Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang.
Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal
Justru seringkali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble
Pertama, kesediaan memberdayakan merupakan suatu sikap spiritual. Orang yang bersedia memberdayakan orang lain menyatakan di depan orang banyak bahwa ia mempercayakan semua proses pelayanannya kepada Tuhan dan orang-orang yang Ia letakkan di sekitarnya. Ia tidak menjadikan dirinya pusat segalanya. Ia hanya melakukan apa yang menjadi bagiannya seperti seorang petani yang menabur dan di malam hari ia tidur. Benih yang ditaburkan bertumbuh, dan bagaimana hal itu terjadi ia tidak tahu. Dalam melakukan proses ini, seringkali memang ada orang yang tidak memahami sang pemimpin. Orang sering menginginkan si pemimpin tampil di segala urusan dan dengan menonjol.
Secara filosofis ada suatu pendapat dari James McGreror Burns yang membedakan kepemimpinan transaksionil dan transformasionil. Kepemimpinan transaksionil merupakan usaha menjalankan proses kepemimpinan sedemikian rupa sehingga sebagian besar pihak terpuaskan. Dengan kata lain kepemimpinan merupakan proses bertransaksi sehingga semua merasa untung dan bahagia karena apa yang dikehendaki didapatkan. Dengan cara seperti ini kepemimpinan yang ada dipertahankan karena kehadirannya menjaminkan adanya transaksi yang paling menguntungkan. Orang-orang serupa ini akan sulit menjadi pemimpin yang melayani dan memberdayakan.
Kepemimpinan yang bercorak transformasionil adalah kepemimpinan yang menekankan gerak maju atau perubahan dari setiap pihak dan dari organisasinya. Di dalam menjaminkan tranformasi atau perubahan berkualitas ini, bila perlu diambil resiko-resiko seperti konflik atau pertentangan terbuka. Bila perlu, corak transaksi memang dapat dipergunakan, namun bukan semata-mata demi didapatkan rasa senang dan rasa beruntung pada semua pihak, namun demi tercapainya perubahan dan perkembangan.
Kedua, suatu keterampilan perlu dipelajari dengan serius. Suatu metode pelaksanaan pemberdayaan yang sangat populer sejak akhir dekade lalu adalah apa yang dikembangkan oleh Blanchard dan Hersey dengan nama kepemimpinan situasionil.
Kepemimpinan situasionil adalah suatu metode pelaksanaan kepemimpinan secara mikro, artinya bagaimana seorang pemimpin harus menghadapi orang-orang yang dipimpinnya sehari-hari. Jadi sifatnya adalah ilmu yang praktis dan taktis.
Di balik praktek kepemimpinan situasional terdapat suatu filosofi bahwa seorang pemimpin haruslah mengubah orang lain, meneladani, serta telaten mengamati kemajuan dari orang yang ia pimpin. Ia harus memiliki sensitivitas untuk mem”baca” siapa yang ia pimpin sehingga dapat menentukan gaya memimpin yang paling cocok bagi mereka. Untuk tiap kategori orang tertentu diperlukan suatu pendekatan atau cara kepemimpinan tersendiri. karenanya, Blanchard menekankan perlunya kita meneliti variabel-variabel yang berpengaruh di dalam kerangka membuat klasifikasi orang-orang yang dipimpin. Blanchard dan Hersey mendapatkan bahwa ada dua variabel yang berperan disini, yaitu kematangan pribadi dan tugas kepemimpinan.
Orang-orang yang tidak matang: mereka adalah orang-orang yang memiliki motivasi rendah dan kemampuan kerja yang rendah.
Orang-orang yang sedang bertumbuh: mereka adalah orang-orang yang kadang kala memiliki motivasi namun masih belum memiliki kemampuan kerja yang tinggi.
Orang-orang yang hampir matang: mereka adalah orang-oang yang telah memiliki kemampuan kerja yang tinggi, dan sering belum termotivir untuk melakukan apa yang menjadi tujuan dari pemimpin mereka.
Orang–orang yang matang: mereka adalah orang-orang yang memiliki kemampuan kerja yang tinggi serta umumnya sudah bermotivasi mencapai tujuan bersama.
Pembagian tersebut berdasar dua variabel yaitu tingkat motivasi alias berapa maunya mereka bekerja dan tingkat kompetensi alias tingkat pengalaman dan skil mereka.
Selanjutnya, Blanchard dan Hersey meneliti bahwa tindakan kepemimpinan mencakup dua urusan, yaitu proses mengarahkan orang yang dipimpin kepada tujuan bersama serta proses memelihara hubungan dengan mereka yang dipimpin. Dengan cara lain dapat dikatakan bahwa mereka yang dipimpin membutuhkan bantuan pemimpin untuk memelihara motivasi mereka serta mengarahkan langkah-langkah mereka kepada tujuan yang ingin di capai.