Ada satu hal yang akhir-akhir ini membuat saya merasa tidak nyaman sehingga merasa perlu menuliskan catatan ini. Karena beberapa alasan, mulai beberapa bulan terakhir saya memutuskan
untuk membuka lebar pertemanan dengan siapa saja di Facebook (FB). Sebelumnya saya cenderung pilih-pilih teman FB, jika orang tersebut benar-benar saya kenal di kehidupan nyata baru saya confirm pertemanannya. Walhasil teman FB saya meningkat cukup signifikan karena hampir setiap permintaan pertemanan saya confirm.


Yang menyedihkan adalah dengan semakin banyak teman FB yang saya punya, semakin banyak pula saya menemukan status-status negatif berseliweran di homepage FB saya. Entah itu berupa keluhan-keluhan, cacian, makian, umpatan, kemarahan, dan berbagai kata-kata negatif lain. Topiknya bisa bermacam-macam. Tentang pacar, tentang gagalnya Indonesia menjadi juara di ajang sepakbola SEA GAMES, tentang sekolah atau kuliahnya, tentang gossip terbaru, tentang kondisi perpolitikan, tentang sentimen Malaysia, dan bahkan ada pula yang mengumpat orang tuanya sendiri.


Astaghfirullah. Saya yang membuka FB dengan niat agar mendapat inspirasi atau info-info bermanfaat dari teman-teman malah jadi illfeel sendiri. Yang awalnya semangat buka-buka halaman FB jadi males dan memilih menutupnya. Bagi saya sangat tidak nyaman melihat status-status negatif seperti itu. Karena bagaimanapun juga hal-hal negatif yang disampaikan seseorang akan berimbas negatif pula bagi orang sekitarnya. Sekecil apapun itu. Demikian juga dengan hal-hal positif.

Karena alasan itu, saya terpaksa meremove satu orang dari pertemanan karena statusnya secara konsisten selama beberapa waktu berisi hal-hal negatif. Umpatan, keluhan, kemarahan, gossip dan sebagainya. Saya sebenarnya sama sekali tidak suka meremove petemanan. Tapi sungguh membaca status-statusnya membuat saya tidak nyaman, walaupun statusnya itu bukan ditujukan kepada saya. Mohon maaf sekali untuk beliau yang sudah saya remove.

Tidak hanya di FB, kecenderungan negatif semacam ini ternyata juga mudah didapatkan di alam nyata. Karena pastinya apa yang kita lakukan di dunia maya adalah bentuk representasi kita di dunia nyata. Sebuah teko hanya bisa mengeluarkan yang sesuai dengan isinya. Jika isinya buruk, yang keluar juga buruk. Demikian juga sebaliknya.
Karena itu, apa yang keluar dari lisan kita sangat mencerminkan akhlak dan kepribadian kita. Apa yang kita tulis di Facebook, Twitter, Blog atau jaringan sosial lain menunjukkan baik atau buruknya perilaku kita sehari-hari. Hal ini membuat kita menjadi semakin mudah untuk melihat dan menilai akhlak seseorang. Lihat saja wall Facebook atau akun twitter-nya. Apa yang dia tulis mencerminkan seperti apa pribadinya. Walaupun memang ini tidak mutlak, tapi setidaknya gambaran besar tentang seseorang sudah kita ketahui dari media itu.

Bahkan konon banyak perusahaan-perusahaan yang menggunakan metode ini dalam menyeleksi penerimaan pegawai atau melakukan assessment kepada pegawainya. Jangan main-main. Kita bisa saja tidak jadi diterima kerja atau gagal dipromosikan hanya karena status facebook kita penuh dengan umpatan keluhan, pergunjingan tentang atasan atau orang-orang lain, dan kata-kata negatif lainnya.

Kecenderungan buruk ini kemudian membuat kita hidup dalam suasana yang negatif. Suasana yang tidak menyenangkan, yang pesimistis, dan yang melemahkan. Dan hal ini harus segera kita perbaiki. Kita tidak akan pernah menjadi lebih baik jika selamanya berada dalam lingkungan dan suasana yang destruktif seperti ini.

Hal ini yang beberapa waktu lalu disinggung oleh Anies Baswedan, PhD ketika Pesta Blogger 2011 yang kini berganti nama menjadi ON|OFF tanggal 3 Desember 2011. Blogger atau pengguna situs jejaring sosial lain seperti Facebook dan Twitter diharapkan mampu menjadikan media tersebut sebagai sarana untuk menyebarkan optimisme dan pesan-pesan positif lainnya.

Ketika sekarang ini televisi sebagai media yang paling banyak diakses oleh masyarakat Indonesia terlalu banyak mengumbar pesimisme dan hal-hal negatif lain, para anak-anak muda yang paling banyak memakai media sosial di Internet ini diharapkan mampu mengcounternya dengan menyebarkan optimisme seluas-luasnya dalam berbagai bentuknya.
Lengkapnya soal orasi Pak Anies di forum tersebut bisa diliat lewat link ini. Sangat menginspirasi.

http://beradadisini.com/2011/12/05/orasi-pak-anies-baswedan-dalam-onoff-2011/

Dari penjelasan Pak Anies di sana, kita bisa mengambil kesimpulan betapa pentingnya bagi setiap elemen bangsa untuk mengubah cara pandang yang semula dikungkung dalam pesimisme dan dipenuhi dengan pikiran-pikiran negatif menjadi lebih optimis lagi dalam memandang masa depan dan senantiasa positif dalam menghadapi berbagai permasalahan. Dan semangat optimisme itu dimulai dari kita, anak-anak muda yang akrab dengan media sosial dan internet yang memiliki daya jangkau luas kepada berbagai elemen masyarakat Indonesia.

Lalu apa bentuk konkritnya? Ya, mulailah dari hal-hal kecil yang bisa kita lakukan sehari-hari. Cobalah menebar hal-hal positif lewat akun-akun pribadi kita di Facebook, Twitter, Blog, dan media lainnya. Bisa dengan memberikan kata-kata motivasi, membagi link artikel atau video yang bermanfaat, membuat artikel blog yang menginspirasi dan sebagainya. Atau setidaknya jika masih merasa sulit, jangan menyebarkan hal-hal negatif melalui media tersebut. Jangan mengumbar keluhan, umpatan, kemarahan, dan hal buruk lain lewat media sosial. Itu sungguh sudah membantu banyak. Jika tidak bisa memberikan nilai tambah, setidaknya jangan menjadi faktor pengurang.

Di dalam keseharian kita juga optimisme dan pandangan positif ini harus senantiasa kita pupuk siram agar ia tumbuh besar menjadi karakter yang menyatu dengan diri kita. Biasakanlah untuk tidak mengeluh dan mengumpat. Ganti ia dengan kata-kata baik yang sudah diajarkan dalam agama. Istighfar, tasbih, dan sebagainya. Susah mungkin awalnya. Tapi niatkan saja, Allah tidak akan pernah mempersulit hamba-hamba-Nya yang telah berniat berbuat baik.

Azzamkan dalam hati bahwa hari ini saya tidak akan mengumpat sedikitpun, saya akan memandang berbagai hal di sekitar saya dari sisi positifnya. Buat mekanisme reward and punishment. Jika kita bisa menahan dari berkomentar buruk, kita beri penghargaan dengan sekadar membeli makanan yang kita suka atau apapun lah. Jika gagal bisa melakukan punishment dengan menyisihkan sebagian uang kita untuk yang membutuhkan. Atau dengan berbagai cara lain yang menyenangkan. Insya Allah banyak cara yang lebih kreatif lainnya.

Yup, akhirnya semua kembali kepada diri kita masing-masing. Mau menjadi orang yang menyebarkan hal negatif atau positif. Mau menjadi seorang penebar duri di jalan yang akan menyakiti orang lain yang melintas, atau menjadi penabur bunga yang membuat orang merasa nyaman dengan keharuman dan keindahannya. Pilihan itu ada pada diri kita sendiri.


Sumbernya
http://adityasaja.blogspot.com/2011/12/menebar-paku-atau-menabur-bunga.html
 
Top