“Salatlah kamu sebelum kamu disalatkan.” Kata-kata ini sering kita dengar, biasanya tulisan ini dipajang di dinding-dinding mushala atau tempat ibadah lainnya. Ya, hanya sekadar sebuah tulisan, tidak lebih. Jarang sekali kita memikirkan makna kata-kata ini secara seksama. Kata-kata ini mengingatkan kita akan adanya kematian yang akan melanda setiap manusia, tanpa terkecuali. Apakah itu pemulung, pejabat, koruptor, maling, ustad, bahkan malaikat sekalipun, akan merasakan maut alias mati. Ini sesuai dengan firman-Nya: “Kullunafsin zaaiqotul maut (setiap yang bernyawa pasti akan menuai kematian).”

Hakikat kehidupan manusia bukanlah kehidupan biologis semata, sebagaimana halnya kehidupan binatang, tetapi merupakan hidupnya hati seseorang dengan cahaya iman dan makrifat kepada Allah SWT serta dengan akidah tauhid yang suci dan bersih. Sebaik-baik manusia adalah orang yang hidup untuk mempersiapkan kematiannya, karena dunia ini hanyalah titipan belaka yang bersifat sementara, sebagaimana tujuan diciptakan manusia itu sendiri. “Aku ciptakan jin dan manusia hanya untuk menyembah-Ku.” (QS Adz-Dzaariyaat 56).

Allah SWT berfirman : “Apakah orang yang mati (hatinya belum dapat petunjuk), kemudian Kami hidupkan (hatinya yang mati itu) dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang (Alquran yang dijadikannya sebagai pedoman) yang dengan cahaya itu ia berjalan (lurus dalam pergaulan dengan) manusia, akan sama halnya dengan orang yang berada dalam gelap-gulita dan tidak mungkin keluar dari kegelapan itu? Demikianlah dijadikan orang kafir itu merasa senang dengan perbuatan buruk yang mereka lakukan.” (QS Al-An’aam 122).

Menurut Syekh Mustafa Masyhur dalam Berjumpa Allah Lewat Salat, kata mati dalam ayat tersebut adalah buta bashirah-nya, mati hatinya, kafir lagi sesat. Disanalah Allah SWT menghidupkan hati kita dengan iman bersama petunjuk dan hidayah cahaya agung yang memuat segala persoalan hidup dan pembeda antara yang hak dan batil.

Di dalam Alquran surat Al-Anfaal ayat 24, Allah SWT juga mengatakan, orang yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya yang menyeru kepada iman, maka jiwa dan hatinya menjadi hidup. Dengannya pula dipersiapkan kehidupan yang abadi di akherat kelak. Yang salah satunya dengan ibadah salat karena salat adalah kuncinya surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.

Salat adalah tiang agama. Ibadah salat ialah amalan pertama yang dihisab oleh malaikat. Beruntunglah orang-orang yang mendirikannya. “ ... Aqimusshalah, innasshalata tanha ‘anilfahsya iwal mungkar ... (Dirikanlah salat! Sesungguhnya salat itu menghalangi perbuatan keji dan mungkar).”

Salat, kata Imam Jakfar Shadiq, adalah wasiat terakhir menjelang kematian dari seluruh Nabi As. “Betapa indahnya ketika seorang manusia mandi dan berwudhu, lalu memencilkan dirinya di suatu sudut yang tidak terlihat oleh siapapun, lalu ia ruku dan sujud di situ ..,” imbuhnya.
Salat memiliki beberapa keutamaan yang membuat orang yang melaksanakannya jauh lebih baik dari para malaikat dan membuat hidupnya sangat berarti. Baru ketika realitas sesungguhnya dari salat dipahami maka seseorang akan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik dalam perbuatan sehari-harinya.

Salat, ujar Dr Jameel Kermalli dalam bukunya Concentration in Prayers, menghasilkan kerendahan jiwa, ketundukan dan kerendahan hati terhadap Allah SWT, serta antusiasme untuk meraih kemajuan material dan spiritual (di dunia dan akherat).

Salat adalah mi’raj-nya seorang mukmin. Ketika seorang mukmin hakiki ber-mi’raj dan membaca tujuh takbir, maka hijab kegelapan yang disebabkan dosa-dosa duniawi yang berada di antara ia dan Allah yang Mahatinggi, menjadi terangkat dan ia mendekati Robbul Arbab.

Salat tidak ada jangka waktu (deadline), tidak seperti halnya makanan yang ada masa kadaluarsanya. Tidak seperti berita di surat kabar yang harus memiliki batas waktu. Asalkan ia beragama Islam, sadar, tidak gila, tidak berhalangan haid/nifas bagi wanita, wajib untuk melaksanakan ibadah salat. Baik itu anak-anak yang sudah akil baligh, remaja maupun sudah tua renta. Namun jika ia benar-benar tidak bisa lagi dalam artian meninggal (pulang ke rahmatullah), barulah tugas bagi mereka yang masih hidup untuk menyalatkannya. Begitu pentingnya salat, tidak bisa melakukannya, ia masih wajib dikerjakan yaitu dengan cara disalatkaan.

Mungkin kita sudah tahu bahwa perintah salat awalnya turun saat Rasulullah SAW Isra’ Mi’raj ke Sidratul Muntaha, yang mana perintah itu langsung diterima Rasulullah SAW dari Allah SWT. Kemudian kita sebagai umat Islam diwajibkan untuk mendirikannya, bukan hanya melakukannya secara gerakan, tapi juga harus mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pesat melajunya perkembangan zaman dan kemajuan Iptek yang mampu merubah dunia kian maju dari tahun ke tahunnya, mampu mengubah keyakinan seseorang. Banyaknya pengaruh yang datang dari luar, Nasrani dan Yahudi, yang mampu mengubah kepribadian kita, membuat cahaya Islam berangsur-angsur redup dan bila dibiarkan akan padam dengan sendirinya. Atau jangan-jangan zaman kegelapan atau zaman jahiliyah yang telah dihapus oleh Rasulullah SAW di kota Mekah, akan muncul kembali di tengah-tengah kita. Astaghfirullahhal aziim.

Hal ini terlihat dari eksistensi salat yang menjadi tiang agama itu kian memudar di hati umat Islam sendiri. Sepertinya salat yang dulunya dianggap sebagai kebutuhan, sekarang telah menurun predikatnya menjadi kewajiban, yang walaupun dilakukan terkadang karena sudah ada imbauan dari orang lain, atau bahkan paksaan, baik itu dari orang tua, guru dan lainnya. Ia atau tidak? Mudah-mudahan itu bukan kita.

Tak bisa kita pungkiri kenyataan itu, apalagi di kalangan remaja, begitu entengnya mereka meninggalkan salat tanpa ada sebab yang jelas, seperti sakit, haid dan nifas bagi wanita. Berbagai alasan menjadi penutup atas kesalahan dan dosanya itu. Sibuklah, membuat PR, pergi jalan-jalanlah, dan yang paling marak sekarang karena adanya internet yang membuat kita terlelap, lupa dengan waktu untuk menunaikan ibadah salat.

Bagi orang-orang yang menganggap enteng salat, Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang menganggap enteng salat bukan bagian dari aku. Tidak! Demi Allah! Orang seperti itu tidak akan mendapat telaga Kautsar.”

Menurut Rasulullah SAW, orang yang menyia-nyiakan salatnya akan dibangkitkan bersama Qarun dan Haman, sehingga menjadi hak Allah SWT untuk menempatkannya di dalam neraka bersama dengan orang-orang yang munafik.

Imam Jakfar Shadiq berkata kepada Zurarah: “Janganlah lalai dalam melaksanakan salatmu. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda menjelang wafatnya. “Orang yang mengenteng-entengkan salat-salatnya atau yang meminum minuman keras, bukan termasuk bagian dariku. Demi Allah! Ia tidak akan bertemu denganku di telaga Kautsar.” (Furu’ al-Kafi, iii, hal 269).

Lain lagi halnya dengan yang satu ini, apa? Ia mengaku telah melakukan ibadah salat lima waktu sehari semalam, tapi ya, hanya sebatas itu, tidak mendirikannya. Alhasil salat yang ia kerjakan tidak membuat hatinya hidup dan meninggalkan maksiat. Ia tidak memperoleh khasiat salat itu, tidak dapat merasakan kehadiran dan keindahan salat di tengah-tengah kehidupannya, sehingga salat tidaklah merubah dirinya.
Salat memang yes bukan no ... tapi judi dan mabuk-mabukan jalan terus. Salat iya, maksiat tidak ketinggalan! Mungkin kita pernah melihat orang yang seperti itu. Salat yang dilakukan hanyalah sia-sia, karena tidak mampu membuat ia tercegah dari perbuatan keji dan mungkar. Tentu kita semua tak mau seperti itu bukan?

Makanya, dirikanlah salat! Bukan hanya sekadar melakukannya, tetapi penuh kekhusyukan, penghayatan dan ketulusan, bahwa kita memang butuh Allah SWT dalam kehidupan kita. Seperti halnya pesan Lukman kepada anaknya, “Kerjakanlah olehmu semua perintah-Nya, selama kau masih hidup dengan nikmat-Nya, dan kamu boleh melanggar larangan-Nya, selama kamu mampu menahan pedihnya siksaan neraka-Nya.” 

Khusyuk dalam salat itu penting. Dr Jameel Kermalli memberikan beberapa tipsnya. Menurut beliau, ada 25 strategi agar khusyuk dalam menunaikan ibadah salat:
w Memahami dan mengapresiasi kehadiran Allah SWT
w Mengingatkan dirimu tentang Allah
w Kondisi pikiran yang tenang dan penuh perhatian
w Memahami apa yang engkau baca
w Pengucapan yang benar
w Kepercayaan
w Mengganti-ganti bacaan
w Kesucian yang berlanjut
w Memohon ampun dan mengakui kesalahan
w Kepercayaan (amanah)
w Manajemen stres
w Percakapan yang sia-sia
w Sederhana dalam makan
w Mengecek dan memeriksa
w Menuangkan pikiran dalam tulisan
w Menghilangkan rintangan
w Berduka cita, ketundukan dan kesedihan
w Bersabar, mengakui kesalahan dan mengutarakan problem kepada Allah SWT
w Puasa
w Dunia dan kesenangan-kesenangannya
w Menahan pikiran-pikiran
w Mengingat kematian
w Memusatkan pandangan
w Menghindari bisikan-bisikan setan terkutuk
w Latihan-latihan untuk mengembangkan perhatian-meditasi.

Ringkasnya, dengan mendirikan salat, itu akan menghidupkan hati kita yang membuat kita seolah-olah bertemu dengan Tuhan Sang Pencipta. Perihal gerakan fisik seperti berdiri, ruku dan sujud semata-mata merupakan gambaran yang tampak untuk suatu kondisi hidupnya hati bagi yang menunaikan ibadah salat di sela-sela kekuasaan Allah SWT. Di dalamnya termasuk pengagungan, penyucian, kepasrahan, kerendahan, kekhusyukan dan pendekatan diri kepada-Nya.
Jadilah pribadi yang saleh dan salehah di saat kebanyakan manusia menyibukkan diri dalam upaya mencari materi, uang, kekayaan, pangkat dan jabatan, duniawi belaka. Singsingkan lengan baju, basuhlah wajah, kembangkanlah tikar dan salatlah dengaan penuh kekhusyukan dengan sifat salatnya Rasulullah SAW. “Aku jadikan salat itu menyejukkan hatiku,” kata beliau. Mari sama-sama kita raih ‘kehidupan dalam mihrab salat.’
 
Top