Dinamika Perilaku Generasi Muda Minangkabau
MUKADDIMAH
Membina perilaku beradat di dunia Melayu, khususnya Minangkabau sudah menjadi kerja utama sepanjang masa. Dalam rentang sejarah yang panjang sudah tampak penyiapan sarana surau dan lembaga pendidikan anak negeri di dalam kaum, dusun, taratak dan nagari. Masyarakat Melayu dan Minang hidup dalam syariat agama Islam. Membangun tatanan kekerabatan adat resam, dengan Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Pepatah adat menyebutkan,
Rarak kalikih dek mindalu, tumbuah sarumpun jo sikasek,
Kok hilang raso jo malu, bak kayu lungga pangabek,
Nak urang Koto Hilalang, nak lalu ka Pakan Baso,
Malu jo sopan kalau lah hilang, habihlah raso jo pareso.
Alangkah indahnya satu masyarakat yang memiliki adapt resam yang kokoh dan agama (syarak) yang kuat. Tidak bertentangan satu dan lainnya. Malahan yang satu bersendikan yang lainnya.
Dalam hidup mengamalkan “kok gadang indak malendo, kok cadiek indak manjua, tibo di kaba baik baimbauan, tibo di kaba buruak ba hambauan” .
Alangkah indahnya masyarakat yang hidup dalam rahmat kekeluargaan dan kekerabatan, dengan benteng aqidah yang kuat. Berusaha baik di dunia fana dan membawa amal shaleh kealam baqa.
Labuah nan ramai terbentang panjang. Tepian mandi terberai (terserak dan terdapat) di mana-mana.
Gelanggang muda-mudi tempat sang juara yang punya keahlian berlomba prestasi, menguji ketangkasan secara sportif, berdasar pada adat main “kalah menang” (rules of game).
Masyarakatnya hidup aman dan makmur, dengan anugerah alam dan minat seni yang indah. Begitu salah satu bentuk masyarakat beradat masa doeloe.
“Rumah gadang basandi batu, atok ijuak dindiang ba ukie, cando bintangnyo bakilatan, tunggak gaharu lantai candano, taralinyo gadiang balariak, bubungan burak katabang, paran gambaran ula ngiang, bagaluik rupo ukie Cino, batatah dengan aie ameh, salo manyalo aie perak, tuturan kuro bajuntai, anjuang batingkek ba alun -alun, paranginan puti di sinan. ….
Artinya,Rumah gedang bersandi batu, atap ijuk dinding berukir, bagai bintang berkilauan. Tunggak gaharu lantai Cendana, teralinya gading berlarik, bubungan atap burak kan terbang, paran gambaran ular Ngiang, bergelut rupa ukiran Cina, bertatah dengan air emas, sela menyela air perak, tuturan atap kura berjuntai, anjungan bertingkat alun beralun, peranginan puan putrid di sanan….. Seni rancang yang elok.
Lumbuang baririk di halaman, rangkiang tujuah sa jaja, sabuah si Bayau-bayau, panenggang anak dagang lalu, sabuah si Tinjau Lauik, panengggang anak korong kampuang, birawari lumbuang nan banyak, makanan anak kamanakan”.
~ Lumbung berleret di halaman,Rangkiang tujuh sejajar, sebuah si Bayau-bayau, penenggang anak dagang lalu, sebauh lagi Si Tinjau laut, penenggang anak korong kampong, birawati lumbung nan banyak, makanan anak kemenakan”…. Tanda kemakmuran tumbuh menjadi.
Artinya, ada perpaduan ilmu rancang, seni ukir, budaya, material, mutu, kemakmuran dan keyakinan agama. Menjadi dasar rancang bangun berkualitas. Punya asas social, cita-cita keperibadian. Masyarakat tumbuh dengan idea ekonomi yang tidak mementingkan nafsi-nafsi, tapi memperhatikan pula musafir, anak dagang lalu.
Dan perilaku anak kemenakan di korong kampung, “nan elok di pakai, nan buruak di buang, usang-usang di pabaharui, lapuak-lapuak di kajangi” , maknanya sangat selektif dan moderat. Yang baik di pakai, yang buruk di buang jauh, yang usang diperbaharui.
Nilai-nilai budaya ini mesti ditanamkan kembali dalam satu gerakan besar re-planting values yang menjadikan jiwa maju dengan akal fakir sehat dan ruh hidup dengan hati dan emosi terkendali pada raso jo pareso.
مَا كَانَ الرِّفْقُ فيِ شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ نُزِعَ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
Lemah lembut dalam sesuatu (urusan) menyebabkan indahnya dan kalau dia dicabut dari sesuatu, niscaya akan memburukkannya. (Diriwayatkan oleh Dhia dari Anas)
Nilai budaya luhur ini mesti di turunkan (transformasi) kedalam kehidupan nyata jadi pengamalan keseharian generasi dunia Melayu dan Minangkabau. Kitabullah yakni Alquran “mengeluarkan manusia dari sisi gelap kealam terang cahaya (nur)” dengan aqidah tauhid.
Di dalam masyarakat Melayu dan Minangkabau hidup menjadi beradab (madani) dengan spirit KEBERSAMAAN (sa-ciok bak ayam sa-danciang bak basi), sesuai pepatah “Anggang jo kekek cari makan, Tabang ka pantai kaduo nyo, Panjang jo singkek pa uleh kan, mako nyo sampai nan di cito” ….,
Diperkuat dengan KETERPADUAN (barek sa-pikua ringan sa-jinjiang), dan “Adat hiduik tolong manolong, Adat mati janguak man janguak, Adat isi bari mam-bari, Adat tidak salang ma-nyalang” …,
Menjaga tangga MUSYAWARAH (bulek aie dek pambuluah, bulek kato dek mupakat), dalam kerangka “Senteng ba-bilai, Singkek ba-uleh, Ba-tuka ba-anjak , Barubah ba-sapo” ….,
Menjadi pengikat spirit adalah SIKAP CINTA AKAN NEGERI, di rekat oleh pengalaman sejarah , melahirkan pemikiran konstruktif (amar makruf) dan meninggalkan pemikiran destruktif (nahyun ‘anil munkar) melalui pembentukan tata cara hidup yang diajarkan syarak (agama Islam), yakni mandiri dengan self help, membantu dengan ikhlas karena Allah SWT (selfless help), dan saling bekerjasama membantu satu sama lain (mutual help)….,
Menjadi alas dasar membentuk masyarakat MADANI YANG MANDIRI dalam bimbingan AGAMA ISLAM (syarak).
Tanggung jawab masyarakat adat menjaga ketaatan memelihara keteraturan sebagai ciri utama masyarakat bersyukur, menurut aturan dan undang-undang.
“Nan babarih babalabeh, nan ba-ukua nan ba jangko,
Mamahek manuju barih, Tantang bana lubang katabuak.
Tantang rasuak manjariau, Tantang lahe latak atok,
Manabang manuju pangka, Malantiang manuju tangkai,
Tantang bana buah ka rareh. Kok manggayuang iyo bana putuih,
Kok ma-umban iyo bana rareh.”
Artinya, sudah menurut baris dan belebas, menurut aturan yang berlaku, yang berukur berjangka, memahat menuju baris, setentang rasuak menjeriau, setentang lahe letak atap, menebang menuju pangkal, melanting menuju tangkai, bila mencencang benar-benar putus, bila mengumban benar jatuh. Setiap pekerjaan mesti sesuai dengan aturan dan tidak boleh ada bengkalai.
Dengan mendalami ilmu, lahirlah rasa takwa kepada Allah dan menjauhi rasa takabbur, kufur dan bangga diri dengan merendahkan orang lain. Yang merasakan lazatnya iman adalah orang yang redha terhadap Allah sebagai Tuhannya, dan redha terhadap Islam sebagai agamanya dan redha terhadap Muhammad sebagai Rasul.
MENYIKAPI PERUBAHAN ZAMAN
Perubahan zaman hanya satu keniscayaan belaka. “inna al-zamaan qad istadara”. Zaman senantiasa berubah, musim selalu berganti. Perubahan dalam arus kesejagatan, tidak dapat dibendung membawa riak infiltrasi kebudayaan luar yang dapat mengguyahkan pagar-pagar budaya anak nagari, yang kurang kuat tertanam pada akar nilai-nilai adat leluhurnya.
Ada gejala memisah hidup serba kebendaan dengan hari esok – kehidupan akhirat -.
Padahal, keyakinan pada hari akhir menjadi penguat pagar norma adat di dunia Melayu dan Minangkabau. Seperti tertera dalam fatwa adat,
“ingek-ingek nan ka pai , agak-agak nan ka tingga, ingek sabalun kanai, kulimek sabalun abih , dari awa akie mambayang” .
Akibat nyata dari hilangnya kepercayaan kepada hari esok itu, berkecambah pula paham sekularistik yang menjadikan rapuhnya olah rasa anak nagari. Pergeseran ini berdampak kepada perkembangan norma dan adat istiadat di nagari. Perilaku berebut prestise berbalut materi lebih diminati daripada menampilkan prestasi yang dinikmati orang banyak.
Akibat lebih jauh idealisme kebudayaan Minangkabau menjadi sasaran cercaan. Nilai-nilai kebersamaan (kolektifiteit) menjadi sangat tipis. Kekerabatan dalam budaya dan adat Minangkabau dirasakan mulai terancam.
إِذَا أَرَادَ اللهُ إِنْفَاذَ قَضَائِهِ وَ قَدَرِهِ سَلَبَ ذَوِي العُقُوْلِ عُقُوْلَهُمْ حَتَّى يَنْفُذَ فِيْهِمْ قَضَاؤُهُ وَ قَدَرُهُ. فَإِذَا رواه[قَضَى أَمْرَهُ رَدَّ عُقُوْلَهُمْ وَ وَقَعَتِ النَّدَامَةُ ]الديلمى عن أنس
Apabila Allah hendak melaksanakan putusan atau hukuman-NYA, dicabut akal orang yang mempunyai akal sampai terlaksana ketentuanNya itu. Setelah hukuman itu selesai akal mereka dikembalikan dan timbullah penyesalan. (Diriwayatkan oleh Dailami dari Anas)
Generasi muda mesti memiliki pemahaman luas dengan tasawwur (world view). Secara jujur, kita harus mengakui bahwa adat resam tidak mungkin lenyap. Manakala orang Melayu dan Minangkabau memahami dan mengamalkan fatwa adatnya.
“Kayu pulai di Koto alam, batangnyo sandi ba sandi,
Jikok pandai kito di alam, patah tumbuah hilang baganti”
Secara alamiah (natuurwet) adat akan selalu ada. Patah akan tumbuh (maknanya hidup dan dinamis) mengikuti perputaran masa yang tidak mengenal kosong, sesuai alam takambang jadi guru. Menangkap perubahan yang terjadi lebih komprehensif dengan kaedah, “sakali aie gadang, sakali tapian baralieh, sakali tahun baganti, sakali musim bakisa” .
Perubahan tidak mesti mengganti sifat adat resam. Penampilan di alam nyata mengikut zaman dan waktu. Alam dipakai usang sedangkan adat dipakai tetap baru. Perilaku beradat di tuntun kearifan lokal menggambarkan bahwa “kalau di balun sabalun kuku, kalau dikambang saleba alam, walau sagadang biji labu, bumi jo langit ado di dalam”.
Keistimewaan adat resam ada pada falsafah mencakup isi yang luas. Ibarat bijo tampang manakala di tanam, di pelihara tumbuh dengan baik. Bagian-bagiannya (urat, batang, kulit, ranting, dahan, pucuk, buah) akan melahirkan bijo-bijo baru (regenerasi) sesuai bibit yang menjadi satu kesatuan ketika terletak pada tempat dan waktu yang tepat.
Perputaran harmonis dalam “patah tumbuh hilang berganti”, menjadi sempurna dalam “adat di pakai baru, kain dipakai usang”. Maknanya adat resam tidak mesti mengalah kepada yang tidak sejalan. Adat resam yang kuat, dapat menyaring apa yang tengah berlalu. Umumnya yang datang akan menyesuaikan pada adat resam yang ada.
Adat resam adalah aturan satu suku bangsa. Jadi pagar keluhuran tata nilai yang dipusakai. Setiap anak bangsa dalam satu rumpun budaya punya tanggungjawab kuat menjaga adat resamnya. Secara turun temurun, sambung bersambung, setiap diri dan kelompok masyarakat adat akan menjadi pengawal bagi lahirnya generasi mendatang dalam tata adat istiadatnya.
Generasi Melayu mesti mengamalkan saling menghormati adanya perbedaan, dan saling menghargai. Mengutamakan hidup seimbang. Sadar luasnya bumi Allah. Rajin mencari dengan modal tulang lapan Karek , artinya berusaha mandiri. Selalu bertawakkal kepada Allah SWT. Tidak boros serta sadar akan ruang dan waktu, dima bumi di pijak, di situ langik di jujuang, di sinan adaik ba pakai.
Generasi Minang/Melayu mesti berbudi luhur – ber-akhlaq al karimah – dalam bertindak dan berbuat. Meraih kebahagiaan hidup dunia dan akhirat, dengan beriman dan bersilaturahim (interaksi). Kaedah syarak Islami memberi motivasi dan mendorong mobiltas horizontal (hablum min an-naas) dan mobilitas vertical (hablum min Allah).
Di Minangkabau dalam rentang sejarah masa lalu mendorong kepada beramal inovatif sarat dinamika dan kreativitas. Adalah satu kenyataan belaka, bila anak nagari yang di rantau tersebar diseluruh belahan dunia. Jumlahnya lebih banyak dari yang di kampong halaman. Di wilayah Jadebotabek saja lebih kurang mencapai 4,3 juta jiwa. Dan para perantau Minang tersebar dimana-mana. Budaya merantau adalah kekuatan budaya yang potensial, bila dapat digali menjadi kekuatan riil. Kaedah hidup di Ranah Minang mengisyaratkan;
“Handak kayo badikik-dikik,
Handak tuah batabua urai,
Handak mulia tapek-i janji,
Handak luruih rantangkan tali,
Handak buliah kuat mancari,
Handak namo tinggakan jaso,
Handak pandai rajin balaja.”
Artinya, Hendak kaya berdikit-dikit (berhemat), hendak tuah bertabur urai, hendak mulia tepati janji, hendak lurus rentangkan tali, hendak beroleh (mempunyai sesuatu kekayaan) kuat mencari, hendak nama tinggalkan jasa, hendak pandai rajin belajar).
Dari nilai adat basandi syarak tampak perlu ada cermat dan teguh hati pada sebarang langkah dan perbuatan, Di hawai sa habih raso, Di karuak sa habih gauang, artinya diperiksa sehabis rasa, di jangkau sehabis gaung, untuk menghindari adanya penyesalan. Berpikir sebelum bertindak. Disana terletak kedewasaan memimpin satu keluarga, ataupun negeri. Mancancang ba landasan, Ma lompek ba situmpu ( = mencencang berlandasan, melompat bersitumpu). Artinya setiap langkah mesti mempunyai alasan yang tepat, jelas dan dapat di pertanggung jawabkan. Seorang tidak boleh bertindak semena-mena. Setiap keputusan yang diambil, untuk kepentingan semua.
Asas falsafah adat Minangkabau adalah sehina semalu. Dasar adat itu bersama. Cara berusaha adalah bersama. Tujuan di raih adalah bersama.
Dalam kondisi kritis sekalipun, generasi muda Melayu dan Minangkabau di Sumatra Barat selalu awas dan hati-hati. Berkata dan berbuat sangat hati2, sesuai fatwa ciri menyebutkan,
“Bakato sapatah dipikiri,
bajalan salangkah maliek suruik,
Mulik tadorong ameh timbangannyo,
Kaki tataruang inai padahannya,
Urang pandorong gadang kanai,
Urang pandareh ilang aka.”
Menghadapi cabaran kesejagatan dalam tata pergaualan dunia, generasi Minangkabau dengan filosofi adat basandi syarak syarak basandi Kitabullah mesti memiliki sikap istiqamah (konsistensi) yang dalam fatwa adat disebutkan,
“alang tukang tabuang kayu, Alang cadiak binaso adat,
Alang alim rusak agamo, Alang sapaham kacau nagari.
Dek ribuik kuncang ilalang, Katayo panjalin lantai,
Hiduik jan mangapalang, Kok tak kajo barani pakai.
Baburu kapadang data, Dapeklah ruso balang kaki,
Baguru kapalang aja, Bak bungo kambang tak jadi” .
Peran utama adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (ABS-SBK) tampak dalam membentuk karakter (character building) anak nagari. Tentu saja melalui jalur pendidikan. Generasi Muda yang terdidik (el-fataa) wajib menjaga semangat persaudaraan (ruh al ukhuwwah) yang kuat. Persaudaraan tidak dapat di raih dengan meniadakan hak-hak individu orang banyak.
Generasi muda Melayu mesti meniru kehidupan lebah, yang kuat persaudaraannya, kokoh organisasinya, berinduk dengan baik, terbang bersama membina sarang, dan baik hasil usahanya serta dapat dinikmati oleh lingkungannya.
KONSEP TATA RUANG YANG JELAS
Nagari di Minangkabau berada di dalam konsep tata ruang yang jelas. Basasok bajarami, Balabuah batapian, Barumah batanggo, Bakorong bakampuang, Basawah baladang, Babalai bamusajik, Bapandam bapakuburan.
Surau adalah pusat pembinaan kecerdasan anak nagari perlu dipelihara.
Dinamika kehidupan hanya dapat dibangun dengan budi akal yang jernih serta budi pekerti yang luhur. Umat Islam Dunia Melayu yang hendak bersanding di tengah perubahan wajib peka, mempunyai sense of belonging terhadap harakah Islamiyah. Penguatan masyarakat mandiri yang madani di Dunia Melayu hanyalah dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Upaya ini tidak boleh dilalaikan.
Alangkah indahnya masyarakat adat, jika padi manjadi, jaguang maupiah, menara masjid menjulang keangkasa, “musajik tampek ba ibadah, tampek ba lapa ba makna, tampek baraja Alquran 30 juz, tampek mangaji salah jo batal”, balai permusyawaratan terpancang kokoh di bumi, (balairung atau balai adat) tempat musyawarat dan menetapkan hukum dan aturan “balairuang tampek manghukum, ba aie janiah ba sayak landai, aie janieh ikannyo jinak, hukum adil katonyo bana, dandam agieh kasumaik putuih, hukum jatuah sangketo sudah”, jenjang musyawarat terpelihara dengan baik.
Ketepatan bertindak adalah warisan masyarakat berbudaya, maju, mengutamakan ilmu pengetahuan, dan toleran dalam pergaulan.
“Pawang biduak nak rang Tiku, Pandai mandayuang manalungkuik, Basilang kayu dalam tungku, Di sinan api mangko hiduik”.
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berkabilah-kabilah (bangsa-bangsa)dan berpuak-puak (suku-suku) supaya kamu saling kenal mengenal …”, (QS.49, al Hujurat : 13).
Apabila anak nagari di biarkan terlena dengan apa yang dibuat orang lain, dan lupa membenah diri dan kekuatan ijtima’i (kebersamaan), tentulah umat akan di jadikan jarum kelindan oleh orang lain di dalam satu pertarungan kesejagatan.
Fatwa Adat menyebutkan,
“Pariangan manjadi tampuak tangkai,
Pagarruyuang pusek Tanah Data,
Tigo Luhak rang mangatokan.
Adat jo syarak jiko bacarai,
bakeh bagantuang nan lah sakah,
tampek bapijak nan lah taban”.
Apabila kedua sarana adat dan syara’ ini berperan sempurna, maka dunia keliling akan hidup masyarakat berakhlaq perangai terpuji dan mulia.
“Tasindorong jajak manurun,
tatukiak jajak mandaki,
adaik jo syarak kok tasusun,
bumi sanang padi manjadi” .
Kekuatan tamaddun dan tadhamun Islami menjadi rujukan pemikiran. Pola tindakan masyarakat berbudaya terbimbing dengan sikap tauhid (aqidah kokoh). Kesabaran (teguh sikap jiwa) yang konsisten. Keikhlasan (motivasi amal ikhtiar), tawakkal (penyerahan diri secara bulat) kepada kekuasaan Allah. Menjadi ciri utama (sibghah, identitas) iman dan takwa secara nyata, yang memiliki relevansi diperlukan setiap masa, dalam menata sisi-sisi kehidupan kini dan masa depan. Suatu individu atau kelompok masyarakat yang kehilangan pegangan hidup (aqidah dan adat istiadat), walau secara lahiriyah kaya materi, akan menjadi miskin mental spiritual, dan ujungnya terperosok kedalam tingkah laku yang menghancurkan nilai fithrah itu.
Konsep tata-ruang adalah salah satu kekayaan budaya yang sangat berharga di nagari dan bukti idealisme nilai budaya Melayu dan Minangkabau, termasuk di dalam mengelola kekayaan alam dan pemanfaatan tanah ulayat.
“Nan lorong tanami tabu, Nan tunggang tanami bambu,
Nan gurun buek kaparak, Nan bancah jadikan sawah,
Nan munggu pandam pakuburan, Nan gauang katabek ikan,
Nan padang kubangan kabau , Nan rawang ranangan itiak” .
Tata ruang yang jelas memberikan posisi peran pengatur. Pendukung sistim banagari yang terdiri dari orang ampek jinih, yang terdiri dari ninikmamak, alim ulama, cerdik pandai, urang mudo (yakni para remaja, angkatan muda, yang dijuluki dengan nan capek kaki ringan tangan, nan ka disuruah di sarayo). Dukungan masyarakat adat dan kesepakatan tungku tigo sajarangan menjadi penggerak utama mewujudkan tatanan sistim di nagari.
Hakekatnya, anak nagari sangat berkepentingan dalam merumuskan nagarinya. Konsep ini mesti tumbuh dari akar nagari itu sendiri.
“Lah masak padi ‘rang Singkarak,
masaknyo batangkai-tangkai,
satangkai jarang nan mudo,
kabek sabalik buhul sintak,
Jaranglah urang nan ma-ungkai ,
Tibo nan punyo rarak sajo”,
Artinya diperlukan orang-orang yang ahli dibidangnya. Hal ini perlu dipahami, supaya jangan tersua “ibarat mengajar kuda memakan dedak”.
Tantangan Generasi Melayu dan Minangkabau
Seiring perkembangan zaman, masyarakat memerlukan pendidikan berkualitas (quality education) guna memproduk SDM handal melalui olah pikir (intellectual quotient tinggi sebagai basis knowledge), olah raga (tangguh, kuat, sehat fisik dan mental), olah hati (dengan iman yang benar sebagai basis dari emosional dan spiritual quotient), serta olah rasa yakni kearifan dan keseimbangan dari raso dibao naik dan pareso di bao turun salah satu akar budaya Minangkabau atau cultural based.
Hal ini penting guna menciptakan duduak samo randah tagak samo tinggi dalam tata pergaulan masyarakat majemuk dan maju. Antara rumah tangga (rumah gadang kaum) dengan lingkungan surau, balai adat, pagar kampung dan nagari semestinya memiliki jalinan kuat dalam satu ikatan saling menguntungkan (symbiotic relationship) membina anak nagari. Senyatanya inilah kekuatan lain untuk menyusun masyarakat Melayu yang Islami itu.
Generasi Muda Melayu sebenarnya adalah generasi pelanjut. Teguh prinsip dalam paradigma akhlaqul karimah untuk meraih selamat. Kehidupan terbimbing dengan sikap tauhid (aqidah kokoh), kesabaran (teguh sikap jiwa), konsisten, ikhlas (motivasi amal ikhtiar), tawakkal (penyerahan diri secara bulat kepada kekuasaan Allah).
Tantangan besar hari ini adalah menata ulang masyarakat (replanting values) dengan nilai berketuhanan dan berbudaya dalam satu mata rantai tadhamun al Islami ketengah peradaban manusia. Adat bersendi syarak merancang perilaku bersendi Kitabullah (wahyu Alqurani), bila mampu di implementasikan dalam kehidupan nyata anak nagari, akan menjadi antitesis terhadap degradasi moral westernisasi.
Etika religi dimulai dari mengucap salam, menyebar senyum, jenguk menjenguk, bertakziyah kala kemalangan, memberi dan mengagih pertolongan, melapangi jika kondisi memungkinkan, walau hanya memberi sepotong doa dengan ikhlas sesama tetangga. Menolak bencana dengan melakukan amal baik karena Allah semata.
Dzikrullah melahirkan pemikiran bersih, jernih dan diterima oleh semua pihak. Setiap pemikiran jernih selalu disimak, di ikuti dan di telaah oleh yang setuju maupun yang berseberangan. Di dalamnya ada hikmah. Inilah keuntungan utama melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
صَنَائِعُ المَعْرُوْفِ تَقِى مَصَارِعَ السُّوْءِ، وَ الصَّدَقَةُ خَفِيًّا تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ، وَصِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيْدُ العُمْرَ، وَ كُلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ وَ أَهْلُ المَعْرُوْفِ فيِ الدُّنْيَا، هُمْ أَهْلُ المَعْرُوْفِ فيِ الآخِرَةِ، وَ أَهْلُ المُنْكَرِ فيِ الدُّنْيَا، هُمْ أَهْلُ المُنْكَرِ فيِ الآخِرَةِ، وَ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الجَنَّةَ أَهْلُ المَعْرُوْفِ
Perbuatan baik itu menjaga dari serangan bahaya, sedekah dengan sembunyi memadami marah Tuhan, memperhubungkan silaturahmi menambah umur dan setiap perbuatan baik itu sedekah. Orang yang mengerjakan perbuatan baik di dunia, mereka juga orang yang mengerjakan perbuatan baik di akhirat, sedang orang yang memperbuat kesalahan di dunia, mereka juga orang yang memperbuat kesalahan di akhirat. Orang yang dahulu masuk surga ialah orang yang berbuat baik. (Diriwayatkan oleh Thabrani dari Ummu Salamah)
Perlu di yakinkan bahwa di tengah pergumulan hidup ada sunnatullah. Alam takambang jadi guru. Dalam prilaku social masyarakat Melayu dan Minang yang hidup di dalam tuntunan ABSSBK akan menjadi lebih kuat, berkecerdasan tinggi, menjadi umat utama (khaira ummah) dengan moralitas hidup berbangsa. Cinta persaudaraan dan persatuan (ukhuwah), tidak merendahkan satu golongan. Tidak hendak mencari kesalahan merusak diri dan kehormatan. Teguh menciptakan ishlah perbaikan. Menegakkan keadilan taat hukum. Semuanya itu kekuatan besar merebut kejayaan.
Akhlaq mulia modal utama menapak alaf baru. Manakala nilai moral ini sudah pupus dari etnis Melayu dan Minang, pasti bangsa ini akan jadi manusia modern yang biadab. Suatu individu atau kelompok yang kehilangan pegangan hidup, akan bertukar nilai kehidupan dengan sikap acuh, lucah, sadis dan hedonistic. Amat tragis, kalau generasi yang kehilangan pegangan hidup itu adalah kelompok etnis Melayu dan Minangkabau yang terkenal adatnya basandi syarak, syarak basandi Kitabullah yang disebut muslim pula.
Sekarang, diakui daya saing generasi muda Minang Melayu makin melemah, mutu pendidikan kurang memadai, bekal keterampilan sangat sedikit, pengamalan agama dan syari’at kurang kompetitif.
Sikap entrepreneurship tidak berkembang. Hubungan emosional-kultural generasi muda rantau dan ranah makin tipis. Hal itu disebabkan nilai-nilai positif adat resam kurang di sosialisasikan.
Daya tarik kampung halaman kurang diperkenalkan kepada generasi muda. Pendidikan adat resam dan budaya Melayu dan Minang tidak intensif.
Arif akan adanya perubahan-perubahan dengan pandai mengendalikan diri, agar jangan melewati batas. “Ka lauik riak mahampeh, Ka karang rancam ma-aruih, Ka pantai ombak mamacah. Jiko mangauik kameh-kameh, Jiko mencancang, putuih-putuih, Lah salasai mangko sudah” .
Pemahaman syarak menekankan kehidupan dinamis. Mempunyai martabat (izzah diri). Bekerja sepenuh hati, menggerakkan semua potensi, tidak lalai tidak enggan. Tidak berhenti sebelum sampai. Tidak berakhir sebelum sudah.
Nilai dinul Islam melahirkan masyarakat proaktif menghadapi perubahan sebagai suatu realitas. Pengamalan syari’at Islam mendorong umatnya melakukan perbaikan kearah peningkatan mutu dengan basis ilmu pengetahuan (knowledge base society), basis budaya (culture base sociaty) dan agama (religious base society).
Dalam kehidupan masyarakat Melayu/Minang sangat diminati hidup maju beradat. Mengamalkan agama (syarak) dengan landasan Kitabullah. Luas pemahaman (tashawwur) mengenal alam keliling. “Panggiriak pisau sirauik, Patungkek batang lintabuang, Satitiak jadikan lauik, Sakapa jadikan gunuang, Alam takambang jadikan guru” , sehingga masyarakatnya mandiri menjaga rakyat (suku), ulayat (pusako) dan pemerintahan (sako).
Mengimplementasikan adat dan syarak dalam kehidupan nyata mesti digerakkan sungguh-sungguh. Dimulai dari menggali potensi dan asset nagari yang terdiri dari budaya, harta, manusia, dan anutan anak nagari.
Dimulai memanggil potensi yang ada dalam unsur manusia, masyarakat nagari. Menyadarkan benih-benih kekuatan yang ada dalam diri masing-masing, yakni budaya taqwa dengan perbuatan yang benar.
Kemudian observasinya dipertajam, daya pikirnya ditingkatkan, daya geraknya didinamiskan , daya ciptanya diperhalus, daya kemauannya dibangkitkan.
Upaya ini akan berhasil dengan menumbuhkan atau mengembalikan kepercayaan kepada diri sendiri.
Manusia tanpa agama sama saja dengan makhluk yang bukan manusia. Tatanan adab pergaulan selalu di ikat dengan hubungan kasih (mahabbah) dengan Khalik Maha Pencipta, yang disebut dengan ibadah. Tuntunan akhlaq dan ibadah mewarnai perilaku pada seluruh tingkat pelaksanaan hubungan kehidupan.
Generasi muda masa kini mesti memiliki ilmu, berasaskan ajaran Islam yang jelas, dalam kata adat disebutkan,
“Iman nan tak buliah ratak,
kamudi nan tak buliah patah,
padoman indak buliah tagelek,
haluan nan tak buliah barubah”.
KHULASAH
Generasi Muda yang sedang bergelut dengan cabaran kontemporer dapat melakukan berapa agenda kerja secara bersama-sama ;
1. Mengokohkan pegangan Generasi Muda dengan keyakinan dasar Agama (syara’), suatu cara hidup yang komprehensif. Memperbanyak program memahami ajaran agama di dalam meningkatkan hubungan antar umat. Menggali sejarah kejayaan masa silam. Menanam semangat kepahlawanan membangun diri dan kampong halaman. Menyebarluaskan bahaya sekularis, materialisme, individualisme jahiliyah yang sangat merugikan budaya bangsa.
2. Memperbanyakkan program mengasuh dan mendidik generasi baru agar tidak dapat dimusnahkan oleh budaya lucah dan porno. Menggandakan usaha melahirkan penulis muda dalam berbagai lapangan media dengan basis etika religi..
3. Meningkatkan keselarasan dan kematangan dengan upaya bersama sesuai tuntutan syarak mangato adaik mamakai. Menjalin kekuatan bersama untuk menghambat gerakan yang merusak adat resam Melayu dan Minangkabau. Memastikan generasi muda terarah menjadi pemimpin umat dan negara dengan sikap bertaqwa, berakhlak dan bersih dari penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan diri dan kelompok.
4. Meningkatkan program melahirkan generasi muda yang penyayang satu sama lain dan menata kehidupan yang beradab sopan sesuai adat basandi syarak syarak basandi Kitabullah.
Wassalamu ‘alaikum Wa Rahmatullahi Wa barakatuh,
Daftar Pustaka
1. Al Quranul Karim,
2. Al-Ghazali, Majmu’ Al-Rasail, Beirut, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1986,
3. Al-Falimbangi, ‘Abd al-Samad, Siyarus-Salikin,
4. Ibn ‘Ajibah, Iqaz al-Himam,
5. Lu’Lu’wa al-Marjan, hadist-hadis riwayat Bukhari, Muslim, Tarmizi dan Nasa^i.
6. Sa’id Hawa, Tarbiyatuna Al-Ruhiyah,
7. Sahih al-Bukhari, Kitab al-Da’awat,
8. Sorokin, Pitirim, “The Basic Trends of Our Time”, New Haven, College & University Press, 1964, hal. 17-18.
sumber :http://www.kotogadang-pusako.com http://minangkabauku.wordpress.com