Perusahaan perkebunan kelapa sawit perlu mengubah paradigma, saat ini bukan lagi sekedar agro estate melainkan agro energi penghasil listrik. Hal ini terjadi dengan pemanfaatan POME (Palm Oil Mill Efluent) untuk menghasilkan tenaga listrik melalui metode methane capture. Berliano Mahendra S, Direktur Perencanaan dan Pengembangan PTPN V menyatakan hal ini.

Riau yang mempunyai 153 PKS dengan kapasitas  6.116.000 ton TBS/jam sangat potensial jadi untuk jadi penghasil energi listrik dari metode ini. Dari tiap ton TBS dihasilkan POME 0,6 m3 yang biasanya disimpan dalam kolam penampungan. Cara ini melepaskan gas methan ke udara dan menjadi penyebab emisi gas rumah kaca.
Karena itu gas methan di tangkap dan diproses jadi bahan bakar untuk generator biogas untuk memproduksi listrik dan mengurangi emisi gas rumah kaca ke udara.
Riau dengan produksi 35.228.160 ton TBS menghasilkan POME 21.136.896 m3. Potensi gas yang dihasilkan adalah 634.106.880 m3, mampu menghasilkan listrik 211,36 MW. Bila dijual ke PLN dengan harga Rp 975/kwh maka pendapatan pertahun mencapai Rp 1,236 triliun.
Di PTPN V sendiri saat ini listrik yang dihasilkan methane capture ini digunakan untuk Pabrik minyak kernel. Kalau semua PKS dilengkapi methane capture maka pendapatan dari penjualan listrik saja tahun 2012 bisa mencapai Rp94,06 miliar dan tahun 2013 Rp115,38 miliar.
Keuntungan dari aplikasi methane capture ini adalah biaya energi di Pabrik minyak kernel turun dari Rp302/kg menjadi Rp229/kg, mengurangi biaya pemeliharaan kolam, menjual kelebihan energi ke PLN dan memenuhi persyaratan ISPO.
Selain itu Tandun Biogas Plant Project PTPN V saat ini juga sudah terdaftar di UNFCC dan Dewan Nasional Perubahan Iklim sehingga masuk dalam Clean Development Mechanism atau perdagangan karbon. Emisi carbon yang berhasil ditahan adalah 14.836 ton CO2 eqivalen, tinggal dikali dengan harga karbon saat itu maka itu adalah pendapatan yang diterima.
Tantangan yang dihadapi dalam membangun pembangkit listrik biogas ini adalah prosedur yang sangat panjang dan memakan waktu untuk mendapatkan proses perijinan, lokasi pembangkit listrik cukup jauh dari jaringan PLN, keterbatasan teknologi juga keterbatasan pengetahuan, keahlian dan teknologi karena bidang ini bukan keahlian orang-orang perkebunan

sumber: Media Perkebunan

 
Top