Bidang pertanian kembali menjadi pusat perhatian dengan meningkatnya kebutuhan bahan pokok seiring bertambahnya populasi penduduk dunia. Dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian tersebut, banyak teknologi dan ilmu pengetahuan dilibatkan. Salah satunya adalah teknologi spatial dalam rangka farming. Mari kita bahas seputar technology GIS dan GPS dalam bidang pertanian.
 
Istilah yang sedang berkembang saat ini adalah precision farming dimana factor ketepatan dalam kegiatan pertanian sangatlah penting dan berpengaruh dalam produksi pertanian. Presisi ini mulai dari penanaman, pemberian pupuk, pemberantasan hama, sampai dengan pemanenan. Dengan menggunakan GPS maka keakuratan dalam penanaman, pemupukan, dan penyemprotan pestisida akan lebih akurat terhindar dari overlapping sehingga dapat menekan biaya.  Selain itu, petani juga tidak harus membuat tanda2 untuk menandai mana yang sudah ataupun yang belum (cukup lihat jalur virtual di GPS). Dalam pelaksanaannya GPS ditempatkan pada mesin2 bergerak (sejenis traktor untuk pembajak, penyemprot, penebar pupuk). Bersama2 dengan sensor/alat lain, data2 lain juga dapat dikumpulkan: kelembaban tanah, keasaman, salinity, kedalaman tanah untuk sebagai bahan analisa GIS nantinya. Saat ini GPS memiliki resolusi yang cukup baik: untuk yang navigasi sekitar 10-20m, differential GPS (dGPS)  2-5m, sedangkan yang real-time (RTK) GPS bisa sampai 5 cm.

 
Precicion farming seperti di atas tentunya membutuhkan biaya mahal dan sulit untuk diaplikasikan di negara kita. Mobile phone yang banyak dimiliki masyarakat, saat ini banyak yang telah dilengkapi dengan GPS (in-built). Dengan biaya yang murah, teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi pertanian, selain juga sebagai wahana meningkatkan pengetahuan spatial para petani kita. Sebuah penelitian dilakukan oleh Guan et al (2006) menyebutkan bahwa GPS-enabled  mobile phone dapat digunakan untuk membantu para petani dalam mengelola lahannya (studi kasus lahan tebu). Dalam penelitian ini, mobile phone diintegrasikan dengan database central melalui internet. Sehingga petani dapat melakukan input data pada database dari lapangan langsung. Dari sini kemudian data2 ini di olah di central database dengan data2 lain menggunakan GIS untuk keperluan analisa yang lain. Hasil penelitian menyebutkan standard deviasi dari error GPS sebesar 14.6 m dan diperlukan 1-2 menit untuk proses perekaman data melalui cellular phone. Hal ini dimaklumi mengingat kekuatan GPS pada mobile phone yang masih standar serta kecepatan internet (wireless) yang terbatas. Akan tetapi untuk data2 yang tidak memerlukan tingkat presisi koordinat yang tinggi, GPS-enabled mobile phone layak dijadikan pilihan.  Data2 yang dapat diupdate secara otomatis meliputi cuaca, persil tanah yang sedang di kerjakan, koordinat secara umum, elevasi, tanggal/jam. Data2 lain yang bisa diinputkan secara manual berupa jenis pekerjaan, jenis pupuk, tanaman, jumlah pekerja, dll. Semua data ini tentunya sangat membantu bagi petani dalam management lahan mereka secara sistematis dan efficient.

Mobile-phone yang saat ini banyak dimiliki masyarakat, selain memiliki GPS juga ada yang sudah dapat di install peta digital didalamnya. Hal ini tentu lebih memudahkan lagi karena tidak perlu koneksi internet dalam pelaksanaan pengukuran. Secara manual hal itu juga bisa dilakukan. Misalnya dengan merekam posisi koordinat pada GPS kemudian memplotkannya pada peta kertas. Pemerintah dalam hal ini memiliki peran penting. Pemerintah dapat membangun aplikasi webmapping yang memingkinkan para petani melihat dan mengupdate sendiri data pertanian mereka di website central. Data2 ini sangat bermanfaat bagi petani dan juga pemerintah. Pemerintah pun akan lebih mudah mengkomunikasikan arahan kebijakan kepada petani melalui media online tersebut. Demikian, semoga pertanian di Indonesia semakin maju..Amin
 
 
sumber Info:  Tanah tumpah darahku
 
Top