Dua perintah Allah yang paling tua dan populer dikalangan umat MANUSIA adalah perintah Sholat dan Puasa. Setiap agama-agama samawi maupun bukan agama samawi mengenal kedua ibadah tersebut. Keduanya dijalani oleh penganut agama dari zaman dahulu hingga umat Nabi Muhamad SAW, meskipun tata cara yang dilakukannya berbeda. Dari waktu ke waktu menunjukkan arah penyempurnaan. Titik kesempurnaan berada pada Nabi akhir zaman Muhammad SAW, baik sholat maupun puasa.
Puasa yang diwajibkan kepada kaum muslimin, diperintahkan setelah Nabi Hijrah ke Madinah, sedangkan sebelumnya Nabi berpuasa tiga hari pada pertengahan bulan setiap bulannya. Perintah puasa Ramadhan dilakukan sebulan penuh yang telah digariskan dalam firman Allah dalam sural Al Baqoroh (2) :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ(183)أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ(184)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. 2:183) (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. 2:184)
Dalam surat perintah diatas bukan untuk semua manusia, akan tetapi hanya untuk orang-orang yang beriman. Mungkin mereka pemeluk Islam tetapi tidak beriman, tentu tidak termasuk golongan ini. Kalau pemeluk selain Islam tentu tidak akan beriman dengan perintah puasa ini.
Perintah yang dimintakan langsung kepada orang-orang yang beriman adalah perintah yang penting dan berat, namun mengandung banyak manfaatnya, demikian menurut Ibnu Mas’ud seorang Sahabat Nabi yang Ahli Tafsir. Tentu saja puasa sebagai satu amanah yang besar, wajar apabila diberikan bukan kepada sembarang orang tetapi terbatas orang-orang pilihan yang memiliki tanggung jawab tinggi. Hanya mereka yang beriman sajalah yang memiliki hal itu semua. Adapun mereka yang dalam keadaan tertentu dibolehkan udhur juga sesuai dengan ketetapan-Nya.
HAKEKAT SHAUM
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia hakekat memiliki pengertian benar, sungguh-sungguh dan inti sari makna.
Berdasarkan catatan sejarah perkembangan puasa para umat terdahulu hingga umat Nabi Muhammad SAW, terdapat esensi atau makna yang sama, yaitu :
1. MENAHAN DIRI
Hakekat puasa yang paling mendasar dan tetap dimiliki oleh puasa semua umat adalah Menahan diri. Menahan diri dari makan, minum dan memperturut kan hawa nafsu.
Puasa kaum mesir kuno dengan menahan diri dari tidak makan daging, susu, ikan atau buah-buahan. Mereka tetap makan dan minum kebutuhan sehari-hari lainnya.
Ibunda Nabi Isa AS pernah berpuasa dengan menahan diri dari berbicara dengan siapapun, untuk menghindari fitnah dari masyarakat karena keadaannya yang saat itu sedang mengandung. Pemeluk Agama Hindu dan Buda berpuasa tidak makan dan minum berhari-hari bahkan berbulan-bulan dengan bersemedi.
Kaum Nasrani juga berpuasa tidak makan dan minum dalam sehari selama beberapa hari untuk memperingati suatu peristiwa.
Puasa umat Nabi Muhammad SAW merupakan penyempurnaan, koreksi dan pengganti puasa-puasa yang diperintahkan kepada umat sebelumnya. Umat Islam yang beriman, berpuasa wajib sebulan Ramadhan dan puasa sunah lainnya dengan menahan diri dari makan, minum dan hubungan suami-istri selama waktu puasa.
2. MENGENDALIKAN DIRI
Ibunda Nabi Isa mengendalikan diri dari berbicara dengan masyarakat, bisa jadi masih berbicara dengan keluarga ( ahlul bait ). Perintah umat Muhammad SAW tetap berbicara dengan siapapun ketika berpuasa, hanya saja bukan perkataan- perkataan-kotor, perkataan yang mengandung dusta ataupun sikap/prilaku emosional seperti marah, bertengkar, menggunjing dan sejenisnya. Dengan puasa seseorang sanggup mengendalikan emosional diri, mengendalikan kesenangan dan hal-hal yang dibolehkan namun tidak berlebihan. Puasa yang dilakukan harus mampu mengendalikan fungsi-fungsi panca indra, mulut, telinga, mata dan anggota badan seperti tangan dan kaki.
Sabda Nabi : Jika kamu sedang berpuasa, maka janganlah berkata keji, jangan marah. Jika ada orang yang memaki atau mengajak bertemgkar, hendaklah katakan : aku sedang berpuasa (HR. Bukhori Muslim)
اَلصِّيَا مُ جُنَّةُ مَا لمَْ يَحْرِ قْهَا بِكَذِ بِ اَوْ بِنَمِيْمَهْ
Artinya :Dan Puasa itu menjadi perisai seseorang selama ia tidak dirusakkannya dengan dusta dan umpat “ ( HR. Tabrani dari Abu Ubaidah)
ليَسْ َالصِّياَ مُ مِنَ اْلاَ كْلِ وَاالشُّرْ بِ اِنَّمَا الصِّياَ مَ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّ فَثِ
Artinya Bukanlah shaum itu hanya makan dan minum, tetapi shaum itu dari perkataan kotor dan mengumpat ( HR. Ibnu Khuzaimah)
Puasa ini yang lebih berat dari yang pertama, oleh karena itu nilai yang Allah berikan lebih tinggi bagi mereka yang berpuasa bukan saja esensi puasa yang pertama, tetapi juga yang kedua. Ulama menamakan puasanya orang-orang kelas khusus.
3. MENGASAH HATI DAN FIKIRAN DIRI
Didalam Tubuh ada segumpal darah yang apabila baik, maka baiklah semua dan apabila buruk buruklah semua. Ketahuilah bahwa itu HATI. Bisikan hati seseorang akan menggerakkan fikirannya. Di hati tempat bersarang dendam, dengki, prasangka dan sarang dosa-dosa lainnya. Dihati pulalah ada iman, ikhlas, sabar dan lainnya. Ketika di hati ada sifat buruk, akan disalurkan ke fikiran buruk dan selanjutnya terwujud dalam sikap/perilaku dan perbuatan buruk, demikian pula sebaliknya.
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ(10)
Artinya : Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. (QS. 2:10)
Melalui puasa manusia bisa ikut merasakan betapa tidak enaknya menjadi orang miskin yang jarang makan dan sering tidak makan. Mereka disentuh hatinya untuk banyak mengulurkan tangan, memberikan sedekah, memberi makan mereka yang berpuasa dan perbuatan lain yang mengasah Qalbu mereka dari sifat kikir. Dengan puasa diharapkan dapat menyambung tali silaturrahmi, membuang jauh iri hati, fikiran negatif (suudhan), mencelakakan orang, dendam dan membersihkan hati atau fikiran dari penyakit dan sifat-sifat buruk lainnya. Dihati mereka tersimpan niat puasa yang ikhlas karena iman kepada Allah.
مَنْ صَا مَ رَمَضَا نَ اِيمْاَ ناً وَاحْتِسَا بًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّ مَ مِنْ ذَ نْبِهِ
Artinya : Barangsiapa puasa ramadhan karena iman dan mengharap ridho Allah diampuni dosa-dosa yang lalu” ( HR. Bukhori Muslim)
Setelah berpuasa hati mereka akan lebih lembut, solider, arif, sabar dan jiwa dermawannya. Mereka yang puasa dengan ensensi ini jauh lebih berat lagi, sehingga mereka yang puasa tidak hanya menahan makan, minum, hubungan suami istri, mengendalikan fungsi panca indra dan anggota badan seperti tangan dan kaki tetapi juga menjernihkan Qalbu mereka. Itulah puasanya orang-orang lebih khusus lagi.
4. MEROBAH KEBIASAAN DIRI
Setiap orang yang berpuasa mesti bangun malam hari untuk makan sahur. Mereka harus berbuka segera ketika waktu berbuka datang. Meningkatkan ibadah tadarus, sholat, sodaqoh dan lainnya. Kebiasan ini mengubah kebiasaan seseorang pada bulan-bulan sebelumnya. Setelah berpuasa, tentunya kebiasaan baru akan diterapkan seperti bangun malam, disiplin dalam berbagai hal dan kebiasaan untuk selalu meningkatkan amal ibadahnya. Kebiasaan pelit/kikir berubah menjadi Dermawan, Tadarus Qur’an menjadi sering. Kebiasaan berdusta, menggunjing, mengumpat, ghibah, melakob hilang.
Pendek kata mengubah semua kebiasaan buruk menjadi kebiasaan yang lebih baik dan bermanfaat.
شَهْرُ رَمَضَا نَ شَهْرٌ كَتَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَا مَهُ وَسَنَنْتُ لَكُمْ قِياَ مَهُ
Artinya : Bulan ramadhan adalah bulan yang Allah telah mewajibkan atasmu berpuasa dan Aku mensyariatkan bagimu ibadah pada malam harinya ( HR. Ibnu Majah, Al Baihaqi)
Apabila orang-orang yang berpuasa mampu meningkatkan keberadaan ke 4 unsur di atas di luar bulan ramadhan, berarti stelah ada peningkatan sikap kedewasaan pada dirinya, karena ke empat unsur itu merupakan tolok ukur kedewasaan seseorang.
Sebagai bahan renungan, marilah kita jawab beberapa pertanyaan ini.
(1) Sejak umur berapa saya Shaum dan kapan shaum saya mulai penuh satu bulan ?
(2) Apa saja yang seharusnya hindari dan sudah saya hindari ketika saya berpuasa ?
(3) Apa saja yang saya rasakan selama shaum Ramadhan yang lalu dan sekarang.
(4) Apakah puasa yang dilakukan telah mendewasakan diri saya ?
(5) Apa yang akan saya lakukan selama Ramadhan ?
(6) Apa yang saya harapkan dengan Shaum Ramadhan Tahun ini ? .
Kita harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Sudahkah kita berada di wilayah hakekat yang telah diuraikan di atas. Apabila belum mengapa ?. Kapan puasa saya bisa mencapainya ?
Semoga Allah selalu memberikan kekuatan untuk menjalankan kewajiban
puasa yang memenuhi kehendakNya. Amien