinsi yang ditetapkan sebagai wilayah percontohan Gemmar Mengaji. Provinsi lain, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY.
Sekali lagi, realitas di atas cukup menggembirakan kita. Semoga hari demi hari umat Islam semakin dekat dan akrab dengan Al-Quran. Amin.
Kiat Pertama: Belajar Membaca dan Mengaji Al-Quran
Berbicara tentang usaha membangun keakraban dan keintiman dengan Al-Quran adalah berbicara tentang bagaimana kita mendekati Al-Quran. Pendekatan ini akan gagal bila kita tidak mampu membaca Al-Quran secara baik dan benar. Yang dimaksud membaca Al-Quran dengan baik dan benar adalah membaca dengan tartil (tidak terlalu cepat, juga tidak terlalu lambat) dengan memperhatikan aturan tajwidnya. Sedangkan tidak harus membaca Al-Quran dengan nada dan suara yang bagus, seperti lazimnya bacaan qari karena tidak setiap orang punya kemampuan seperti itu. Tentu saja membaca dengan suara yang bagus alias enak didengar itu dianjurkan. Maka, kiat pertama untuk membangun keakraban dengan kitab suci teragung ini adalah dengan belajar membacanya.
Karena itu, setiap individu Muslim harus bertanya kepada dirinya sendiri, apakah sekarang ini mampu membaca Al-Quran? Bila ia mampu, apakah anaknya dan orang-orang di sekitarnya juga mampu? Jadi, belajar membaca dan mengaji Al-Quran sejatinya adalah kewajiban pertama setiap Muslim-Muslimah guna mewujudkan keintiman dengan Al-Quran. Tentu saja untuk bisa mengaji Al-Quran dengan benar, tidak diperlukan biaya yang mahal. Di sini tinggal kemauan yang diperlukan. Jika sampai usia balig seorang anak tidak mampu mengaji maka orangtua dan walinya harus bertanggung jawab. Jadi, orang tua dan wali anak harus memprioritaskan kemampuan dan keterampilan membaca Al-Quran sejak usia dini. Semakin cepat anak mampu membaca Al-Quran maka itu semakin bagus.
Urgensi Tilawah Al-Quran
Tiada yang lebih menyenangkan bagi seseorang melebihi saat dia menerima sapaan dan salam dari kekasihnya. Bila seseorang menerima surat dari orang yang dicintainya maka ia ingin segera membacanya dan memahami isinya. Semakin ia mencintai pengirim surat tersebut, maka semakin ia bersemangat untuk segera membukanya perlahan-lahan, membacanya di tempat yang sunyi dan nyaman supaya tidak ada yang mengganggunya dan berusaha memahami isi surat dan arah pikiran dan pesan utama pengirimnya. Al-Quran adalah surat terbuka Allah Swt Yang Maha Pengasih untuk seluruh manusia, meskipun hanya orang mukmin yang bisa memahaminya dan mengamalkan pesannya. Maka, orang mukmin sangat antusias untuk membacanya dan memahami kandungannya. Jadi, mengenal kalam Ilahi dan mengulang-ulang kalimat-kalimat Al-Quran merupakan nikmat agung yang hanya Allah Swt berikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman.
Ayat yang perama kali turun kepada Nabi saw adalah ayat yang memerintahkan beliau untuk membaca. Sebagaimana yang Allah sebutkan dalam surah al ‘Alaq ayat 1-2. Masalah membaca ini mendapat penegasan dan perhatian khusus Al-Quran dan hadis Nabi saw, sehingga urgensinya tampak begitu jelas bagi kita semua.
Pada ayat yang lain, Allah Swt berfirman: "Bacalah ayat manapun (sebanyak) yang engkau mampu membacanya." (QS. Al Muzammil: 20) Sedangkan dalam sabdanya, Nabi saw menyatakan: "Al-Quran adalah jamuan Ilahi. Maka, hendaklah kalian mengambil/memanfaatkan darinya semampu kalian." Ayat dan hadis tersebut sama-sama menekankan urgensi membaca dan mengambil manfaat dari Al-Quran, namun keduanya tidak menetapkan/menentukan batasannya. Kuantitas dan banyaknya bacaan diserahkan kepada pembaca sendiri; semampunya. Sehingga tidak ada alasan bagi seseorang pun untuk mengatakan saya tidak punya waktu untuk membaca Al-Quran.
Jika demikian halnya, maka hendaklah kita setiap hari seminimal mungkin membaca Al-Quran di luar salat kita, karena boleh jadi mereka yang bermalas-malasan akan mencari-cari alasan dengan mengatakan bahwa saya setiap hari membaca Al-Quran, yaitu dalam salat. Tentu kita harus membiasakan membaca Al-Quran di luar salat kita semampu kita. Mereka yang mentradisikan membaca Al-Quran setiap hari sebanyak 50 ayat itu bagus, sedangkan yang tidak mampu bisa mencoba 25 ayat dulu dan seterusnya. Dan jangan sampai hari kita lewat begitu saja tanpa Al-Quran; jangan sampai rumah dan kantor kita sunyi dari bacaan Al-Quran. Sebab rumah dan kantor akan "hidup" dan mendatangkan aura kebaikan dan keberhasilan bagi penghuninya jika di dalamnya dibacakan ayat-ayat Ilahi. Sebaliknya, rumah dan kantor yang hanya diramaikan dengan nyayian cenggeng dan tak berkualitas hanya mengundang kesumpekan dan ketidaknyamanan bagi personilnya.
Urgensi Mempelajari dan Memahami Al-Quran
Rasulullah saw bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya." Seolah mengamini apa yang disampaikan Nabi saw tersebut, Imam Ja'far ash Shadiq mengatakan: "Seyogianya orang mukmin tidak meninggal dunia sehingga ia mempelajari Al-Quran atau sedang mengajarkannya." Pada kesempatan lain, beliau juga mengatakan: "Sesungguhnya derajat surga disusun berdasarkan jumlah ayat-ayat Al-Quran. Dikatakan kepada qari Al-Quran, bacalah dan naiklah (ke derajat/tingkatan yang lebih tinggi)." Tentu saja mempelajari Al-Quran yang dimaksud dalam riwayat-riwayat tersebut mencakup segala aspek, bukan hanya tilawahnya, tapi juga tafhim (pemahaman) alias tafsirnya. Sehingga semakin sempurnalah kedekatan dan keakraban seseorang ketika ia-setelah menguasai dimensi tilawah-kini ia memasuki dimensi tafsir dan tadabur terhadap ayat-ayat Al-Quran.
Adab Membaca Al-Quran
Adab yang berasal dari bahasa arab al adab bermakna "melihat/memperhatikan batasan segala sesuatu". Sebagian mufasir Al-Quran memaknai adab sebagai sebuah metode yang baik yang sangat tepat bila suatu pekerjaan dimulai dengannya, baik dalam pandangan agama maupun logika (akal). Jadi, adab setiap pekerjaan adalah sebuah model yang bagus dan pedoman yang baik yang mewarnai suatu pekerjaan, dimana dengannya seseorang tercegah untuk melanggar batas-batasnya.
Sehubungan dengan Al-Quran al Karim, terdapat serangkaian adab di mana pokok-pokok pentingnya sebagai berikut:
1-Perintah Al-Quran untuk, misalnya, diam ketika dibacakan Al-Quran
2-Himbauan dari riwayat ahlul bait seputar Al-Quran, seperti mengucapkan basmalah, doa sebelum dan setelah membaca Al-Quran dll
3-Ketetapan akal dan orang-orang yang berakal berkaitan dengan penghormatan terhadap Kalam Ilahi dan menghindari penghinaan kepadanya serta berusaha mengambil manfaat secara lebih baik darinya.
4-Ketetapan hati, yaitu cinta kepada Allah Swt, dimana cinta ini memicu kerinduan terhadap Kalam-Nya. Yakni, manusia mencintai sesuatu yang indah dan akan tunduk di hadapannya. Dan sesuatu yang paling indah dan bahkan keindahan mutlak adalah Allah Swt, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya, seperti Al-Quran akan tampak indah dan menawan. Oleh karena itu, seseorang akan mencintai Al-Quran dan akan menghormatinya serta membacanya dengan suara yang indah.
Jadi, membaca Al-Quran sebagaimana pekerjaan-pekerjaan penting lainnya mempunyai sejumlah mukadimah dan syarat yang kita namakan adab. Sebab, membaca Al-Quran itu seolah-olah kita berhadapan langsung dengan Allah Swt dan karena itu kita harus menjaga adab-adab bertemu dengan Allah (adab hudhur). Adab ini kita bagi dalam dua bagian: adab zahir dan batin.
Adab Zahir Membaca Al-Quran al Karim
Ketika seseorang berhadapan dengan seseorang yang dihormatinya maka ia mesti bersikap sopan dan tampil rapi di hadapnnya.
Membaca Al-Quran juga termasuk kehormatan bagi seorang mukmin karena ia berhadapan dengan Allah SWT dan sedang berdialog dengan-Nya. Dalam hal ini, Rasulullah saw bersabda: "Bila salah seorang kalian suka untuk berbicara dengan Tuhannya maka hendaklah ia membaca Al-Quran."
Maka, qari Al-Quran adalah seseorang yang diajak berdialog dengan Allah SWT. Sehingga saat Allah berdialog dengannya, ia harus memperhatikan mukadimah, syarat dan adab kehadiran supaya yang bersangkutan mendapatkan rahmat dan cinta-Nya. Adapun adab-adan zahir Al-Quran ialah:
1-Bersuci (Mandi dan Wudhu)
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran: "Tidak menyentuhnya kecuali orang yang disucikan." (QS. Al Waqiah: 79)
Kesucian qari merupakan adab yang harus diperhatikan saat membaca Al-Quran. Maka, bila orang yang hendak membaca Al-Quran tidak memiliki wudu maka hendaklah ia berwudu terlebih dahulu atau bila ia mempunyai kewajiban mandi wajib (junub atau kebiasaan perempuan haid dll) maka hendaklah ia melakukan mandi wajib sebelum membaca Al-Quran.
Jadi, wudu merupakan syarat sempurnanya membaca Al-Quran. Dalam hal ini, Sayidina Ali berkata: "Barangsiapa membaca Al-Quran di luar waktu salat dalam keadaan berwudu maka ia memiliki dua puluh lima kebaikan dan barangsiapa membacanya tanpa wudu maka ia hanya mendapatkan sepuluh kebaikan."
2-Menjaga Kesehatan (Kebersihan)
a-Kebersihan mulut
Dikisahkah bahwa Rasulullah saw. ketika hendak beribadah, khususnya membaca Al-Quran dan salat malam beliau menggunakan siwak.
b-Kebersihan pakaian dan badan
Sangat tepat bila kita menjaga kebersihan badan dan pakaian dari najis, seperti darah dan lain-lain saat membaca Al-Quran. Begitu juga sebaiknya kita memakai pakaian yang rapi dan wangi saat membaca Al-Quran sehingga hal ini menjadi teladan bagi orang lain.
3-Membaca doa sebelum membaca Al-Quran
Sebelum mengerjakan suatu perbuatan, sebaiknya seseorang mempersiapkan diri terlebih dahulu. Hal yang sama berlaku saat seseorang hendak membaca Al-Quran. Maka, persiapan sebelum membaca Al-Quran terwujud dengan doa. Jadi, alangkah bagusnya bila Anda mengawali bacaan Al-Quran dengan terlebih dahulu membaca doa sebagaimana yang diajarkan oleh Imam ash Shadiq berikut ini:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَشْهَدُ أَنَّ هَذَا كِتَابُكَ الْمُنْزَلُ مِنْ عِنْدِكَ عَلَى رَسُوْلِكَ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَكَلاَمُكَ النَّاطِقُ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكَ جَعَلْتَهُ هَادِيًا مِنْكَ إِلىَ خَلْقِكَ، وَحَبْلاً مُتَّصِلاً فِيْمَا بَيْنَكَ وَ بَيْنَ عِبَادِكَ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ نَشَرْتُ عَهْدَكَ وَ كِتَابَكَ اَللَّهُمَّ فَاجْعَلْ نَظَرِيْ فِيْهِ عِبَادَةً وَقِرَاءَتِيْ تَفَكُّرًا وَفِكْرِيْ فِيْهِ اعْتِبَارًا وَاجْعَلْنِيْ مِمَّنْ أتَّعَّظَ بِبَيَانِ مَوَاعِظِكَ فِيْهِ، وَأجْتَنَبَ مَعَاصِيَكَ وَلاَ تَطْبَعْ عِنْدَ قِرَاءَتِيْ عَلىَ سَمْعِيْ، وَلاَ تَجْعَلْ عَلىَ بَصَرِيْ غِشَاوَةً وَلاَ تَجْعَلْ قِرَاءَتِيْ قِرَاءَةَ لاَ تَدَبُّرَ فِيْهَا، بَلِ اجْعَلْنِيْ أَتَدَبَّرُ آيَاتِهِ وَأَحْكَامَهُ آخِذًا بِشَرَايِعِ دِيْنِكِ، وَلاَ تَجْعَلْ نَظَرِيْ فِيْهِ غَفْلَةً، وَلاَ قِرَاءَتِيْ هَذَرًا؛ إِنَّكَ أَنْتَ لرَّءُوْفُ َّحِيْمُ.
Ya Allah, aku bersaksi bahwa Kitab-Mu benar-benar diturunkan dari sisi-Mu kepada Rasul-Mu Nabi Muhammad saw. dan firman-Mu yang berbicara melalui lisan Nabi-Mu. Engkau menjadikan Al-Quran pembimbing dari-Mu kepada makhluk-Mu, tali penghubung antara diri-Mu dan hamba-hamba-Mu. Ya Allah, aku telah melaksanakan perjanjian-Mu dan Kitab-Mu. Ya Allah, jadikanlah pandanganku di dalamnya sebagai ibadah, bacaanku penuh dengan tafakur, dan pikiranku tentangnya penuh dengan ibrah (pengambilan pelajaran), dan jadikanlah aku termasuk mereka yang tercerahkan dengan nasihat-nasihat-Mu di dalamnya dan mereka yang menjauhi kemaksiatan kepada-Mu, dan janganlah Engkau tutupi pendengaranku saat aku membacanya, dan jangan pula Engkau letakkan tabir di hadapan mataku dan jangan pula Engkau jadikan bacaanku bacaan yang tanpa tadabur, namun jadikan aku supaya mampu melakukan tadabur terhadap ayat-ayatnya dan hukum-hukumnya serta mengamalkan tuntunan-tuntunan agama-Mu, dan jangan jadikan pandanganku di dalamnya penuh dengan kelalaian dan bacaanku menjadi sia-sia, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
4-Isti'adzah (berlindung kepada Allah SWT dari kejahatan setan)
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran: "Apabila kamu membaca Al-Qur'an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk." (QS. An Nahl: 98)
Isti'adzah merupakan perintah Allah SWT kepada qari Al-Quran. Guna menjalankan perintah Allah tersebut, Nabi saw sebelum membaca Al-Quran beliau membaca isti'adzah, yaitu: اعوذ باللّه من الشیطانِ الرَّجیم
Jadi, isti'adzah secara linguistik bermakna "berlindung", sedangkan secara istilah berarti qari yang hendak membaca Al-Quran dari manapun ia mengawalinya (permulaan atau pertengahan surah) sebelum membaca basmalah (bismillah) hendaklah ia mengucapkan isti'adzah, yaitu: اعوذ باللّه من الشیطانِ الرَّجیم
Dengan membaca isti'adzah sebelum membaca Al-Quran, seseorang memohon kepada Allah SWT supaya dijaga dari kejahatan setan sehingga bacaannya tidak berbau riya' dan ia membacanya dengan penuh kehadiran hati serta Al-Quran berdampak pada spiritualnya.
5-Membaca Basmalah
Al-Quran al Karim memerintahkan Nabi saw supaya, "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu."
Basmalah merupakan slogan dan syiar suci umat Islam yang diucapkan setiap hendak melakukan suatu perbuatan sehingga perbuatan yang dimaksud diberkati dan terwarnai dengan tanda Ilahi.
Berkaitan dengan basmalah dalam Al-Quran, ada dua hal yang sangat penting:
a-Basmalah yang terdapat pada permulaan setiap surah adalah salah satu dari ayat setiap surah, kecuali surah at Taubah yang tidak didahuli dengan basmalah. Karena itu, saat membaca surah Al-Quran hendaklah basmalah juga dibaca dipermulan surah. Tetapi basmalah tidak dibaca di permulaan surah al Taubah.
b-Ketika membaca Al-Quran dari pertengahan (di antara ayat-ayat) maka setiap surah dapat dibaca dengan atau tanpa basmalah.
Catatan: Dalam kondisi apapun membaca isti'adzah, yaitu: اعوذ باللّه من الشیطانِ الرَّجیم itu diharuskan. Yakni, bila qari hendak membaca basmalah maka ia mesti membaca isti'adzah sebelumnya, namun bila ia tidak ingin membaca basmalah maka ia cukup mengawali bacaannya dengan isti'adzah.
6-Membaca Al-Quran dengan melihat langsung tulisannya
Banyak riwayat yang menganjurkan supaya kita melihat langsung tulisan Al-Quran saat kita membacanya. Salah seorang murid Imam Ja'far ash Shadiq yang bernama Ishaq bin Ammar bertanya kepada beliau: Mana yang lebih baik, saya membaca Al-Quran dengan menghafalnya (tidak melihat tulisannya) atau saya membacanya sambil melihat Mushaf? Imam menjawab: Bacalah Al-Quran dengan melihat Mushaf karena itu lebih baik. Tidakkah kamu mengetahui bahwa melihat Mushaf itu ibadah?
7-Membaca dengan suara keras dan pelan
a-Membaca dengan suara keras
Dalam riwayat disebutkan bahwa Imam as Sajjad membaca Al-Quran dengan suara keras sehingga penghuni rumah mendengarnya.
Ada beberapa keuntungan dari membaca Al-Quran dengan suara keras, di antaranya:
- Membaca Al-Quran dengan suara keras yang dilakukan orangtua akan memberi dampak edukatif kepada anak-anak.
- Membaca Al-Quran dengan suara keras menyebabkan fokusnya panca indera dan kehadiran hati.
- Membaca Al-Quran dengan suara keras menghilangkan kemalasan dan membangkitkan semangat.
- Membaca Al-Quran dengan suara keras menarik orang lain kepada spiritualitas Al-Quran dan mempengaruhi mereka.
- Membaca Al-Quran dengan suara keras adalah bentuk sosialisasi budaya membaca Al-Quran di tengah masyarakat.
- Membaca Al-Quran dengan suara keras diwajibkan bagi kaum pria dalam salat Subuh, Magrib dan Isya.
b-Membaca dengan suara pelan
Ada bebarapa kondisi yang diharuskan kita membaca Al-Quran dengan suara pelan, yaitu:
- Saat membaca dengan suara keras menyebabkan riya' sehingga ibadah tidak ada nilainya.
- Saat membaca dengan suara keras menyebabkan orang lain terganggu, seperti membaca Al-Quran saat tetangga istirahat dan tidur atau saat orang-orang sibuk ibadah di masjid.
- Saat membaca dengan suara keras membahayakan fisik atau kesehatan seseorang. Sebab, membahayakan fisik itu hukumnya haram, sedangkan membaca itu hukumnya sunah.
- Membaca al Fatihah dan surah dengan suara pelan dalam salat Zuhur dan Asar bagi kaum pria dan wanita serta pada salat yang lain bagi perempuan bila ada lelaki non-muhrim yang mendengar suaranya. Yang terakhir ini menurut fukaha hukumnya wajib.
8-Membaca Al-Quran dengan suara yang indah
Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya suara yang bagus itu adalah hiasan Al-Quran."
Membaca Al-Quran dengan suara yang bagus akan mendatangkan kenikmatan dan keindahan Al-Quran pun semakin menonjol. Karena itu, Nabi saw pun membaca Al-Quran dengan suara yang bagus, sehingga para sahabat mengakui bahwa Rasulullah saw membaca Al-Quran dengan suara terbaik di antara mereka.
9-Membaca Al-Quran dengan dialek Bahasa Arab
Masalah ini dapat dirangkum dalam beberapa poin:
a-Membaca Al-Quran dengan benar
Ketika seseorang hendak membaca Al-Quran hendaklah-supaya tahu benar tidaknya bacaannya-ia belajar ke ustad/guru ngaji yang ahli di bidang bacaan dan tajwid Al-Quran. Bahkan sebagian fukaha berpandangan bahwa belajar membaca al Fatihah dan surah setelahnya (dalam salat fardu) hukumnya wajib. Tentu saja belajar membaca Al-Quran di luar salat juga penting dan harus. Sebab, terkadang salah melafalkan abjad bahasa Arab bisa mengubah makna. Misalnya, kata " عظیم " dalam bahasa Arab bemakna "besar" tapi kalau dibaca " "عزیم" malah bermakna "musuh bebuyutan".
b-Memperhatikan kaidah-kaidah tajwid
Qari Al-Quran hendaklah memperhatikan waqf (tempat-tempat berhenti saat membaca Al-Quran), washl (meneruskan bacaan) dan kaidah-kaidah tajwid lainnya yang menjadi penyebab kesempurnaan tilawah. Ilmu tajwid harus dipelajari dari guru yang ahli di bidangnya.
Dalam sebuah riwayat, Imam ash Shadiq mengatakan: "Bacalah Al-Quran dengan bahasa Arab, sebab ia diturunkan dengan bahasa Arab."
c-Memperhatikan nada dan alunan Al-Quran
Membaca Al-Quran dengan bahasa Arab berarti qari berusaha memperhatikan pesan dan makna ayat dengan kesesuaian nada/irama dan alunannya, sehingga Al-Quran tampak indah dan menarik.
Banyak pakar bahasa dan Al-Quran yang berpendapat bahwa Al-Quran itu memiliki irama dan musik yang khusus yang tidak terdapat pada teks bahasa Arab lainnya, sehingga ketika seseorang membacanya hendaklah ia memperhatikan alunan iramanya.
Kiat Membangun Keakraban dengan Alquran