Deklarasi Djoeanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957, secara geo-politik dan geo-ekonomi memiliki arti yang sangat penting karena merupakan  proklamasi  kesatuan aset kewilayahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),  terutama kesatuan wilayah laut kedaulatan. Namun, secara formal  peringatan deklarasi ini resmi mulai diperingati sejak tanggal 13  Desember 2000. Selanjutnya, melalui Keppres No.126/2001 dikukuhkan  sebagai Hari Nusantara, artinya setiap tanggal 13 Desember mulai  diperingati sebagai salah satu Hari Nasional.
Dicetuskannya Deklarasi Djoeanda telah memberikan tambahan luas wilayah laut sekitar 5,8 juta km2 termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) atau sekitar 73%  dari  seluruh luas wilayah yurisdiksi Indonesia. Namun demikian, selain  memberikan tambahan luas wilayah laut yang cukup signifikan, deklarasi  Djoeanda juga membawa konsekuensi lain, yaitu perlunya dilakukan  pemetaan fakta fisik seluruh perairan Indonesia mulai dari laut  territotial sampai ke Landas Kontinen. Fakta inilah yang akan menjadi  bukti fisik sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Beberapa ahli sejarah nasional berpendapat bahwa Deklarasi Djoeanda dapat disetarakan sebagai pilar utama yang ketiga pada pembangunan kesatuan dan persatuan negara dan bangsa Indonesia, setelah dua pilar utama sebelumnya yaitu peristiwa heroik Sumpah Pemuda dan Proklamasi Kemerdekaan.
Inti Deklarasi Djoeanda
Inti  dari Deklarasi Djoeanda menyatakan bahwa segala perairan di sekitar, di  antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan  Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya, adalah  bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Kesatuan Republik  Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian dari perairan pedalaman  atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Republik  Indonesia. Sebelum deklarasi ini, masyarakat internasional mengakui  bahwa batas laut teritorial hanya selebar 3 mil laut dihitung dari garis  pantai terendah. Ir. H. Djoeanda sebagai Perdana Menteri Republik  Indonesia pada waktu itu, dengan tekad bulat dan berani mengumumkan  kepada dunia, bahwa wilayah laut Indonesia tidaklah sebatas yang diatur  dalam Territoriale Zee Maritiem Kringen Ordonantie tahun 1939, melainkan  termasuk juga wilayah laut di sekitar, di antara, dan di dalam  kepulauan Indonesia.
Batas wilayah laut  berdasarkan Hukum Laut Internasional (UNCLOS-1982), UU No. 5 Tahun 1983  tentang ZEE, dan UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, lebih  menegaskan lagi bahwa wilayah laut secara hukum dan administratif  merupakan perairan yurisdiksi negara kepulauan (archipelagic state), yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, perairan wilayah territorial, zona tambahan (contigous zone), Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), dan Landas Kontinen Indonesia (LKI).  Dengan  demikian, wilayah NKRI merupakan suatu kesatuan yang utuh, dimana laut  pedalaman yang berada diantara pulau-pulau menjadi wilayah yang dikuasai  penuh sebagai wilayah nasional yang disebut Tanah Air Indonesia atau  Nusantara.
Sebagai Pilar Utama Ketiga
Ditinjau  dari peran geopolitik yang sangat strategis bagi kesatuan, persatuan,  pertahanan dan kedaulatan Indonesia serta kerjasama internasional, maka  sudah selayaknya Deklarasi Djoeanda ini disejajarkan sebagai salah satu  pilar dari tiga pilar utama pembangunan kesatuan dan persatuan negara  dan bangsa Indonesia, yaitu: 
Pilar Utama Pertama, kesatuan kejiwaan yang dinyatakan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928; 
Pilar Utama Kedua, kesatuan kenegaraan dalam NKRI yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945; dan
Pilar Utama Ketiga, kesatuan kewilayahan (darat, laut, dan udara) yang diumumkan oleh Perdana Menteri Djoeanda tanggal 13 Desember 1957.
Sebagai  tindak lanjut deklarasi ini maka telah disusun beberapa Undang Undang  terkait yang dapat diacu sebagai landasan yuridis diantaranya:
UU  No. 4 Prp Tahun 1960 (selanjutnya diganti oleh UU No. 6 tahun 1996)  tentang Perairan Indonesia. Dalam Undang Undang ini dicantumkan bahwa  Negara Republik Indonesia adalah Negara Kepulauan. Segala perairan di  sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian  pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia, dengan  tidak memperhitungkan luas atau lebarnya merupakan bagian integral dari  wilayah daratan Negara Republik Indonesia yang berada di bawah  kedaulatan Negara Republik Indonesia. Kedaulatan Negara Republik  Indonesia meliputi laut territorial, perairan kepulauan, perairan  pedalaman serta ruang udara diatas laut territorial, perairan kepulauan  dan perairan pedalaman serta dasar laut dari tanah di bawahnya, termasuk  sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. 
Pemanfaatan  pengelolaan, perlindungan dan pelestarian lingkungan perairan Indonesia  dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum  nasional yang berlaku. Penegakan kedaulatan dan hukum di perairan  Indonesia, ruang udara diatasnya, dasar laut dan tanah dibawahnya  termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas  pelanggarannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan konvensi hukum  internasional lainnya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
Selain itu, UU No. 6 Tahun 1996  juga  merupakan penjelasan terhadap UU No. 1/1973 tentang Landas Kontinen dan  UU No. 5/1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif, sedangkan UU  No. 17 Tahun 1985 berisi tentang wilayah kedaulatan dan wilayah  yurisdiksi laut nasional merupakan ratifikasi dari hasil Konferensi  Hukum Laut Internasional (UNCLOS) tahun 1982.
Paska UNCLOS 1982
Selanjutnya berbagai kebijakan kelautan telah disahkan diantaranya Deklarasi Bunaken yang dicanangkan oleh Presiden B.J. Habibie  tanggal  26 September 1998, dan Gerakan Pembangunan (Gerbang) Mina Bahari  tanggal 11 Oktober 2003 oleh Presiden Megawati Sukarnoputri di Teluk  Tomini, Gorontalo, telah memberikan dukungan bagi visi Pembangunan  Nasional yang harus juga berorientasi ke laut, sehingga perhatian harus  diberikan untuk segera melaksanakan Pembangunan Kelautan yang meliputi  pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan potensi sumber daya kelautan  Indonesia.
Untuk  mempercepat terwujudnya pemanfaatan sumber daya alam laut tersebut,  maka perlu dilakukan upaya mendasar yaitu perubahan paradigma (paradigm shift) Pembangunan Nasional, dari land-based socio-economic development menjadi ocean-based socio-economic development.  Hal  ini bukan berarti agar melupakan atau meninggalkan pembangunan di  darat, tetapi justru secara sinergis dan proporsional mengintegrasikan  pembangunan sosial-ekonomi di darat dan di laut.
Data Aset Kewilayahan NKRI
Wilayah  laut kedaulatan sebagai bagian integral dari wilayah kelautan nasional  yang ditetapkan melalui Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (UNCLOS)  pada tahun 1982 tentang Hukum Laut Internasional (secara resmi  diratifikasi pada tanggal 19 November 1993 setelah disetujui dan  ditandatangani oleh 60 negara anggota PBB kemudian disahkan secara resmi  tanggal 16 November 1994), merupakan wilayah teritorial Indonesia yang  melingkupi seluruh kepulauan Indonesia sampai jarak 12 mil ke arah luar  dari garis pantai sebagai garis pangkal. 
Dengan  ditetapkannya konvensi tersebut maka wilayah laut yang dapat  dimanfaatkan mencapai 5,8 juta kilometer persegi terdiri atas 3,1 juta  kilometer persegi perairan Indonesia (meningkat luasnya 57 kali dari  hanya sekitar 100.000 km2 warisan Hindia Belanda) dan 2,7 juta kilometer persegi perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).  
Berdasarkan statistik aset kewilayahan nasional, luas wilayah perairan Indonesia terdiri dari luas daratan kepulauan 2,8 juta km2, luas laut territorial 0,4 juta km2, luas wilayah laut ZEE 2,7 juta km2 dan klaim wilayah Landas Kontinen di luar 200 mil sementara ini telah disubmisikan ke Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS) di sekretariat jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa adalah sekitar 3500 km2 di perairan barat Aceh (Gambar 2). Jumlah seluruh pulau mencapai 17.480 pulau besar dan kecil (setelah 24 pulau-pulau kecil dinyatakan tenggelam dan tidak dicantumkan lagi pada peta laut), sedangkan panjang garis pantai pulau-pulau nusantara mencapai 95.181 km lebih, yang merupakan garis pantai terpanjang keempat di dunia. Fakta fisik inilah yang menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia walaupun belum layak disebut sebagai negara maritim.
Pilar Pembangunan Kelautan Indonesia
Sektor  utama Pembangunan Kelautan di Indonesia terdiri dari sektor perikanan,  pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritim, perhubungan  laut, konstruksi kelautan, dan jasa kelautan. Ditinjau dari geopolitik  dan geostrategis, pengelolaan kelautan ini sangat logis jika dijadikan  tumpuan dalam sektor pembangunan ekonomi nasional. Namun ironisnya,  dalam Pembangunan Nasional ataupun Pembangunan Daerah sampai saat ini,  sektor-sektor tersebut masih diposisikan sebagai sektor pinggiran (peripheral sector), terbukti dari masih  rendahnya tingkat pemanfaatan sumber daya, penerapan teknologi, tingkat kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat nelayan. 
Pembangunan  Kelautan bukanlah sektor tunggal melainkan multi sektor dan multi  fungsi, sehingga dalam pemanfaatannya diperlukan sinergi antar pengelola  sumber kekayaan alam di laut dan koordinasi lintas sektoral yang  terkait dan kompetan di bidang kelautan. Ditinjau dari fungsinya, maka  sektor  kelautan dibedakan menjadi fungsi laut  sebagai transportasi, perdagangan, pertahanan keamanan yang sering  dikelompokkan sebagai fungsi maritim, dan fungsi laut sebagai penyedia  sumber daya dan jasa seperti perikanan, pariwisata bahari, pertambangan,  konstruksi kelautan, industri maritim serta jasa kelautan lainnya. 
Program  pembangunan kelautan dititik-beratkan pada penganekaragaman,  pemanfaatan dan pembudidayaan sumberdaya kelautan serta pemeliharaan  kelestarian ekosistem dengan bertumpu pada penerapan ilmu pengetahuan  dan teknologi (iptek).  Arahan program ini telah  memberikan  pedoman yang jelas tentang sasaran pembangunan sektor kelautan yang  ditujukan pada upaya terciptanya penataan kelembagaan dalam rangka  mengoptimasikan kemampuan nasional untuk mendayagunakan sumber daya alam  laut di wilayah perairan Indonesia. Dengan  demikian tantangan pembangunan kelautan yang masih dihadapi adalah  bagaimana mewujudkan serta meningkatkan pengelolaan sumber kekayaan alam  di laut, sehingga potensi kelautan yang masih bersifat comparative adventages dapat menjadi competitive advantages. 
Awal Era Kelautan Indonesia
Walaupun  kata kelautan tidak dicantumkan dalam UUD 1945 serta amandemennya,  namun pasal 33 menyiratkan bahwa bumi dan air serta kekayaan yang  terkandung di dalamnya, merupakan asset nasional dan dikuasai Negara  untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam hal ini termasuk kekayaan alam laut.
Kebangkitan  pembangunan kelautan diawali dengan dicanangkannya Deklarasi Bunaken 26  September 1998 presiden B.J. Habibie, selanjutnya Gerakan Pembangunan  (Gerbang) Mina Bahari 11 Okt 2003 oleh presiden Megawati Sukarnoputri  yang mengemukakan konsepsi visi pembangunan kelautan untuk merubah  paradigm pembangunan yang berorientasi pada land-based socio-economic development menjadi ocean-based socio-economic development.  Hal  ini tidak berarti meninggalkan pembangunan di darat, tetapi justru  secara sinergis dan proporsional mengintegrasikan pembangunan  sosial-ekonomi di darat dan laut.
Beberapa kegiatan internasional yang membanggakan dan selanjutnya menjadi monument sejarah kejayaan kelautan Indonesia adalah:
- Penyelenggaraan World Ocean Conference (WOC) di Manado, 11-14 Mei 2009 yang diikuti oleh lebih dari 76 negara dan 12 lembaga nonpemerintah tingkat dunia telah melahirkan Deklarasi Kelautan Manado (Manado Ocean Declaration). Deklarasi Kelautan Manado yang terdiri atas 21 butir komitmen tersebut berisi program penyelamatan lingkungan laut secara berkelanjutan di setiap negara yang meliputi perlindungan terumbu karang, hutan mangrove, biota laut, deregulasi penangkapan dan perdagangan ikan demi kelestarian, dan kerja sama penelitian kelautan.
 
- Pemecahan Rekor Dunia Selam Masal dan Sail Bunaken 2009 pada bulan Agustus 2009. Dua rekor dunia selam yang tercatat pada Guinness Book of Records 2009 diciptakan pada tanggal 16 dan 17 Agustus 2009 di perairan Malalayang, Manado, Sulawesi Utara, dalam dua kategori yaitu The Largest Scuba Diving Lesson dengan jumlah penyelam 2.465 orang dan The Most People Scuba Diving Simultanously. Selain itu, rangkaian kegiatan kelautan ini juga menampilkan parade kapal perang internasional (International Fleet Review/IFR).
 
- Sail Banda 2010 yang dilaksanakan tanggal 27 Juli – 8 Agustus 2010 di tiga lokasi yaitu Banda Neira, kabupaten Maluku Tengah, kota Ambon dan Tiakur, ibu kota kabupaten Maluku Barat Daya. Thema Sail Banda 1020 adalah “Small Island For Our Future“ karena Maluku sebagai lokasi kegiatan ini merupakan provinsi yang memiliki struktur geografis dominan pulau-pulau kecil. Kegiatan utama dalam membahas thema adalah konferensi internasional tentang pulau-pulau kecil melibatkan 38 Negara pulau-pulau kecil (Small Island Developping States). Acara utama pada Sail Banda 2010 ini diantaranya yacht rally and race dari Australia ke Banda, kerjurnas olah raga perairan dan fishing game, dan internasional diving tournament.
 
Potensi Kelautan Indonesia
Potensi  sumber kekayaan alam hayati di laut mempunyai nilai strategis karena  merupakan sumber makanan dan obat-obatan bagi mahluk hidup. Habitat  sumber daya hutan bakau mencapai 2,4 juta Ha, sedangkan terumbu karang  mencapai 8,5 juta Ha. Sumber kekayaan non hayati terutama sumber minyak  dan gas bumi mencapai 86,94 Milyar barel minyak bumi dan 384,6 Trilliun  kaki kubik gas bumi. Potensi  migas ini 70% diantarnya terdapat di lepas pantai dan lebih dari  separuhnya terletak di laut dalam. Pada saat ini telah beroperasi lebih  dari 36 perusahaan minyak di Wilayah Kerja (WK) lepas pantai dari  keseluruhan 153 WK yang melaksanakan eksplorasi dan ekploitasi di lepas  pantai. 
Prospek  pengelolaan sumber kekayaan alam non hayati lainnya terutama sumber  daya mineral kelautan di lepas pantai ini semakin berpeluang dengan  ditemukannya indikasi baru potensi kerak mangaan, mineral hidrotermal,  dan gas biogenik methan, dan gas hidrat di dasar laut.
Hari Nusantara ke-11 tahun 2010
Puncak  peringatan Hari Nusantara yang ke-11 tahun 2010 yaitu upacara nasional  dilaksanakan di kota Balikpapan, Kalimantan Timur, merupakan suatu  komitmen bersama untuk secara bergiliran melaksanakan agenda kegiatan  nasional tahunan. Peringatan ini diisi oleh berbagai kegiatan bernuansa  kelautan sehingga diharapkan, bahwa kegiatan nasional kelautan ini akan  bergulir menjadi agenda nasional untuk mempererat kebersamaan,  kerjasama, serta mendukung program percepatan Pembangunan Kelautan di  seluruh Nusantara.   
Tema  Hari Nusantara Nasional ke-11 tahun 2010, yaitu "Hari Nusantara  Membangkitkan Budaya Bahari", sedangkan sub-tema adalah “Laut Adalah  Warisan Nenek Moyang Kita, Wajib Dipertahankan, Dilestarikan, dan  Dijadikan Sumber Utama Ekonomi Bangsa".
Diharapkan,  peringatan Hari Nusantara ini akan menjadi momentum baru dalam  melaksanakan program percepatan pembangunan sektor kelautan yang lebih  dititik-beratkan pada penganekaragaman, pemanfaatan dan pembudidayaan  sumberdaya kelautan serta pelestarian ekosistem dengan bertumpu pada  penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.  Diharapkan pula, agar program percepatan ini akan  menghasilkan Kebijakan Kelautan Nasional (National Ocean Policy)  yang memberikan pedoman jangka panjang yang jelas tentang sasaran  pembangunan sektor kelautan dalam mengoptimasikan kemampuan nasional  untuk mendayagunakan sumber daya alam kelautan, termasuk pemberdayaan  masyarakat di wilayah perbatasan negara dan pulau-pulau kecil terpencil.  Dengan  demikian, perwujudan percepatan pembangunan kelautan ini dapat dicapai  dalam waktu yang singkat, sehingga dapat dirasakan langsung oleh  masyarakat.  Perlu  diingat dan disadari pula, bahwa sumber-sumber daya alam di darat akan  semakin terbatas cadangannya, maka laut merupakan satu-satunya harapan  yang terakhir (the last promising frontier)
Pembukaan  Open House dan Forum diskusi pada peringatan Hari Nusantara ke-7 tahun 2006 di PPPGL, Bandung.
Stand pameran Departemen ESDM pada peringatan Hari Nusantara ke-7 tahun 2006 tingkat nasional di Padang, Sumatera Barat. 
Kunjungan  Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kelautan dan Perikanan pada stand  pameran Departemen ESDM pada peringatan Hari Nusantara ke-7 di Padang,  Sumatera Barat.
Upacara bendera Hari Nusantara ke-10 tahun 2009 di kantor Puslitbang Geologi Kelautan, Cirebon.
Talk  Show anggota DPRD Kota Cirebon dan Ka. Puslitbang Geologi Kelautan di  studio CirebonTV dalam rangka memperingati Hari Nusantara ke-10.
Pameran teknologi geologi kelautan dalam rangka memperingati Hari Nusantara ke-10 di Cirebon.
Pelatihan teknis navigasi bagi Taruna Akademi Pelayaran diatas Kapal Peneliti Geomarin III.
Kunjungan kerja para pejabat teras Pemda  dan anggota DPRD Kota Cirebon pada Hari Nusantara ke 10 di Kapal Peneliti Geomarin III.
 http://www.mgi.esdm.go.id/content/memaknai-hari-nusantara-deklarasi-djoeanda-sebagai-pilar-utama-mewujudkan-kesatuan-wilayah--0
Subaktian Lubis 
(Ka. Puslitbang Geologi Kelautan, Kementerian ESDM)