BUDIDAYA IKAN KAKAP PUTIH
               (Lates calcalifer, Bloch)
DI KERAMBA JARING APUNG
1. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang                cukup besar untuk usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan                kakap belum banyak berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti:                Malaysia, Thailand dan Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam                jaring apung (floating net cage) di laut telah berkembang. Ikan                Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan                nama seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai                ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun                ekspor. Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan                dari
 
penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah                di hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor                selama ini yang menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap                di indonesia adalah masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu                dalam jumlah yang cukup. Untuk mengatasi masalah benih, Balai Budidaya                Laut Lampung bekerja sama dengan FAO/UNDP melalui Seafarming Development                Project INS/81/008 dalam upaya untuk memproduksi benih kakap putih                secara massal. Pada bulan April 1987 kakap putih telah berhasil                dipijahkan ddengan rangsangan hormon, namun demikian belum diikuti                dengan keberhasilan dalam pemeliharaan larva. Baru pada awal 1989                kakap putih dengan sukses telah dapat dipelihara larvanya secara                massal di hatchery Balai Budidaya Lampung. Dalam upaya pengembangan                budidaya ikan kakap putih di indonesia, telah dikeluarkan Paket                Teknologi Budidaya Kakap Putih di Karamba Jaring Apung melalui rekomendasi                Ditjen Perikanan No. IK. 330/D2. 10876/93K, yang dilanjutkan dengan                Pembuatan Petunjuk Teknis Paket Teknologi. 
2. BIOLOGI
Ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi                yang cukup besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan                ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut).                Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan                di laut, tambak maupun air tawar. Pada beberapa daerah di Indonesia                ikan kakap putih dikenal dengan beberapa nama seperti: pelak, petakan,                cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur), dubit tekong (Madura),                talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Su
lawesi). Ikan kakap putih termasuk                dalam famili Centroponidae, secara lengkap taksonominya adalah sbb:
Phillum : Chordata 
Sub phillum : Vertebrata
Klas : Pisces
Subclas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Centroponidae
Genus : Lates
Species : Lates calcarifer (Block)
Sub phillum : Vertebrata
Klas : Pisces
Subclas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Centroponidae
Genus : Lates
Species : Lates calcarifer (Block)
Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:
-  Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar.
 -  Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap                  dan setelah menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang                  dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya                  berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap.
 -  Mata berwarna merah cemerlang.
 -  Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus.
 -  Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.
 - Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekor bulat.
 
3. PEMILIHAN LOKASI
Sebelum kegiatan budidaya dilakukan terlebih dahulu diadakan pemilihan                lolkasi. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberhasilan                usaha budidaya ikan kakap putih. Secara umum lokasi yang baik untuk                kegiatan usaha budidya ikan di laut adalah daerah perairan teluk,                lagoon dan perairan pantai yang terletak diantara dua buah pulau                (selat). Beberapa persyaratan teknis yang harus di penuhi untuk                lokasi budidaya ikan kakap putih di laut adalah:
-  Perairan pantai/ laut yang terlindung dari angin dan gelombang
 -  Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan ikan kakap putih                  berkisar antara 5 ~ 7 meter.
 -  Pergerakan air yang cukup baik dengan kecepatan arus 20-40                  cm/detik.
 -  Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0 C dan oksigen terlarut                  7 ~ 8 ppm
 -  Benih mudah diperoleh.
 -  Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
 - Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.
 
4. SARANA DAN ALAT BUDIDAYA
-  Sarana dan Alat
Pemeliharaan ikan kakap di laut umumnya dilakukan dalam keramba jaring apung (floating net cage) dengan metoda operasional secara mono kultur. Secara garis besar keramba jaring apung terdiri dari beberapa bagian yaitu:-  Jaring
Jaring terbuat dari bahan:-  Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata                          1 ~ 1,25”, guna untuk menjaga jangan sampai ada ikan                          peliharaan yang lolos keluar.
 -  Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m
 -  1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring                          cadangan)
 
 -  Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata                          1 ~ 1,25”, guna untuk menjaga jangan sampai ada ikan                          peliharaan yang lolos keluar.
 -  Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan                      kurungan.
-  Bahan: Bambu atau kayu
 -  Ukuran: 8 m x 8 m
 
 -  Bahan: Bambu atau kayu
 -  Pelampung: Pelampung berpungsi untuk mengapungkan seluruh                      sarana budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan                      pengelolaan
-  Jenis: Drum (Volume 120 liter)
 -  Jumlah: 9 buah.
 
 -  Jenis: Drum (Volume 120 liter)
 -  Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari                      tempatnya akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar.
-  Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).
 -  Jumlah : 4 buah
 -  Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air
 
 -  Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).
 -  Ukuran benih yang akan Dipelihara: 50-75 gram/ekor
 -  Pakan yang digunakan: ikan rucah
 -  Perahu : Jukung
 - Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll
 
 -  Jaring
 - Perakitan karamba jaring bisa dilakukan di darat dengan terlebih                  dahulu dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran                  yang telah ditentukan. Keangkan ditempatkan di lokasi budidaya                  yang telah direntukan dan agar
tetap pada tempatnya (tidak terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah.Jaring apung apa yang telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka rakit dengan cara mengikat keempat sudut kerangka. Cara pengikatan jaring dapat dilihat pada gambar 2. Untuk membuat jaring agar berbentuk bujur sangkar, maka pada sudut
bagian bawah jaring diberi pemberat seperti pada gambar 3 di bawah ini. Gambar 3. Jaring Berbentuk Bujur SangkarUntuk dapat mengikat bambu/kayu dengan mudah dapat dilihat pada gambar 4. 
5. OPERASIONAL BUDIDAYA
-  Metode Pemeliharaan
Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil pendederan atau hatchery, selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah disiapkan. Penebaran benih ke dalam karamba/jaring apung dilakukan pada kegiatan sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu. Padat penebaran yang ditetapkan adalah 50 ekor/m 3 volume air. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan takaran pakan 8-10% botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan adalah ikan rucah (trash fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1 dalam arti untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan pakan 6 kg. Selama periode pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran yang menempel pada jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerang-kerangan dll. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah berat. Pembersihan kotoran dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali dilakukan secara berkala atau bisa juga tergantung kepada banyak sedikitnya organisme yang menempel. Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi. Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan peliharaan juga termasuk kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan. Setiap hari dilakukan pengontrolan terhadap ikan peliharaan secara berkala, guna untuk menghindari sifat kanibalisme atau kerusakan fisik pada ikan. Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan. Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan, perlu dihindari jangan sampai terjadi stress. -  Panen
Lama pemeliharan mulai dari awal penebaran sampai mencapai ukuran ± 500 gram/ekor diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan hidup/survival rate sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.250 kg/unit/periode budidaya. Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit, kemudian dilakukan penyerokan. -  Penyakit
Publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di laut seperti ikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini termasuk diantara jenis-jenis ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara lain adalah, kurang nafsu makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk tubuh dll. Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah:-  menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya                      dengan jenis yang lain;
 -  memisahkan ikan yang terserang penyakit, serta mengurangi                      kepadatan;
 -  memberikan obat sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.
 
 -  menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya                      dengan jenis yang lain;
 
6. ANALISA USAHA 1 TAHUN (2 PERIODE BUDIDAYA)
-  Biaya Investasi
- Karamba jaring apung 1 unit Rp. 2.500.000,-
 - Perahu jukung 1 unit Rp. 150.000,-
 - - Peralatan budidaya Rp. 300.000,-
Jumlah Rp. 2.950.000,- 
 - Biaya Operasional
- Benih 2 x 5.000 ekor x Rp 200,- Rp. 2.000.000,-
 - Pakan 2 x 13.500 kg x Rp 250,- Rp. 6.750.000,-
 - Tenaga kerja 2 orang x 1 x 6 buah x Rp. 75.000,- Rp. 900.000,-
Jumlah Rp. 9.650.000,- 
 - Jumlah biaya (1+2) Rp. 2.950.000 + Rp 9.650.000,- Rp. 12.600.000,-
 - Pendapatan 2 x 2.250 kg x Rp 4.000,- Rp. 18.000.000,-
 - Selisih pendapatan dan biaya total(4-3) Rp. 5.400.000,-
 - Penyusutan 50% x Rp 2.950.000,- Rp. 1.475.000,-
 - Laba sebelum pajak (5-6)
 
Catatan
1. Harga yang dipergunakan merupakan harga di Lampung tahun 1992/1993,                Perhitungan tidak menggunakan dana dari bank
7. DAFTAR PUSTAKA
-  Anomius. 1990. “Perkembangan Rekayasa Teknologi Pembenihan                  Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Balai Budidaya Laut Lampung”,                  Ditjen Perikanan, Lampung.
 -  Anomius, 1992. Buletin Budidaya Laut seri 5 & 6. BBL Lampung,                  Ditjen Perikanan, Lampung.
 -  Anomius, 1990/1991. Usaha Penanggulangan Serangan Penyakit                  pada Usaha Budidaya Laut/Rumput Laut, Ditjen Perikanan, Jakarta
 -  Djamali, M. A., Hutomo Burhanuddin dkk, 1986 “Sumber daya                  ikan kakap (Lates calcalifer) dan Bambangan (Lujtanus spp) di                  Indonesia”. LON LIPI,
 -  Hardjono, 1987. Biologi dan Budidaya Kakap Putih (Lates calcarifer)                  INFISH Manual seri No. 47. Ditjen Perikanan-International Development                  Research Centre. Jakarta.
 
8. SUMBER
Paket Teknologi Pembesaran Ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer,                Bloch) di Keramba Jaring Apung, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen                Pertanian, 1994.
9. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta Jakarta,                Maret 2001