Ada beberapa prinsip yang perlu dipahami ketika kita berada dalam posisi sebagai pemberi nasehat. Pertama,   hal penting yang perlu diperhatikan dalam menasehati saudara kita   adalah masalah niat. Sampaikanlah nasehat semata-mata karena Allah,   bukan karena tujuan keduniawian atau nafsu dan hasrat pribadi. 
Dengan begitu, kita tidak perlu berkecil hati bila nasehat kita tidak diterima dengan baik. Anggaplah respon negatif tersebut sebagai ujian kesabaran. Pengalaman mengajarkan, orang-orang yang kecewa –sekalipun karena nasehat yang terbuka dan korektif- pada waktunya akan menghargai dan berterimakasih dalam hati mereka. Mengapa berkecil hati, bukankah nasehat itu ibarat pohon kebaikan yang kita tanam dan kita tidak tahu kapan akan tumbuh dan berbuah (QS. Al-A’raf:164).
 
   
Dengan begitu, kita tidak perlu berkecil hati bila nasehat kita tidak diterima dengan baik. Anggaplah respon negatif tersebut sebagai ujian kesabaran. Pengalaman mengajarkan, orang-orang yang kecewa –sekalipun karena nasehat yang terbuka dan korektif- pada waktunya akan menghargai dan berterimakasih dalam hati mereka. Mengapa berkecil hati, bukankah nasehat itu ibarat pohon kebaikan yang kita tanam dan kita tidak tahu kapan akan tumbuh dan berbuah (QS. Al-A’raf:164).
Kedua, agar sebuah nasehat efektif,   tunjukkanlah cinta, kasih sayang dan keikhlasan saat memberi nasehat.   Hindari nada bicara yang menunjukan kebanggaan, celaan, olok-olok atau   cemoohan. (QS. Al-Hujurat:11) 
Ketiga,  masalah pemilihan waktu yang  tepat, perlu juga diperhatikan. Akhlak  Islam menuntut kita menyampaikan  nasehat secara pribadi, bukan di depan  khalayak ramai, untuk menghindari  timbulnya perasaan yang tidak baik.  Tujuan nasehat adalah memperbaiki  kelemahan dan menyempurnakan  kekurangan seseorang, bukan mengumumkan dan  mensosialisasikan  kesalahannya.  
Keempat, bersabar dan berhati-hati  dalam  menggunakan perkataan dan memilih suasana emosi yang tepat. Kita  tidak  boleh tersinggung atau kecewa jika nasehat kita tidak berpengaruh  bagi  orang lain. Mungkin semua itu membutuhkan waktu. 
Kelima, jauhi pertentangan yang  sia-sia.  Adakalanya, pendapat kita salah dan pendapat orang yang kita  beri  nasehat itu benar. Dalam situasi ini, ubahlah tindakan memberi  nasehat  menjadi ajang bertukar pikiran dengan penuh persaudaraan.  Ingatlah,  tanggung jawab kita hanyalah memberi nasehat, bukan hidayah.  Sebuah  nasehat tak akan bermanfaat kecuali hanya dengan izin-Nya dan  bergantung  pula pada kadar keimanan penerima nasehat. Allah Swt  berfirman, ”dan  tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya  peringatan itu  bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS.  Adz-Dzariyat: 55)
Keenam, jadilah cermin yang detil  dengan  memberi informasi yang lebih spesifik. Misalnya nasehat tentang   kebersihan masih bersifat global dan umum. Agar saudara kita menyadari   masalahnya, sebutkan hal yang spesifik, misalnya nafas yang kurang  sedap  atau pakai yang kumal.  
Dalam manajemen nasehat diperlukan kepekaan  dan  kearifan yang tinggi agar mencapai hasil optimal (QS.  An-Nahl:125).  Presiden Lincoln, lebih dari seratus tahun yang lalu,  berkata, ”Orang  lebih mudah menangkap lalat dengan sirop daripada  dengan cuka.”  Sesungguhnya ajaran Islam telah lebih dulu menganjurkan  umatnya agar  ‘menangkap orang’ dengan keramah-tamahan yang manis, bukan  dengan  gertakan-gertakan yang kecut, sekalipun terhadap anak dan orang   kesayangan yang paling dekat. Ini misteri hati yang sangat lemah dan   rapuh dalam menghadapi kelembutan. 
Allah Swt membekali Nabi Muhammad Saw  dengan sifat  kelembutan untuk berdakwah menghadapi umatnya (QS.  Ali-Imran: 159).  Itulah sebabnya dalam beberapa kisah, seringkali  orang-orang yang  diberikan nasehat oleh Nabi Saw meresponnya sambil  mengungkapkan  perasaan bahwa orang itu mencintai nabi. Sungguh ini  bukan sekedar buah  dari nasehat yang berlogika tajam dan cerdas,  melainkan nasehat itu  bersandar pada sifat kelemah-lembutan yang bisa  langsung menyentuh dasar  hati penerima nasehat.  
Pelajaran  ini, insya Allah membuka mata dan  kesadaran kita akan dampak dari  pemberian nasehat berbobot yang  disampaikan dengan penuh kelembutan.  Bila hal ini dilakukan secara  berkelanjutan dan berulang-ulang, tanpa  disadari, diantara pemberi dan  penerima nasehat, akan tumbuh jalinan  ikatan kasih sayang maupun  persaudaraan yang semakin kuat. 
Sejauh ini, bila interaksi nasehat  menasehati  terjadi diantara sesama laki-laki, maupun sesama wanita,  dampak dari  sikap lembut dan ramah selalu bernilai positif. Akan  tetapi, fakta  lapangan seringkali menunjukkan hal yang ’negatif’ bila  aktifitas saling  menasehati terjadi antara seorang laki-laki dan  seorang wanita.  Kedekatan yang berawal dari motivasi yang ikhlas  perlahan-lahan  terkontaminasi oleh rasa ketertarikan yang berhembus  dari nafsu dan  hasrat pribadi. Nasehat yang mulanya mengalir tulus  tanpa mengharapkan  sesuatu kecuali ingin memperbaiki kekurangan  saudaranya, sedikit demi  sedikit bergeser menjadi pengharapan akan  penerimaan yang lebih dalam.  Perhatian yang berlebihan (dalam konotasi  negatif) dan rasa ingin selalu  dekat selalu bercampur dengan semangat  keikhlasan saat ingin memberikan  nasehat. Ketergantungan seketika  tercipta, seolah-olah hanya sang  penasehat yang mampu menasehati  dirinya. Lebih jauh lagi, pengakuan  verbal sebagai satu-satunya  penasehat spiritual acapkali mendorong  keinginan untuk memberikan  ’wewenang’ tambahan kepada sang penasehat  agar mau berperan lebih yaitu  sebagai penasehat pribadi dalam rumah  tangga. 
Kita tidak hendak membahas pro dan kontra  dari  akibat aktifitas saling menasehati antara lawan jenis, kecuali  sekedar  menunjukkan benang merah hubungan sebab akibat antara sikap  lembut dalam  menasehati dan hasrat ketertarikan dari dorongan nafsu  manusiawi. Satu  hal yang perlu dicermati adalah bahwa kita membutuhkan  persiapan dan  kewaspadaan ekstra di dalam hati ketika memutuskan untuk  terjun dalam  wilayah saling menasehati kepada seseorang (dakwah  fardiyah) yang  berbeda jenis dengan kita. Tanpa kematangan dan  kekokohan spiritual yang  mantab, sebaiknya urungkan niat anda untuk  masuk terlalu dalam ke  wilayah ini. Yang pasti, syetan selalu mengintai  dan berupaya mencari  celah-celah kelalaian dan kelengahan dalam semua  aktifitas amal sholeh  yang dilakukan oleh setiap hamba Allah. Semoga  Allah Swt selalu  melindungi kita semua dari godaan syetan yang  terkutuk. Wallahu’alam  bishawab. 
SUMBER: Lentera Kehidupan
http://modifikasithebloger.blogspot.com/2011/09/mawas-diri.html
