Mencari kebahagiaan adalah cita-cita dan harapan manusia dalam  kehidupan. Ada yang berpendapat kebahagiaan terletak pada kekayaan maka  mereka berlomba dan berusaha untuk memperolehnya.
Ada kelompok orang  beranggapan kebahagiaan  terletak kepada kekuasaan,maka  berusahalah mereka untuk mencapainya,  sementara ada juga menyangkakan kebahagiaan itu bisa diperoleh melalui   kepuasan seks, lalu berlumbalah mereka melakukannya sampai-sampai lupa  batasan dalam agama.
Kalau menurut anda sendiri apa sih makna dari kebahagiaan itu?apakah  anda juga selalu berusaha untuk mencapainya saya yakin jawaban anda  ”ya”.Namun, fakta sejarah membuktikan  bahawa kekayaan, kekuasaan dan kenikmatan seks bukanlah kebahagiaan  yang hakiki yang dicari dan diperlukan manusia. Tidak sedikit manusia  terpedaya dan mengalami kehancuran gara-gara mengejar serta memburu  kebahagiaan berdasarkan ketiga-tiga pendapat itu.
Dalam soal kekayaan misalnya, kisah diceritakan al-Quran pada zaman  Nabi Musa adalah satu contoh paling tepat membuktikan kekayaan bukan  kebahagiaan mutlak.
Qarun dengan usahanya berhasil  menjadi orang paling kaya di dunia.  Malangnya dalam waktu yang  tidak berapa lama kebahagiaan yang  dianggapnya ada pada kekayaan  itu musnah akibat rasa takabur dan  sombong yang tercetus dalam diri Qarun.
Kemudian ada yang  beranggapan kebahagiaan itu terletak pada  kekuasaan. Maka berjuanglah mereka untuk memperolehnya dengan bermacam  cara. Contoh jelas dalam soal ini ialah kisah Firaun yang berlaku pada  zaman Nabi Musa.
Betapa besar kekuasaannya di bumi Mesir, sehingga dia mengaku dirinya  Tuhan, tetapi kebahagiaan dirasakan  berdasarkan kekuasaannya itu tidak  sampai ke mana-mana. Akhirnya Allah menenggelamkan bala tentera  termasuk dirinya ke dalam laut ketika mengejar Nabi Musa.
Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya yang artinya: “Maka Kami  pun membalas mereka, lalu Kami menenggelamkan mereka di laut dengan  sebab mereka mendustakan ayat Kami dan mereka sentiasa lalai  daripadanya.” (Surah al-A’raaf, ayat 136)
Seterusnya ada pula yang  beranggapan kebahagiaan itu terletak pada  kenikmatan seks jadi berusahalah mereka mencari kepuasan itu. Hal itu  terjadi pada zaman Nabi Luth di mana kaumnya cuba mencari puncak  kepuasan itu dalam keghairahan seks.
Ternyata  mereka tidak dapat menemui rasa kebahagiaan  pada wanita yang  seharusnya menjadi pasangan mereka. Akhirnya mereka beralih mencari  pasangan sejenis. Akibat perbuatan terkutuk itu akhirnya mereka  dihancurkan.
Terlepas dari contoh-contoh diatas  apasih arti kebahagiaan yang hakiki menurut agama islam?
Dalam Islam kebahagiaan hanya boleh dicapai dan diperoleh pada jalan  beriman, bertakwa dan beramal shalih. Malahan  iman mutiara paling agung  dalam peribadi seorang Muslim.
Allah berfirman yang bermaksud: “Sebenarnya Allah jugalah yang  melimpahkan nikmat kepadamu dengan memimpin kamu kepada keimanan jika  kamu adalah orang yang benar.” (Surah al-Hujurat, ayat 17)
Lantaran itu tidak heranlah jika kebahagiaan orang mukmin hasil  daripada keimanan dan ketaqwaan meliputi dua alam iaitu alam dunia yang  sementara itu dan akhirat, kekal buat selama-lamanya.
Firman Allah bermaksud: “Ketahuilah! Sesungguhnya wali Allah, tidak  ada kebimbangan (dari sesuatu yang tidak baik) terhadap mereka dan  mereka pula tidak akan berduka cita (wali Allah itu ialah) orang yang  beriman serta mereka pula sentiasa bertaqwa. Untuk mereka sajalah  kebahagiaan yang menggembirakan di dunia dan akhirat. Tidak ada  (sebarang) perubahan pada janji Allah, yang demikian itulah kejayaan  yang sebenarnya.” (Surah Yunus, ayat 64)
Kebahagiaan hakiki dalam Islam bukanlah berdasarkan kekayaan,  kekuasaan dan kepuasan seks, sebaliknya melalui keimanan, ketaqwaan dan  amal salih. Namun, Islam tidak melarang umatnya daripada berikhtiar dan  mencari harta kekayaan, ilmu serta pangkat.
Firman Allah bermaksud: “Dan tentulah dengan harta kekayaan yang  dikaruniakan Allah kepadamu akan pahala dan kebahagiaan hari akhirat dan  janganlah engkau melupakan bahagianmu (keperluan dan bekalanmu) di  dunia.” (Surah al-Qasas, ayat 77)
Tetapi harta kekayaan, ilmu dan pangkat bukan menjadi tujuan utama  sebaliknya sebagai alat dan syarat kehidupan di dunia sementara ini,yang  harus kita capai sebenarnya adalah kebahagiaan nanti di akhirat kelak .
Sama-samalah kita instropeksi diri kita sendiri apa sebenarnya yang mau kita capai dalam kehidupan ini.