Strategi Persidatan, Analisa dan Harga Sidat (Unagi) di Jepang



Menelaah kondisi dan strategi persidatan di Indonesia, sambil merencanakan sistem produksi 20 ton per tahun, sebagai konsultan sistem budi daya sidat. Berikut ini beberapa perencanaan dan strategi yang saya perhitungkan.


Dengan adanya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, tentang larangan Pengeluaran Benih Sidat Dari Wilayah Negara Republik Indonesia, ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia NOMOR PER. 18/MEN/2009.


Ukuran dan benih sidat yang dilarang adalah:
Benih adalah ikan dalam umur, bentuk, dan ukuran tertentu yang belum dewasa.
Benih sidat adalah sidat kecil dengan ukuran panjang sampai 35 cm dan/atau berat sampai 100 gram per ekor dan/atau berdiameter sampai 2,5 cm.

Jadi ada batasan berat 100 gram, atau diameter s/d 2,5 cm, dan panjang 35 cm. Hal itu memungkinkan perkembangan pemeliharaan sidat dalam negeri sampai ukuran (100gr, diameter 2,5cm, panjang 35 cm), dan dapat dilepas ke pasar internasional untuk ukuran yang lebih besar.


Pasaran di Jepang menghendaki ukuran konsumsi 190 gr/ sd 200 gr per ekor yang disebut boko [ 150 gr s/d 220 gr, panjang s/d 80 cm sekilo 6 ekor], untuk ukuran small marketsize adalah futo [100 gr - 150 gr, panjang mencapai 50 cm, sekilo 8 ekor].

Jika sudah dipaket menjadi sidat panggang (unagi kabayaki) kemasan adalah 110gr-120 gr, dan 150gr-160gr, dalam bentuk sudah dikemas dalam kemasan vakum, dari sidat hidup kabayaki susut beratnya 20%. (Dapat di check di Cosmo, Ranch Market, Matsuya di Jogya dan Hero, serta swalayan Jepang atau Korea).


Harga sidat di Tsukiji Market - Jepang, mencapai 7.000 yen per kg, sekitar Rp 739.865 per kilo gram, untuk unagi kabayaki (panggang di vakum) harga 110gr - 120 gr sekitar 1.260-1.500 yen (133 ribu s/d 158 ribu rupiah).


Jadi dapat diperhitungkan harga jual ke Jepang, jika dikurangi ongkos kirim, biaya eksport dan sebagainya, tentu akan memudahkan jika di Indonesia yg di eksport adalah produk olahan (unagi kabayaki), bisa juga dalam bentuk fresh frozen eel, frozen roasted eel (unagi kabayaki). Untuk pasaran dunia biasanya mereka menghendaki sidat hidup untuk pasar lokal, dan frozen eel.


Jika pembudi daya pembesaran sudah banyak, langkah berikutnya yang perlu dilakukan adalah pembuatan pasar bersama sidat konsumsi, pasar bersama glass eel, dan pasar bersama elver. Tujuannya adalah memberi keuntungan optimum yang bagi pembudi daya, tanpa harus ditekan oleh tengkulak, kaum kapitalis, dan kartel pasar. Karena jika para sidaters mulai merancang strategi pasar bersama, maka pengijon, brooker, dan para eksportir glass eel akan mati. Mereka harus membudi dayakan sidat jika ingin bermain di persidatan, atau membuat jaringan inti plasma. Atau jika tidak ingin ada intervensi korporasi bisa membuat koperasi dengan unit usaha sektoral, seperti di Jepang ada koperasi petani (beras) dan koperasi pembudi daya unagi yg disebut Kumiai (Cooperative Society).


Strategi yang lain adalah mengeksport sidat hasil olahan dengan bekerjasama dengan perusahaan yg mempunyai processing, dan pengeksport ikan.


Di Indonesia pertumbuhan berat sidat adalah rata-rata 40 gr/ bulan, dan waktu minimum pembesaran sampai mencapai ukuran konsumsi adalah 9 bulan (Ahmad Suhaeri, BLU Pandu Krawang). Dari glass eel sampai ukuran 100 gr dicapai dalam 4 s/d 5 bulan, dan sampai ukuran konsumsi dari 100 gr sampai 250 gr dalam 3/4 bulan. Sidat betina lebih besar dari pada sidat jantan, dan penambahan hormon estrogen pada pakan membuat populasi sidat betina akan lebih banyak. Jika kerapatan tinggi maka akan muncul sidat jantan lebih banyak. Bobot pertumbuhan optimum 9 bulan x 40 gr/bln = 360 gram. 

Pertumbuhan berat sidat sangat bergantung suhu optimum pemeliharaan 23 s/d 28 derajat celcius, rata rata 25 derajat cukup optimum, jadi tidak ada masalah suhu di Indonesia, kecuali penyakit dan parasit yg bisa muncul dalam rentang suhu tersebut.

Jadi kelompok kelompok para sidaters, bisa di bagi bagi: 
Pembudi daya rumahan dengan sistem resirkulasi (semi intensif)
Pembudi daya sampai ukuran konsumsi 1 kg 4 ekor atau 1 kg 5 ekor. Dari sidat 100gr.
Pembesaran dari glass eel ke elver 1 gr
Pembesaran dari 1 gr ke 100 gr (ini sudah bisa di eksport).
Pembesaran dari 100 gr s/d sidat konsumsi.

Di Jepang elver mulai dikembangkan dari glass eel 0.15 gr ke elver 0.5 gr (kerapatan tebar 0.4 kg/m2 s/d 1.2kg/m2), setelah itu dilakukan grading dan pemindahan ukuran 0.5 gr ke kolam dengan kerapatan tebar 0.5 kg/m2 s/d akhir 1.6 kg/m2.

Di Jepang ukuran 6,5 gr sudah dilepas ke tambak pembesaran akhir (5000 m2 atau 0.5 ha bisa terdiri dari 25 kolam ukuran 200m2) dan mencapai ukuran panen 190 gram dengan kerapatan 4 kg/m2. Kolam adalah still water.


Dari ukuran 0.16 gr ke 0.5 gr ditebar dalam kolam running water, dan 0.5 gr s/d 1.3 gram pembesaran elver setelah grading dalam kolam running water. Atau kalau di Indonesia indoor, running water atau resirkulasi.


Dari ukuran 1.3 gr ke 6.5 gr bisa di budi dayakan di air tenang. Untuk pembesaran s/d 20 ton dibutuhkan jumlah air 450 m3/hari atau 5.208 liter/detik.


Jadi para pembudidaya sidat dapat mengelompokan diri:
Jadi Pemodal Stokist (memodali nelayan, dengan fasilitas, modal, jaring scoop) dan lainnya.
Sebagai nelayan penangkap glass eel dan stokist.
Pembesaran glass eel ke elver [elver tahap 1]
Pembesaran elver ke old elver [elver tahap 2]
Pembesaran old elver ke fingerling
Pembesaran fingerling ke sidat konsumsi.

Di Indonesia beberapa pembudi daya elver menjual hasil mereka dengan berat 1 gr per ekor (atau 1 kg/ 1000 ekor), glass eel di estuaria ditangkap ukuran 1kg 6.000 ekor.

Untuk tangkapan alam bisa ditangkap sidat dewasa yg sedang migrasi ke laut, atau dengan umpan.


Jadi para sidaters siap-siap mengelompokan diri di bagian mana akan berusaha di bidang sidat.


Perlu rajin rajin mengecek pasar global, mengetahui biaya eksport, processing, freight, dan regulasi serta sertifikasi produk pangan, atau hasil olahan.  

Sidat adalah makanan berkualitas, karena kandungan protein, asam amino, vitamin E, A yang tinggi, serta kandungan EPA dan DHA yang tinggi, bisa dikembangkan menjadi produk biotechnology atau farmasi untuk kebutuhan EPA dan DHA.

Asam Amino yang sangat lengkap dikandung sidat berguna untuk kecerdasan, juga bersifat aphrosidiak atau meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh.

Jadi banyak parameter lingkungan, pasar, eksternal, internal, resiko yang harus di perhitungkan jika ingin membudidayakan sidat. Strategi Inti Plasma, dan jaringan yang rekan rekan sidaters kembangkan sudah ke arah yang tepat, pola keroyokan dan rumahan yang mulai berkembang juga bagus.

Karena kita di Indonesia, maka perlu dikombinasikan pola budi daya sidat di Jepang, dan Eropah yg disesuaikan dengan di Indonesia.

Jika ingin budi daya intensif dengan pola fish farm berteknologi tinggi untuk produksi 100 ton/ tahun dengan air minimum, dan lahan yang sempit sangat dimungkinkan, karena di Indonesia sudah banyak ahli ahli IT, dan Control Engineer dan lainnya, seperti halnya di forum  sidat@yahoogroups.com ini ada expert IT, Electrical, dll, selain ahli perikanan. Modal dan kolaborasi yg kuat untuk kita bisa berkembang menyaingi Israel, Jerman, Inggris, dan Jepang sekalipun dalam budi daya sidat. Tinggal Strategi Riset dan Development perlu di tingkatkan.

Bahkan saya berpikir ke depan bisa di bikin kolam pemeliharaan full automatic, high density dikontrol lewat website lewat jaringan internet. Jadi satu server komputer, atau beberapa, mengontrol ribuan tambak di Indonesia, full automatic, dengan green energy, tenaga air, panas bumi, dan energi surya. Mungkin ini bisa kita capai bersama sama 5 tahun kedepan dengan membuat focus group masing masing. Bukan mustahil 10 ribu petambak sidat di Indonesia bisa tercapai, punya bank sendiri seperti Grameen Bank dan Mondragon Cooperative Cooperation di Spanyol.

Sidat ikan berkualitas ada, harga OK, teknologi tinggal dibuat.


Oleh: 
Ariya Hendrawan ( moderator milis sidat@yahoogroups.com dihttp://groups.yahoo.com/group/sidat),
 
Top