Sahabatku semua yang saya Cintai...Selamat datang salam Jumpa dan sukses selalu, ......untuk kesempatan ini mari  kita saling mengisi dan berbagi.... karena dengan berbagi kehidupan semakin indah dan memberi arti dalam memaknai kehidupan ini. .....,

Semua manusia selalu Mendambakan  teman sejati. Mereka mencari orang untuk berbagi kebahagiaan dengan mereka, orang yang bersedia membantu di saat mereka mengalami kesulitan, yang menunjukkan jalan keluar pada mereka ketika mereka tidak sanggup menemukan apapun,yang bersedia mencintai mereka di setiap keadaan, yang setia, melindungi,menyikapi kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat dengan lemah lembut, dan yang tidak akan meninggalkan mereka baik ketika mereka sedang sakit,sehat maupun ketika telah mencapai usia tua.


Akan tetapi, terdapat dua jalan yang dapat dipilih seseorang dalam mendapatkan teman yang demikian.  

Yang pertama adalah jalan dari Yang Pengasih, sebuah ketetapan nilai moral (akhlâq) Al-Qur’ân yang dipilih oleh mu’min karena ridhâ Allah. Sedangkan jalan yang lain  yang merupakan jalan kedua adalah cara berteman yang didasari pada kepentingan dan keuntungan duniawi.

Dalam artikel ini, kita akan melihat alasan-alasan yang mendasari dua kepentingan tersebut, menjelaskan perbedaan-perbedaan antara ikatan pertemanan yang kuat, yang hanya didasarkan pada kepentingan duniawi.

Pertemanan yang menambatkan kepentingan pada nilai moral.
Agar menjadi teman yang sejati, seseorang harus mencintai orang lain semata-mata demi nilai moral yang sepantasnya. Inilah sebuah bentuk ketakutan dan kecintaan, keyakinan, keikhlasan, dan ketaqwaan seseorang kepada Allah. Di atas nilai luhur inilah pertemanan itu kekal dan akan mencapai karakter yang kuat.

Pertemanan yang abadi: tak dapat dipungkiri bahwa teman sejati dimana setiap orang akan merasa membutuhkan dan mencarinya merupakan sebuah anugrah yang sangat besar. Teman sejati adalah seseorang yang akan hadir baik disaat senang maupun susah, yang mengharapkan hal yang sama untuk temannya sebagaimana yang ia harapkan untuk dirinya, yang menginginkan temannya merasa bahagia seperti halnya yang ia inginkan untuk dirinya. Dialah orang yang menghindari perasaan-perasaan seperti iri; intoleran; dan permusuhan;yang mencintai orang lain dengan tulus dan selalu menginginkan yang terbaik untuknya.

Pertemanan yang diarahkan pada hari akhirat 
Pesyaratan untuk menjadi teman yang sejati adalah dengan mengarahkan kebahagiaan orang lain di dunia maupun di akhirat. Satu sifat penting dari pertemanan ini adalah berkata dengan jujur dan terbuka, memberitahu kekeliruan keyakinan orang lain, dan dengan penuh kasih sayang menunjukkan cara untuk memperbaikinya. Hanya teman sejati yang benar-benar mencintai orang lainlah yang dapat melakukan ini, Ia selalu memberi Motivasi dan tidak pernah menghina, apalagi mencaci.

Pertemanan yang didasari rasa cinta dan hormat
Di sebuah lingkungan di mana orang hidup dengan moralitas, serta takut dan yakin pada Allah sang pencipta adalah nilai-nilai yang dengannya orang dapat benar-benar merasakan cinta dan hormat terhadap sesama. Cinta, kepercayaan dan kesetiaan yang dirasakan orang mu’min terhadap sesama dibentuk sepenuhnya menurut ikhtiar yang mereka lakukan di jalan Allah. Seorang mu’min yang menggunakan apa yang dimilikinya untuk kebaikan hanya karena ridha Allah dan menjalankannya dengan teguh, maka ia akan mendapatkan cinta saudara-saudara Muslim dan ia telah membuat contoh yang baik bagi saudara-saudaranya. Kesetiaan yang kuat di antara mereka akan meningkatkan cinta, pengabdian, dan kepercayaan yang mereka rasakan satu sama lain. Oleh karena itu, jika pertemanan dan kedekatan itu dibangun diatas ketakutan dan keyakinan orang pada Allah dan berada pada moral yang tepat, maka perubahan fisik–yang disebabkan oleh penyakit atau usia tidak akan mempengaruhinya. Sebaliknya, justru kasih dan sayang yang lebih besarlah yang akan dirasakan orang mu’min.

Pertemanan yang didasari kejujuran.
Kejujuran yang disertai ketulusan dan keikhlasan sangat  membawa arti dan bermakna  dari apa yang ada di luar diri seseorang (zhâhir) sama seperti apa yang ada di dalam dirinya (bâthin), sebuah cerminan dari apa yang ia rasakan dan alami di dalam hatinya. Maksudnya adalah berlaku ikhlas, terbuka dan jujur, mengungkapkan karakter seseorang yang sesungguhnya tanpa menyembunyikan pikiran dan perasaan yang sebenarnya, tidak menghitung apa yang telah diperbuat, atau mencoba tampil beda dari apa yang sebelumnya. Menurut nilai moral Al-Qur’ân, seseorang itu bernilai karena upaya untuk meningkatkan kejujurannya, dan teman serta orang-orang tercintanya mencintainya karena mereka tahu bahwa ia ia tulus terhadap mereka.

“Temanmu (penolongmu) hanyalah Allah, RasulNya, dan orang-orang yang beriman, yang melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat, seraya tunduk (pada Allah).” (QS. Al-Mâ’idah, (5):55)

Pertemanan yang diganjari kesendirian.
Hal ini terjadi pada orang-orang karena mereka gagal memetik nilai moral dalam Al-Qur’ân atau pedoman mereka, sehingga–meskipun mereka merindukannya–mereka tidak pernah dapat menemukan teman sejati. Itulah sebabnya seringkali mereka berkata “saya sangat kesepian,” “saya tidak memiliki teman di dunia ini,” atau “mereka telah meninggalkannya, jadi mereka hanyalah teman sesaat.”

Pertemanan yang berdasarkan pada kedudukan dan martabat.
Pertemanan yang dibangun di atas nilai-nilai seperti kekayaan, keindahan penampilan, martabat, dan kedudukan atau status sosial tidak akan pernah bertahan lama. Karena pada suatu saat nanti akan ada suatu perubahan pada nilai-nilai tersebut, sehingga pertemanan pun berakhir. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki cara pandang demikian, kemudian ia mau berteman dengan seseorang karena ia begitu menarik dan mengesankan, secepatnya akan kehilangan hal tersebut ketika mereka–misalnya–cacat sehingga tak dapat dikenal, miskin, dan tak berdaya karena sebuah musibah.

Pertemanan yang didasari persaingan.
Orang yang memandang orang lain sebagai pesaing atau musuh, biasanya hanya mengatakan kesalahan-kesalahan orang lain. Karena biasanya mereka tidak ingin orang lain lebih baik dari dirinya, atau bahkan jika melihat ada kekurangan, mereka akan bersikap tidak jujur, dan suka menggunjing.

Pertemanan yang didasari kepentingan diri sendiri.
Orang yang hidup mengikuti kepentingan diri sendiri banyak mengalami fluktuasi psikologis selama masa hidupnya. Ia mungkin akan memudarkan keatraktifannya, jiwa mudanya, kesehatannya, dan kekayaannya. Ia melihat bahwa orang-orang yang pernah dibayangkan menjadi temannya ternyata tidak begitu memberikan arti ketika ia mulai lemah dan menua. Mereka, yang semula begitu dekat dan janji saling setia di saat-saat senang, menjadi begitu jauh sehingga tidak ingin lagi saling bicara atau bahkan mengenal satu sama lain. Mereka menganggap tidak ada lagi yang perlu dibagi, yang harus memberi nasihat, yang dapat dijadikan tempat untuk meminta pertolongan atau menaruh kepercayaan. Ia baru menyadari bahwa mereka yang ia anggap sebagai teman terdekat, ternyata meletakkan kepentingan pribadi di atas kepentingan pertemanan mereka.

Pertemanan yang dikuasai oleh kegelisahan 
Mustahil bagi orang yang tidak hidup di atas nilai moral (akhlâq) Al-Qur’ân dapat merasakan cinta sejati, hormat atau percaya terhadap sesama–yang di saat bersamaan–merisaukan kekurangan atau kelemahan moral masing-masing. Mustahil dapat benar-benar mencintai dan menghormati seseorang apabila ia mengetahui bahwa mereka itu berbohong dan munafik, memanfaatkan orang lain demi kepentingan mereka sendiri. Seseorang akan sadar bahwa meskipun ia berkata dialah teman terdekat mereka, ia sebenarnya bersikap dengan cara yang sama terhadapnya juga.

“Dan (ingatlah) hari ketika orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “wahai kiranya dulu aku mengambil jalan bersama-sama Rasul! Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari al-Qur’ân setelah al-Qur’ân itu datang padaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.”(QS. Al-Furqan, (25):27-29)

Demikian salam berbagi, semoga bermanfaat dan menambah hikmah
Sumber : Cuplikan Alqur'an, dan berbagai sumber lainnya



 
Top