Ikan sidat termasuk dalam genus Anguilla, famili Anguillidae, seluruhnya berjumlah 19 spesies Di wilayah Pasifik Barat (sekitar perairan Indonesia) dikenal ada tujuh spesies ikan sidat yaitu : Anguilla celebensis dan Anguilla borneensis, yang merupakan jenis endemik di perairan sekitar pulau Kalimantan dan Sulawesi, Anguilla interioris dan Anguilla obscura yang berada di perairan sebelah utara Pulau Papua, Anguillabicolor pasifica yang dijumpai di perairan Indonesia bagian utara (Samudra Pasifik), Anguilla bicolor pasifica yang berada di sekitar Samudra Hindia (di sebelah barat Pulau Sumatra dan selatan Pulau Jawa), sedangkan Anguilla marmorata merupakan jenis yang memiliki sebaran sangat luas di seluruh perairan tropis.
Ikan sidat termasuk dalam kategori ikan katadromus, ikan sidat dewasa akan melakukan migrasi kelaut untuk melakukan pemijahan, sedangkan anakan ikan sidat hasil pemijahan akan kembali lagi ke perairan tawar hingga mencapai dewasa.
Wilayah penyebarannya meliputi perairan Indo-Pasifik, Atlantik dan Hindia. Ikan sidat merupakan ikan nokturnal, sehingga keberadaannya lebih mudah ditemukan pada malam hari, terutama pada bulan gelap.
Ikan Sidat Di Habitat Aslinya |
Apabila sudah datang masa untuk mengadakan ruaya, ikan sidat yang hidup dalam perairan tertutup akan keluar mencari sungai yang menuju ke laut. Selama perjalanan sampai ke tempat pemijahan, ikan sidat tidak makan dan mengalami perubahan akibat perjalanan tersebut. Perubahan tersebut diantaranya adalah tubuhnya menjadi kurus, matanya membesar sampai empat kali lipat, hidungnya semakin lancip dan warna tubuhnya berubah menjadi warna silver. Ikan sidat mampu mencapai jarak perjalanan ruaya hingga 4000 mil. Toleransi kedalaman untuk pemijahannya yaitu pada kedalaman 400 meter, dengan suhu 16° – 17° C.
Di Indonesia ikan sidat diindikasikan berpijah di Selatan Pulau Jawa, hal ini didasarkan terdapatya larva ikan tersebut di pantai Selatan Pulau jawa. Seperti Pelabuahan Ratu dan Cilacap. Sidat (Anguilla sp.) tergolong gonokhoris yang tidak berdiferensiasi, yaitu kondisi seksual berganda yang keadaannya tidak stabil dan dapat terjadi intersex yang spontan.
Stadia perkembangan ikan sidat baik tropik maupun subtropik (temperate) umumnya sama, yaitu stadia leptochephalus, stadia metamorphosis, stadia glass eel atau elver, yellow eel dan silver eel (sidat dewasa atau matang gonad). Setelah tumbuh dan berkembang di perairan tawar, sidat dewasa (yellow eel) akan berubah menjadi silver eel (sidat matang gonad), dan selanjutnya akan bermigrasi ke laut untuk berpijah. Lokasi pemijahan sidat tropis diduga berada di perairan Samudra Indonesia, tepatnya di perairan barat pulau Sumatera
Juvenil ikan sidat hidup selama beberapa tahun di sungai-sungai dan danau untuk melengkapi siklus reproduksinya. Selama melakukan ruaya pemijahan, induk sidat mengalami percepatan pematangan gonad dari tekanan hidrostatik air laut, kematangan gonad maksimal dicapai pada saat induk mencapai daerah pemijahan.
Proses pemijahan berlangsung pada kedalaman 400 m, induk sidat mati setelah proses pemijahan
Waktu berpijah sidat di perairan Samudra Hindia berlangsung sepanjang tahun dengan puncak pemijahan terjadi pada bulan Mei dan Desember untuk Anguilla bicolor bicolor, Oktober untuk Anguilla marmorata, dan Mei untuk Anguilla nebulosa nebulosa.Di perairan Segara Anakan, Anguilla bicolor dapat ditemukan pada bulan September dan Oktober, dengan kelimpahan tertinggi pada bulan September.
Makanan utama larva sidat adalah plankton, sedangkan sidat dewasa menyukai cacing, serangga, moluska, udang dan ikan lain. Sidat dapat diberi pakan buatan ketika dibudidayakan. Makanan terbaik untuk sidat pada stadia preleptochepali adalah telur ikan hiu, dengan makanan ini sidat stadia preleptochepali mampu bertahan hidup hingga mencapai stadia leptochepali.
Kedatangan juvenil sidat di estuaria dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, terutama salinitas, debit air sungai, air tawar dan suhu. Sidat yang sedang beruaya anadromous menunjukkan prilaku hyperaktif yang tinggi, sehingga bersifat reotropis (ruaya melawan arus). Sidat juga bersifat haphobi (menghindari massa air bersalinitas tinggi) sehingga memungkinkan ruaya melawan arus ke arah datangnya air tawar.
Aktivitas sidat akan meningkat pada malam hari, sehingga jumlah sidat yang tertangkap pada malam hari lebih banyak daripada yang tertangkap pada siang hari. Hal ini menunjukkan bahwa sidat cenderung memilih habitat yang memiliki salinitas rendah. Salinitas merupakan parameter yang paling berpengaruh terhadap kelimpahan. Kelimpahan sidat yang paling tinggi terjadi pada saat bulan gelap.
Ikan sidat mampu beradaptasi pada kisaran suhu 12oC-31oC, sidat mengalami peurunan nafsu makan pada suhu lebih rendah dari 12oC. Salinitas yang bisa ditoleransi berkisar 0-35 ppm. Sidat mempunyai kemampuan mengambil oksigen langsung dari udara dan mampu bernapas melalui kulit diseluruh tubuhnya.
Salinitas secara tidak langsung berpengaruh terhadap gas-gas terlarut dan daya racun amoniak. Semakin tinggi salinitas maka kapasitas maksimum oksigen semakin kecil. ikan sidat mempunyai kemampuan bernafas melalui kulit sekitar 60% dan 40% melalui insang. Apabila konsentrasi oksigen menurun hingga 1,0 – 2,0 ppm maka ikan sidat akan sering muncul di permukaan air. Oksigen minimal yang dibutuhkan oleh ikan sidat sekitar 3,0 ppm, bila kurang dari itu dan suhu antara 20ºC – 23ºC akan mengurangi nafsu makan sehingga laju pertumbuhan akan menurun. (Sumber : Makalah ikan sidat, Andri Irawan ; unsoed, 2008
sumber:
http://sidatkita.blogspot.com/2011/09/tingkah-laku-ikan-sidat-di-habitat.html