Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,(QS.2: 183)

Perintah dan larangan Allah selalu mengandung makna yang besar bagi hambaNya. Semakin digali kandungan maknanya, semakin banyak bermunculan mutiara-mutiara hikmahnya. Para ulama banyak mengupas fadhilah dari ibadah sholat, zakat/infak, shodaqoh, termasuk ibadah puasa yang saat ini sedang kita jalankan di bulan Ramadhan.  Demikian pula larangannya, seperti berkata dusta, bertindak ceroboh,melanggar aturan, berfikir negatif/buruk dan beramal bukan karena Allah.

Setiap orang mendambakan sehat dan cerdas dalam hidupnya. Coba bayangkan hidup tanpa kesehatan fisik dan mental/jiwa!. Tanpa kesehatan tidak ada artinya harta kekayaan, jabatan, keluarga, kecantikan atau ketampanan, bahkan makna hidupnya. Kekayaan bisa habis, kecantikan bisa sirna, jabatan bisa tidak berfungsi, keluarga ikut susah karena sakitnya. Harta bisa habis namun kesehatan belum tentu pulih kembali.
Puasa memiliki keistimewaan, dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan serta mencerdaskan seseorang. Namun sekarang masalahnya bagaimana puasa yang mampu menyehatkan dan mencerdaskan itu ?
Imam Ghozali mengklasifikasi puasa menjadi 3  strata atau tingkatan:
Strata 1 ( S1) : Puasa Awwam/umum ( Kelas Ekonomi)
Puasa ini  dilakukan oleh sebagian besar orang. Puasanya hanya menahan makan, minum dan hawa nafsu. Secara hukum memang sah atau sebatas menggugurkan kewajibannya.  Nilai puasa mereka masih perlu dilihat, apakah ucapan, pikiran dan nafsu buruk masih ada padanya. Banyak yang melakukan berbuka secara berlebihan. Makan berbuka lebih dari biasanya bahkan dua kali lebih banyak. Puasa seperti ini bukan saja mengurangi nilai puasa, tetapi penyakit fisik, kemalasan beribadah akan mudah menghinggapinya. Ibadah-ibadah yang disyariatkan dimalam harinya dilaksanakan dengan malas, mengantuk, santai dan tidak sungguh-sungguh. Seharusnya dengan puasa kita mampu mengubah pola makan yang lebih baik.  Banyak penyakit diderita manusia, karena pola makan yang salah, makan selalu Kenya, bberlebihan dan tidak teratur. Puasa seperti inilah yang  memberi gambaran negative terhadap ramadhan, seperti bulan letih, lesu, lemas, kantuk, tidak produktif, tidak proaktif dan tidak berdampak positif.

Apabila puasa Strata 1 dilakukan dengan kaidah yang benar, maka puasa akan mendatangkan kondisi sehat bagi dirinya, namun sebaliknya bila tidak dipatuhi justru akan mendatangkan penyakit padanya.
Strata 2 (S2) : Puasa Khusus (kelas VIP)
Puasa bukan saja menahan lapar, dahaga dan hawa nafsu, namun puasa diiringi dengan menjaga pendengaran, penglihatan, lidah/mulut, kaki dan tangan untuk tidak melakukan kemaksiatan seperti menahan pendengaran dari perkataan keji, hibah dan sejenisnya. Menahan lidah dari dusta,  debat usil,menghina, benrcanda atau merendahkan, emncela dan sejenisnya. Menahan tangan dari memukul, mendapatkan barang/harta haram, meyakiti sesame makhluk ( manusia, hewan, tumbuhan), menuliskan kata-kata kotor/keji. Menahan mata dari melihat sesuatu yang menimbulkan syahwat, pandangan yang meremehkan, melihat aib orang lain, prasangka buruk kepada teman, guru, atasan, bawahan dan lainnya.
Sabda Nabi : Bukanlah puasa itu hanya menahan  makan dan minum, tetapi puasa itu dari perkataan  kotor dan cacci maki ( HR. Ibnu Khuzaimah)
Sabda lain : Berapabanyak orang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa, kecuali lapar dan dahaga
Puasa yang mampu meredam perbuatan emosional inilah yang mampu meningkatkan Kecerdasan Emosi ( EQ)
Strata 3 (S3) : Puasa Khusus yang dikhususkan ( kelas Eksekutif)
Puasa ini merupakan strata tertinggi, karena puasa yang mengintegrasikan puasa strata1, strata 2 dan  mengonsentrasikan hatinya untuk terus mendekatkan diri padaNYa.
Barang siapa puasa ramadhan karena iman dan mengharapkan ridho Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu ( HR. Bukhori-Muslim)
Pada tahap ini seseorang melepasakan diri (sebagian besar/seluruhnya) dari segala urusan yang bersifat keduniaan. Hal ini dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas ibadah wajib dan memperbanyak ibadah-ibadah yang dianjurkan dalm rangka terus mendekatkan diri, seperti tarowih/ qiyamul lail, infak, member buka puasa, membantu sesama,  tilawah Qur’an, berdoa, I’tikaf, zakat fitrah dan ibadah sunah lainnya. Hari-harinya selalu mmbersihkan hati dari penyakit seperti dengki, sombong, kikir, buruk sangka, riya syirik, ujub, Hari-harinya dihiasi dengan mohon ampunan-Nya, memeaafkan orang lain, berbaik sangka dan sejenisnya.
Puasa itu perisai seseorang selama ia tidak dirusakkan dengan dusta dan umpatan ( HR: Tabrani )
Aspek-aspek inilah yang akan meningkatkan kecerdasan spiritual (SQ).

Hasil penelitian mengenai pengaruh Puasa terhadap kecerdasan IQ, EQ dan SQ seseorang adalah sebagai berikut :
1.    Berfikir lebih nalar atau terjadi peningkatan tingkat penalarannya.
2.    Kemampuan berfikirnya bergeser dari kongkrit ke tingkat berfikir abstrak
3.    Paradigma terhadap kenikmatan berubah dari fisik ke non fisik
Dalam teori kebutuhan manusia, Maslow menggambarkan piramida dengan 3 tingkatan. Yang paling dasar/rendah adalah kebutuhan fisik, diatasnya kebutuhan sosial dan diposisi tertinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri ( prestatif, citra/harga diri)
Pandangan atau pola pikir tidak lagi pada harta, rupa, keturunan, jabatan dan sejenisnya yang bersifat fisik adalah terendah dan pola fikir yang diarahkan ke nilai-nilai universal adalah tingkatan tertinggi. Puasa mengantarkan manusia untuk pemenuhan kebutuhan yang tertinggi. Tentu saja puasa yang mampu meningkatkan kecerdasan bukanlah puasa yang hanya dilakukan di bulan ramadhan saja, akan tetapi puasa di luar bulan ramadhan atas dasar kesadaran diri bahwa puasa merupakan kebutuhan.
Nabi Daud AS sehari puasa sehari berbuka , demikian juga Nabi Muhammad SAW puasa setiap senin dan kamis. Biaya kebutuhan ketika berpuasa diberikan kepada kaumnya yang miskin.
Tidak berlebihan, apabila dalam realitas banyak kita temukan atau Anda alami dampak puasa terhadap kecerdasan dan kesehatan. Sosok tokoh-tokoh kita seperti Prof.DR.BJ Habibie; Prof.DR. Amien Rais,MA, DR. Hidayat Nur Wahid dan tokoh-tokoh lainnya yang sejak kecil hingga sekarang masih konsisten dengan puasa senin-kamisnya walaupun kegiatan mereka sangat padat. Banyak para pimpinan lembaga, instansi, perusahaan maupun pemerintah yang dapat menjalankan tugasnya dengan sukses karena kerja kerasnya dan menjaga ibadah sunah dengan konsisten baik puasa senin-kamis, sholat malam (Qiyamul Lail) dan berinfak. Mereka bisa belajar dan bekerja dengan mudah sehingga prestasi akademis, sosial dan organisasinya baik.

Dalam dunia pendidikan S1 sarjana, S2 Megister dan S3 Doktoral yang telah menerapkan kemampuannya untuk kepentingan masyarakat luas akan mendapatkan anugerah Profesor. Demikian pula seorang mukmin yang telah berpuasa pada Strata 3 (S3) akan mendapatkan gelar “ Muttaqien”
Ramadhan hanyalah media training atau pendidikan yang realisasi harus dilaksanakan pada 11 bulan berikutnya. Apabila kita hanya berpuasa karena ramadhan saja,tentunya pengaruh  terhadap peningkatan kecerdasan dan kesehatannya kurang signifikan terlebih lagi apabila puasa ramadhannya tidak mengoptimalkan anjuran-anjuran dan tidak mengindahkan kaidah-kaidah berpuasa.

Oleh karena itu  optimalisasi ramadhan dan penerapan kaidah berpuasa harus dijalankan dan yang tidak kalah penting adalah penerapan di bulan-bulan berikutnya dalam bentuk puasa senin-kamis atau puasa Nabi Daud AS. ( by theklc)

 
Top