Fakta #1: Mencairnya es di kutub utara & selatan
Pemanasan Global berdampak langsung pada terus mencairnya es di daerah kutub utara dan kutub selatan. Es di Greenland yang telah mencair hampir mencapai 19 juta ton! Dan volume es di Artik pada musim panas 2007 hanya tinggal setengah dari yang ada 4 tahun sebelumnya!
Mencairnya es saat ini berjalan jauh lebih cepat dari model-model  prediksi yang pernah diciptakan oleh para ilmuwan. Beberapa prediksi  awal yang pernah dibuat sebelumnya memperkirakan bahwa seluruh es di  kutub akan lenyap pada tahun 2040 sampai 2100. Tetapi data es tahunan  yang tercatat hingga tahun 2007 membuat mereka berpikir ulang mengenai  model prediksi yang telah dibuat sebelumnya.
Para ilmuwan mengakui bahwa ada faktor-faktor kunci yang tidak mereka  ikutkan dalam model prediksi yang ada. Dengan menggunakan data es  terbaru, serta model prediksi yang lebih akurat, Dr. H. J. Zwally,  seorang ahli iklim NASA membuat prediksi baru yang sangat mencengangkan:
HAMPIR SEMUA ES DI KUTUB UTARA AKAN LENYAP PADA AKHIR MUSIM PANAS 2012!
Baru-baru ini sebuah fenomena alam kembali menunjukkan betapa  seriusnya kondisi ini. Pada tanggal 6 Maret 2008, sebuah bongkahan es  seluas 414 kilometer persegi (hampir 1,5 kali luas kota Surabaya) di Antartika runtuh.
Menurut peneliti, bongkahan es berbentuk lempengan yang sangat besar  itu mengambang permanen di sekitar 1.609 kilometer selatan Amerika  Selatan, barat daya Semenanjung Antartika. Padahal, diyakini bongkahan  es itu berada di sana sejak 1.500 tahun lalu. “Ini akibat pemanasan global,” ujar ketua peneliti NSIDC Ted Scambos. Menurutnya, lempengan es yang disebut Wilkins Ice Shelf itu sangat jarang runtuh.
Sekarang, setelah adanya perpecahan itu, bongkahan es yang tersisa  tinggal 1.950 kilometer persegi, ditambah 5,6 kilometer potongan es yang  berdekatan dan menghubungkan dua pulau. “Sedikit lagi, bongkahan es  terakhir ini bisa turut amblas. Dan, separo total area es bakal hilang  dalam beberapa tahun mendatang,” ujar Scambos.
“Beberapa kejadian akhir-akhir ini merupakan titik yang memicu dalam  perubahan sistem,” ujar Sarah Das, peneliti dari Institut Kelautan Wood  Hole. Perubahan di Antartika sangat kompleks dan lebih terisolasi dari  seluruh bagian dunia.
Antartika di Kutub Selatan adalah daratan benua dengan wilayah  pegunungan dan danau berselimut es yang dikelilingi lautan. Benua ini  jauh lebih dingin daripada Artik, sehingga lapisan es di sana sangat  jarang meleleh, bahkan ada lapisan yang tidak pernah mencair dalam  sejarah. Temperatur rata-ratanya minus 49 derajat Celsius, tapi pernah  mencapai hampir minus 90 derajat celsius pada Juli 1983. Tak heran jika  fenomena mencairnya es di benua yang mengandung hampir 90 persen es di  seluruh dunia itu mendapat perhatian serius peneliti.
Urutan gambar satelit proses keruntuhan Wilkins Ice Shelf. Gambar besar di sebelah kiri diambil pada tanggal 6 Maret 2008. NSIDC mengambil gambar-gambar ini melalui satelit Aqua dan Terra milik NASA.
Fakta #2: Meningkatnya level permukaan laut.
Mencairnya es di kutub utara dan kutub selatan berdampak langsung  pada naiknya level permukaan air laut (grafik di samping menunjukkan  hasil pengukuran level permukaan air laut selama beberapa tahun  terakhir). Para ahli memperkirakan apabila seluruh Greenland mencair.  Level permukaan laut akan naik sampai dengan 7 meter! Cukup untuk  menenggelamkan seluruh pantai, pelabuhan, dan dataran rendah di seluruh  dunia.
Fakta #3: Perubahan Iklim/cuaca yang semakin ekstrim
NASA menyatakan bahwa pemanasan global  berimbas pada semakin ekstrimnya perubahan cuaca dan iklim bumi. Pola  curah hujan berubah-ubah tanpa dapat diprediksi sehingga menyebabkan  banjir di satu tempat, tetapi kekeringan di tempat lain. Topan dan badai  tropis baru akan bermunculan dengan kecenderungan semakin lama semakin  kuat.
Tanpa diperkuat oleh pernyataan NASA di atas-pun Anda sudah dapat  melihat efeknya pada lingkungan di sekitar kita. Anda tentu menyadari  betapa panasnya suhu disekitar Anda belakangan ini. Anda juga dapat  melihat betapa tidak dapat di prediksinya kedatangan musim hujan ataupun  kemarau yang mengakibatkan kerugian bagi petani karena musim tanam yang  seharusnya dilakukan pada musim kemarau ternyata malah hujan. Anda juga  dapat mencermati kasus-kasus badai ekstrim yang belum pernah melanda  wilayah-wilayah tertentu di Indonesia. Tahun-tahun belakangan ini kita  semakin sering dilanda badai-badai yang mengganggu jalannya pelayaran  dan pengangkutan baik via laut maupun udara.
Bila fenomena dalam negeri masih belum cukup bagi Anda, Anda juga  dapat mencermati berita-berita internasional mengenai bencana alam.  Badai topan di Jepang dan Amerika Serikat terus memecahkan rekor baru  dari tahun ke tahun. Anda dapat mencermati informasi-informasi ini  melalui media masa maupun internet. Tidak ada satu benua pun di dunia  ini yang luput dari perubahan iklim yang ekstrim ini.
Fakta #4: Gelombang Panas menjadi Semakin Ganas
Pemanasan Global  mengakibatkan gelombang panas menjadi semakin sering terjadi dan  semakin kuat. Tahun 2007 adalah tahun pemecahan rekor baru untuk suhu  yang dicapai oleh gelombang panas yang biasa melanda Amerika Serikat.
Daerah St. George, Utah memegang rekor tertinggi dengan suhu tertinggi mencapai 48° Celcius! (Sebagai perbandingan, Anda dapat membayangkan suhu kota Surabaya yang terkenal panas ‘hanya’ berkisar di antara 30°-37° Celcius). Suhu di St. George disusul oleh Las Vegas dan Nevada yang mencapai 47° Celcius, serta beberapa kota lain di Amerika Serikat yang rata-rata suhunya di atas 40° Celcius. Daerah Death Valley di California malah sempat mencatat suhu 53° Celcius!.
Serangan gelombang panas kali ini bahkan memaksa pemerintah di  beberapa negara bagian untuk mendeklarasikan status darurat siaga 1.  Serangan tahun itu memakan beberapa korban meninggal (karena kepanasan),  mematikan ratusan ikan air tawar, merusak hasil pertanian, memicu  kebakaran hutan yang hebat, serta membunuh hewan-hewan ternak.
Pada tahun 2003, daerah Eropa Selatan juga pernah mendapat serangan  gelombang panas hebat yang mengakibatkan tidak kurang dari 35.000 orang  meninggal dunia dengan korban terbanyak dari Perancis (14.802 jiwa).  Perancis merupakan negara dengan korban jiwa terbanyak karena tidak  siapnya penduduk dan pemerintah setempat atas fenomena gelombang panas  sebesar itu. Korban jiwa lainnya tersebar mulai dari Inggris, Italia,  Portugal, Spanyol, dan negara-negara Eropa lainnya. Gelombang panas ini  juga menyebabkan kekeringan parah dan kegagalan panen merata di daerah  Eropa.
Mungkin kita tidak mengalami gelombang-gelombang panas maha dahsyat  seperti yang dialami oleh Eropa dan Amerika Serikat, tetapi melalui  pengamatan dan dari apa yang Anda rasakan sehari-harinya. Anda dapat  juga merasakan betapa panasnya suhu di sekitar Anda. Cobalah perhatikan  seberapa sering Anda mendengar ataupun mungkin mengucapkan sendiri  kata-kata seperti: “Panas banget ya hari ini!”
Apabila Anda kebetulan bekerja di dalam ruangan ber-AC dari pagi  hingga siang hari sehingga Anda tidak sempat merasakan panasnya suhu  belakangan ini, Anda dapat menanyakannya kepada teman-teman ataupun  orang disekitar Anda yang kebetulan bekerja di luar ruang. Orang-orang  yang sehari-harinya bekerja dengan menggunakan kendaraan terbuka di  siang hari bolong (misalnya sales dengan sepeda motor) mungkin dapat  menceritakan dengan lebih jelas beta-pa panasnya sinar matahari yang  menyengat punggung mereka.
Fakta #5: Habisnya Gletser-Sumber Air Bersih Dunia
Mencairnya gletser-gletser dunia mengancam ketersediaan air bersih, dan pada jangka panjang akan turut menyumbang peningkatan level air laut dunia. Dan sayangnya itulah yang terjadi saat ini. Gletser-gletser dunia saat ini mencair hingga titik yang mengkhawatirkan!.
NASA mencatat bahwa sejak tahun 1960 hingga 2005 saja, jumlah gletser-gletser di berbagai belahan dunia yang hilang tidak kurang dari 8.000 meter kubik! Para ilmuwan NASA kini telah menyadari bahwa cairnya gletser, cairnya es di kedua kutub bumi, meningkatnya temperatur bumi secara global, hingga meningkatnya level air laut merupakan bukti-bukti bahwa planet bumi sedang terus memanas. Dan dipastikan bahwa umat manusialah yang bertanggung jawab untuk hal ini.