Frienship isn’t how to forget, but how you forgive,
Not how to listen, but how you understand,
Not how you see, but how you feel
Not how you let  go, but how you hold on
(Pravswordl)
Semua manusia mencari teman sejati
. Mereka mencari orang untuk berbagi kebahagiaan dengan mereka, orang yang bersedia membantu di saat mereka mengalami kesulitan, yang menunjukkan jalan keluar pada mereka ketika mereka tidak sanggup menemukan apapun, yang bersedia mencintai mereka di setiap keadaan, yang setia, melindungi, menyikapi kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat dengan lemah lembut, dan yang tidak akan meninggalkan mereka baik ketika mereka sedang sakit, sehat maupun ketika telah mencapai usia tua.

Akan tetapi, terdapat dua jalan yang dapat dipilih seseorang dalam mendapatkan teman yang demikian. Yang pertama adalah jalan dari Yang Pengasih, sebuah ketetapan nilai moral (akhlâq) yang dipilih. Sedangkan jalan yang lain adalah cara berteman yang didasari pada kepentingan dan keuntungan duniawi.  Bagaimana penjelasannya?
Pertemanan yang menambatkan kepentingan pada nilai moral: agar menjadi teman yang sejati, seseorang harus mencintai orang lain semata-mata demi nilai moral yang sepantasnya. Inilah sebuah bentuk ketakutan dan kecintaan, keyakinan, keikhlasan, dan ketaqwaan seseorang kepada Allah. Di atas nilai luhur inilah pertemanan itu kekal dan akan mencapai karakter yang kuat.

Pertemanan yang abadi: tak dapat dipungkiri bahwa teman sejati dimana setiap orang merasa membutuhkan dan mencarinya merupakan sebuah anugrah yang sangat besar. Teman sejati adalah seseorang yang akan hadir baik disaat senang maupun susah, yang mengharapkan hal yang sama untuk temannya sebagaimana yang ia harapkan untuk dirinya, yang menginginkan temannya merasa bahagia seperti halnya yang ia inginkan untuk dirinya. Dialah orang yang menghindari perasaan-perasaan seperti iri; intoleran; dan permusuhan; yang mencintai orang lain dengan tulus dan selalu menginginkan yang terbaik untuknya.

Pertemanan yang diarahkan pada hari akhirat: prasyarat menjadi teman yang sejati adalah dengan mengarahkan kebahagiaan orang lain di dunia maupun di akhirat. Satu sifat penting dari pertemanan ini adalah berkata dengan jujur dan terbuka, memberitahu kekeliruan keyakinan orang lain, dan dengan penuh kasih sayang menunjukkan cara untuk memperbaikinya. Hanya teman sejati yang benar-benar mencintai orang lainlah yang dapat melakukan ini.

Pertemanan yang didasari rasa cinta dan hormat: di sebuah lingkungan di mana orang hidup dengan moralitas (akhlaq), serta takut dan yakin pada Allah adalah nilai-nilai yang dengannya orang dapat benar-benar merasakan cinta dan hormat terhadap sesama. Cinta, kepercayaan dan kesetiaan yang dirasakan terhadap sesama dibentuk sepenuhnya menurut ikhtiar yang mereka lakukan di jalan Allah. Kesetiaan yang kuat di antara mereka akan meningkatkan cinta, pengabdian, dan kepercayaan yang mereka rasakan satu sama lain. Oleh karena itu, jika pertemanan dan kedekatan itu dibangun diatas ketakutan dan keyakinan orang pada Allah dan berada pada moral yang tepat, maka perubahan fisik–yang disebabkan oleh penyakit atau usia tidak akan mempengaruhinya. Sebaliknya, justru kasih dan sayangyang lebih besarlah yang akan dirasakan.

Pertemanan yang didasari kejujuran: kejujuran yang disertai ketulusan dan keikhlasan bermakna apa yang ada di luar diri seseorang (lahir) sama seperti apa yang ada di dalam dirinya (batin), sebuah cerminan dari apa yang ia rasakan dan alami di dalam hatinya. Maksudnya adalah berlaku ikhlas, terbuka dan jujur, mengungkapkan karakter seseorang yang sesungguhnya tanpa menyembunyikan pikiran dan perasaan yang sebenarnya, tidak menghitung apa yang telah diperbuat, atau mencoba tampil beda dari apa yang sebelumnya.

Pertemanan yang diganjari kesendirian: hal ini terjadi pada orang-orang karena mereka gagal memetik nilai moral atau pedoman mereka, sehingga–meskipun mereka merindukannya–mereka tidak pernah dapat menemukan teman sejati. Itulah sebabnya seringkali mereka berkata “saya sangat kesepian,” “saya tidak memiliki teman di dunia ini,” atau “mereka telah meninggalkanku sendiri, jadi mereka hanyalah teman sesaat.”

Pertemanan yang berdasarkan pada kedudukan dan martabat: pertemanan yang dibangun di atas nilai-nilai seperti kekayaan, keindahan penampilan, martabat, dan kedudukan atau status sosial tidak akan pernah bertahan lama. Karena kelak terdapat perubahan pada nilai-nilai tersebut, sehingga pertemanan pun berakhir. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki cara pandang demikian, kemudian ia mau berteman dengan seseorang karena ia begitu menarik dan mengesankan, secepatnya akan kehilangan hal tersebut ketika mereka–misalnya–cacat sehingga tak dapat dikenal, miskin, dan tak berdaya karena sebuah musibah.

Pertemanan yang didasari persaingan: orang yang memandang orang lain sebagai pesaing atau musuh, biasanya hanya mengatakan kesalahan-kesalahan orang lain. Karena biasanya mereka tidak ingin orang lain lebih baik dari dirinya, atau bahkan jika melihat ada kekurangan, mereka akan bersikap tidak jujur, tanpa khawatir hal ini akan merusak pertemanan, dan berkata, seperti, “kau orang yang sangat baik,” atau “kami mencintaimu apa adanya.”

Pertemanan yang didasari kepentingan diri sendiri: orang yang hidup mengikuti kepentingan diri sendiri banyak mengalami fluktuasi psikologis selama masa hidupnya. Ia mungkin akan memudarkan keatraktifannya, jiwa mudanya, kesehatannya, dan kekayaannya. Ia melihat bahwa orang-orang yang pernah dibayangkan menjadi temannya ternyata tidak begitu memberikan arti ketika ia mulai lemah dan menua. Mereka, yang semula begitu dekat dan janji saling setia di saat-saat senang, menjadi begitu jauh sehingga tidak ingin lagi saling bicara atau bahkan mengenal satu sama lain. Mereka menganggap tidak ada lagi yang perlu dibagi, yang harus memberi nasihat, yang dapat dijadikan tempat untuk meminta pertolongan atau menaruh kepercayaan. Ia baru menyadari bahwa mereka yang ia anggap sebagai teman terdekat saya, ternyata meletakkan kepentingan pribadi di atas kepentingan pertemanan mereka.

Pertemanan yang dikuasai oleh kegelisahan: mustahil bagi orang yang tidak hidup di atas nilai moral agama dapat merasakan cinta sejati, hormat atau percaya terhadap sesama–yang di saat bersamaan–merisaukan kekurangan atau kelemahan moral masing-masing. Mustahil dapat benar-benar mencintai dan menghormati seseorang apabila ia mengetahui bahwa mereka itu berbohong dan munafik, memanfaatkan orang lain demi kepentingan mereka sendiri. Seseorang akan sadar bahwa meskipun ia berkata dialah teman terdekat mereka, ia sebenarnya bersikap dengan cara yang sama terhadapnya juga.


Bagaimana dengan Anda??
 “Kawan pendamping yang baik ibarat penjual minyak wangi. Bila dia tidak memberimu minyak wangi, kamu akan mencium keharumannya. Sedangkan kawan pendamping yang buruk ibarat tukang pandai besi. Bila kamu tidak terjilat apinya, kamu akan terkena asapnya”

Dalam masa kejayaan, teman-teman mengenal kita. 
Dalam kesengsaraan, kita mengenal teman-teman kita.


sumber: Mimpi siang bolong
 
Top