Ketahuilah bahwa puasa itu ada tiga tingkatan, puasa awam, puasa khawas, puasa khawas al- khawas. Puasa awam adalah menahan perut dan kemaluan untuk melampiaskan syahwat sebagaimana telah diterangkan pada bab terdahulu. Puasa Khawas adalah menahan pendengaran, penglihatan dan lisan dan tangan dan kaki dan semua anggota badan dari perbuatan dosa. Adapun puasa khawas al-khawas adalah puasa hati dari hasrat duniawi dan berfikir tentang hal-hal duniawi dan menahan diri dari segala sesuatu selain الله Azza wa Jalla secara keseluruhan. Maka pada tingkatan ini puasa seseorang menjadi batal dengan sebab memikirkan sesuatu selain الله SWT dan hari akhir. Tidak memikirkan duniawi melainkan apa yang dikehendaki untuk kepentingan agama, karena yang demikian termasuk bekal untuk akhirat maka itu bukan termasuk hal duniawi. Ahli hikmah berkata barang siapa yang melakukan perniagaan pada siang hari dengan maksud untuk mendapatkan sesuatu yang akan dipergunakan untuk berbuka pada malam hari, maka itu ditulis sebagai pelanggaran karena hal demikian menunjukkan sedikitnya ketergantungan dengan anugerah الله dan sedikitnya yakin dengan rizki الله yang dijanjikan. Dan ini adalah derajat para nabi, para shiddiqiin, para muqarrabiin dan tidaklah perlu diperpanjang lagi penjelasannya dengan menggunakan kata-kata akan tetapi secara hakikat ia adalah amalan dengan menghadapkan diri secara keseluruhan kepada الله SWT dan berpaling dari selain-Nya. Dan seperti inilah maksud dari firman الله SWT
قل الله ثم دْرهم فى خوضهم يلعبون
Adapun puasa Khawas maka itu adalah puasanya orang-orang shaleh yaitu menahan anggota badan dari perbuatan dosa. Ini dapat sempurna dengan enam perkara yaitu : 

1. mengurangi pandangan mata (menghindari pandangan yang haram) dan menahannya dari memperbanyak pandangan terhadap segala yang tercela dan makruh dan dari segala sesuatu yang dapat menyibukkan hati dan memalingkan perhatian dari berzikir kepada الله SWT. رسول الله SAW bersabda,
النظر سهم مسموم من سهام ابليس لعنه الله فمن تركها خوفا من الله آتاه الله عز وجل
ايمانا يجد حلاوته فى قلبه

Memandang (yang haram) adalah panah beracun dari panah-panah iblis la’natuLlah alaih. Barang siapa yang dapat meninggalkannya maka الله akan memberi iman yang dapat dirasakan manisnya di dalam hati.
Diriwayatkan dari sahabat Jabir dari Anas RA, dari رسول الله SAW sesungguhnya beliau bersabda, :
خمس يفطرن الصائم الكدْب والغيبة والنميمة واليمين الكادْب والنظربشهوة

Lima hal membatalkan orang yang berpuasa : Berdusta, mengumpat, menggunjing kejelekan orang lain, sumpah palsu dan melihat dengan syahwat.

2. Menjaga lisan dari ocehan dan dusta dan mengumpat dan menggunjing dan berbicara kotor menjijikkan dan pertengkaran dan riya’. Wajib baginya untuk selalu membiasakan diri diam dan menyibukkan diri dengan berdzikir kepada الله SWT dan membaca Al-Qur’an . inilah yang dinamakan puasa lisan. Sufyan Atsauri telah berkata, “mengumpat itu membatalkan puasa”. Diriwayatkan dari Mujahid, dua hal membatalkan puasa, mengumpat dan berdusta”. رسول الله SAW bersabda, “Sesungguhnya puasa adalah perisai. Apabila salah satu diantara kamu berpuasa hendaklah jangan berbuat cabul dan berbuat kebodohan. Dan apabila ada seseorang mengajak bertengkar atau mengutuknya maka hendaklah ia menjawab, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa”.
Dan sesungguhnya telah datang penjelasan di dalam hadits bahwa dua orang wanita berpuasa pada zaman رسول الله SAW. Keduanya didera rasa lapar dan haus yang bersangatan pada sore hari hingga hampir membunuh keduanya. Maka datanglah utusan keduanya memintakan izin kepada رسول الله SAW untuk berbuka. Maka dikirimkan sebuah mangkok untuk kedua orang itu dan رسول الله SAW bersabda, ‘Katakan kepada mereka berdua,’Muntahkanlah di tempat ini apa yang telah kalian berdua makan’. Maka salah satu dari orang itu memuntahkan separuh darah dan separuh daging . dan orang yang satunya lagi juga seperti itu, sehingga mangkok itu penuh. Orang- orangpun merasa heran maka رسول الله SAW bersabda, “Inilah kedua orang yang berpuasa dengan apa yang dihalalkan الله baginya dan berbuka dengan apa yang diharamkan untuk mereka. Salah satu dari mereka duduk kepada yang lain untuk mengumpat orang lain. Maka inilah yang mereka makan dari daging mereka yang diumpat.

3. menahan pendengaran dari hal yang dimakruhkan karena apa yang haram dibicarakan maka haram pula untuk didengarkan. Oleh karena itu الله menyamakan dosa orang yang mendengarkan perkataan dusta dengan orang yang memakan barang haram. الله SWT berfirman yang artinya “Mereka mendengarkan perkataan dusta dan memakan makanan haram”. Oleh karena itu berdiam diri mendengarkan gunjingan dan umpatan adalah haram, karena الله berfirman, “Jikalau demikian maka engkau seperti mereka”. (sama-sama mengumpat orang lain). رسول الله SAW bersabda, “Orang yang mengumpat dan yang mendengarkan sama dalam perbuatan dosa”. 

4. Menahan anggota badan yang lain seperti tangan, dan kaki dari perbuatan dosa dan perbuatan yang tidak baik, dan menahan perut dari memakan barang yang syubhat ketika berbuka puasa. Karena tidaklah yang dimaksudkan berpuasa itu tidak memakan yang halal pada siang hari akan tetapi berbuka dengan yang haram. Maka perumpamaannya seperti orang yang hendak membangun istana akan tetapi merubuhkan negara. Karena makanan yang halal itu berbahaya disebabkan banyaknya bukan karena macamnya. Dan puasa itu menyedikitkan makanan, tidak memperbanyaknya sehingga ia dapat menjadi obat. Dan yang haram itu merupakan racun bagi agama sedangkan yang halal itu sebagai obat yang bermanfaat apabila sedikit dan berbahaya apabila banyak. Dan maksud puasa adalah menyedikitkan obat. Telah bersabda رسول الله SAW, “Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak ada bagi puasanya itu melainkan hanya membuat mereka lapar dan dahaga”. (diterangkan maksudnya adalah mereka yang berbuka dengan makanan yang haram). Ditafsirkan pula mereka yang menahan diri dari makanan yang halal akan tetapi berbuka dengan daging manusia oleh sebab menggunjing dan mengumpat orang lain. Ada yang mengatakan, yang dimaksud adalah merkeka yang tidak menjaga anggota badannya dari perbuatan dosa.

5. Hendaklah tidak memperbanyak makan meskipun dengan makanan yang halal ketika berbuka sehingga perut menjadi penuh. Tidak ada tempat yang paling dibenci oleh الله SWT selain perut yang penuh dengan makanan halal. Maka bagaimana dapat diperoleh faidah puasa yaitu untuk memerangi musuh الله SWT dan menghancurkan syahwat. Bahkan terkadang dipersiapkan berbagai macam makanan sehingga berlangsunglah kebiasaan untuk menyimpan berbagai makanan untuk menghadapi bulan ramadhan sehingga mereka memakan beraneka makanan yang tidak mereka makan pada bulan-bulan yang lain. 

Telah diketahui bahwa maksud puasa adalah untuk menghancurkan hawa nafsu agar jiwa menjadi kuat dan taqwa kepada الله SWT. Apabila kita mengkosongkan perut pada siang hari sampai isya’ hingga syahwat menjadi lemah kemudian kita makan yang serba lezat sampai kenyang, maka akan berakibat syahwat bertambah kuat dan jiwa menjadi lemah. Ruh puasa dan rahasianya adalah untuk melemahkan kekuatan syahwat yang menjadi perantara (wasilah) bagi setan untuk kembali masuk ke tubuh manusia. Dan itu tidak dapat tercapai melainkan dengan menyedikitkan makan yaitu dengan memakan makanan yang biasa dimakan pada malam hari ketika tidak berpuasa. Jika tidak demikian, maka kurang bermanfaatlah puasa yang dijalankan.
Dan termasuk bagian dari etika orang berpuasa adalah tidak memperbanyak tidur di diang hari melainkan apabila benar-benar diserang rasa haus dan lapar, dan hendaklah ia merasakan melemahnya kekuatan syahwat di dalam dirinya sehingga hatinya ketika itu berubah menjadi bersih. Dan dalam kelemasan hendaklah tetap dilakukan amal baik dari shalat malam atau wirid, barang kali syaitan telah meninggalkan hatinya sehingga hatinya dapat melihat الملكوةالسماء . dan lailatul Qadr adalah ibarat dari malam terbukanya segala sesuatu pada alam malakut sebagaimana firman الله :
انا انزلناه فى ليلة القدر

Sesungguhnya Aku turunkan ia (Al-Qur’an) pada malam lailatul Qadar.
Dan barang siapa yang menempatkan makanan diantara hati dan dadanya maka cukuplah itu menjadi hijab (tirai penghalang). Kemudian orang yang mengkosongkan perutnya dari makanan, maka belumlah cukup untuk menyingkap tirai / hijab sebelum ia mengkosongkan himmah (hasrat) nya dari selain الله SWT. Dan kesemuanya itu di mulai dengan menyedikitkan makanan. 

6. Hendaklah setelah berbuka puasa haitnya bergantung antara rasa takut dan harap (الخوف والرجاء ) karena tidak mengetahui apakah puasanya diterima sehingga menjadi golongan orang yang didekatkan kepada الله SWT ataukah puasanya ditolak sehingga dimasukkan pada golongan orang yang dijauhkan. Dan hendaklah demikian ini juga terjadi pada ibadah-ibadah yang lain. Diriwayatkan bahwa seseorang berkata kepada Ahnaf bin Qais, “Sesungguhnya engkau adalah orang yang telah berusia lanjut, dan puasa dapat membuatmu lemah.” Ia menjawab, “Sesungguhnya aku mempersiapkan ini untuk perjalanan yang sangat jauh. Sesungguhnya sabar melaksanakan ta’at kepada الله itu lebih ringan daripada sabar menanggung azab-Nya. Maka inilah makna bathin dari puasa. 

Jika engkau katakan “barang siapa yang telah menahan syahwat perut dan kemaluan dan meninggalkan makna bathiniyah dari puasa (seperti tersebut di atas) maka para ahli fikih telah berkata bahwa puasanya tetap sah. Oleh karena itu bagai mana maksudnya ?”. ketahuilah bahwa para fuqahaa’ ahli dhahir menetapkan hukum atas syarat-syarat lahiriyah dengan pernyataan yang lebih lemah jika dibanding pernyataan ini (Syarat-syarat batiniyah) tidak terkecuali mengumpat, berbohong dan semisalnya. Karena para fuqaha ahli dhahir tidak sampai mengawasi apa yang berlaku pada kebanyakan orang-orang yang lalai, yang selalu menghadapkan dirinya kepada dunia. Adapun ulama akhirat maka sangat memperhatikan sah dan diterimanya amal. dan dengan diterimanya amal sampai kepada maksud serta tujuan. Dan mereka memahami bahwa maksud dan tujuan puasa adalah berakhlak dengan beberapa dari akhlak الله SWT Yang Maha Menanggung, dan berserupa dengan para malaikat yaitu menahan syahwat sesuai kemampuan, karena mereka para malaikat adalah terlepas dari syahwat. Adapun manusia maka derajatnya di atas derajat binatang karena kemampuannya dengan nuur akal untuk menekan syahwat. Dan derajat manusia di bawah derajat malaikat karena ia di pengaruhi oleh nafsu syahwat, dan keadaannya akan selalu mengalami cobaan berjuang melawannya. Apabila dia mengabdi kepada syahwat maka jatuhla ia pada derajat اسفل السافلين dan layak disejajarkan dengan binatang. Akan tetapi manakala syahwat dapat terkekang dan naik kepada derajat اعل عليين maka layak disejajarkan dengan para malaikat. Dan para malaikat adalah makhluk yang dekat dengan الله SWT sehingga orang mencontoh mereka dan berakhlak dengan akhlak mereka, akan menjadi dekat kepada الله seperti dekatnya mereka, karena yang menyerupai yang dekat itu juga dekat. Dan tidaklah yang dimaksudkan dekat dengan tempat akan tetapi yang dimaksud adalah sifatnya. 

Jika demikian rahasia puasa menurut para pembimbing hati nurani dan pikiran, maka keuntungan dan hasil apa yang akan didapatkan dengan mengakhirkan makan sahur dan makan dua porsi ketika waktu berbuka dengan tetap mengabdi kepada hawa nafsu syahwat pada siang hari (sehingga syarat-syarat bathiniyah yang disebutkan di atas dianggap tidak perlu). Kalau seperti itu yang dimaksudkan, maka bagaimana pula dengan sabda رسول الله SAW, “Berapa banyak orang yang berpuasa, tidaklah ada yang mereka dapatkan selain rasa lapar dan haus”. Bagaimana pula tidurnya orang yang pandai dan berbukanya mereka dapat dibandingkan dengan puasanya orang bodoh dan keadaan jaga mereka. Sesungguhnya satu atom ibadah orang yang yakin dan taqwa adalah lebih utama dan lebih berat timbangannya jika dibanding berat satu gunung dari ibadah orang-orang yang tertipu. Karena itulah telah berkata para ulama, “Berapa banyak orang yang berpuasa tetapi mereka sebenarnya berbuka. Dan berapa banyak orang yang berbuka akan tetapi mereka sebenarnya berpuasa. Yang dimaksudkan berbuka tetapi berpuasa adalah mereka yang dalam kesehariannya makan dan minum akan tetapi selalu menjaga anggota badannya dari perbuatan dosa. Sedangkan yang dimaksud berpuasa tetapi berbuka adalah mereka yang meninggalkan makan minum akan tetapi tidak menjaga anggota badannya dari perbuatan dosa. Barang siapa yang memahami makna puasa dan rahasia-rahasianya pasti mengetahui bahwa orang yang menahan diri dari makan dan minum serta berhubungan seksual akan menjadi batal bila anggota tubuhnya melakukan perbuatan dosa. Keadaan ini seperti orang yang membasuh anggota badannya ketika berwudhu masing-masing sebanyak tiga kali niscaya telah memenuhi hitungan yang diharapkan dalam berwudhu akan tetapi meninggalkan hal yang lebih penting dari itu yaitu membasuh bagian-bagian yang ditentukan dari wudhu, maka wudhu yang demikian tidaklah dapat diterima. Sebaliknya orang yang membasuh wudhu hanya sekali-sekali akan tetapi sempurna dalam membasuh anggota badan yang diharuskan maka shalatnya akan diterima insya Allah meskipun ia meninggalkan keutamaan. Dan perumpamaan orang yang mengumpulkan keduanya adalah seperti orang yang membasuh anggota badan masing-masing tiga kali dan menyempurnakan basuhannya sesuai dengan ketentuan yang diwajibkan maka yang demikian ini paling sempurna. Dan telah bersabda رسول الله SAW, “Sesungguhnya puasa itu amanah, maka jagalah dari kamu sekalian amanah itu”.

Dan ketika الله SWT berfirman
ان الله يأمركم ان تؤدواالأمانات الى اهلها
Sesungguhnya الله memerintahkan kamu semua untuk menyampaikan amanah kepada ahlinya. Maka beliau meletakkan tangan ke telinga dan mata beliau seraya bersabda, “Pendengaran adalah amanah, penglihatan adalah amanah”. Jikalau anggota badan bukan merupakan amanah dalam berpuasa niscaya رسول الله SAW tidak bersabda “فليقل انى صائم “. Maksudnya –sesungguhnya aku meyimpan ucapanku karena aku menjaganya, maka bagaimana aku mengeluarkannya untuk menjawabmu”. 

Jadi, jelaslah bahwa ibadah itu ada aspek lahir dan aspek bathin. Ada kulit dan adapula isinya. Oleh karena itu sekarang pilihan di tangan anda, yaitu merasa cukup dengan kulit saja dan mengabaikan isi, atau berpihak kepada ارباب الالباب para ahli hikmah yang dapat membimbing hati dan jiwa manusia
Sumber : Kitab Ihya Ulumuddin bab Kitab tentang Puasa


sumber " kitab Ihya Ulumuddiin

 
Top